Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisah Pasukan Hantu Maut Jaga Yogyakarta Selama Jenderal Soedirman Perang Gerilya

Pasukan Hantu Maut melakukan gangguan-gangguan terhadap tentara Belanda di Yogyakarta, selama Jenderal Soedirman melakukan perang gerilya.

4 Januari 2023 | 19.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Serangan Belanda pada Agresi Militer II memicu perlawanan oleh Indonesia. Salah satunya oleh Pasukan Hantu Maut. Pasukan Hantu Maut pun tak sendiri dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda di Yogyakarta. Pada saat itu, pasukan-pasukan lain juga ikut melakukan perlawanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari Majalah Tempo edisi Sabtu 21 Desember 1985, menjelang matahari terbit pada Minggu 19 Desember 1948, dengan mendadak, pasukan khusus Belanda menduduki lapangan udara Adisucipto, Maguwoharjo, Sleman. Selang beberapa jam, Yogyakarta, yang saat itu sebagai ibukota, diduduki Belanda. Belanda dengan segera menawan pimpinan negara Indonesia. Soekarno-Hatta adalah salah satunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penawanan Soekarno-Hatta menyebabkan kevakuman pimpinan negara dan pemerintahan. Kemudian atas inisiatif Syafruddin Prawiranegara, berdirilah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia atau PDRI. Pembentukan PDRI terjadi di  Halaban (Limapuluh Koto), kira-kira 15 km selatan Payakumbuh, Sumatra Barat pada 22 Desember 1948 pukul 3.40 dini hari, dua hari setelah Belanda menguasai ibu kota Yogyakarta.

Di sisi lain, pasukan-pasukan untuk melawan Belanda dibentuk. Salah satunya adalah Pasukan Hantu Maut. Dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Pasukan Hantu Maut adalah gerilyawan Republik Indonesia yang berasal dari pemuda Kampung Pujokusuman di Yogyakarta.

Pasukan ini ditugaskan untuk melawan tentara Belanda yang menguasai Yogyakarta. GBPH Poedjokoesoemo, putra Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, menggagas pembentukan pasukan ini. Peran pasukan ini adalah melakukan gangguan-gangguan terhadap tentara Belanda selama Jenderal Soedirman melakukan perang gerilya.

Namun menurut Djumarwan dan Danar Widiyanta (dalam “Peranan Pasukan Polisi Pelajar Pertemuan dan Gereja Pugeran dalam Revolusi Indonesia Tahun 1948–1949 di Yogyakarta,” 2018), Pasukan Hantu Maut merupakan pasukan yang berdiri di bawah Pasukan Polisi Pelajar Pertempuran (P3).

Pasukan P3 ini merupakan kompi bentukan dari Mobile Brigade Besar Djawatan Kepolisian Negara. Pemimpin dari Pasukan P3 adalah Inspektur Polisi II Djohan Soeparno. Sedangkan, mayoritas anggota dari Pasukan P3 adalah siswa Mobile Brigade yang sedang melakukan penataran dan bermarkas di Sekolah Polisi Negara Ambarukmo.

Kemudian, Pasukan P3 sendiri memiliki beberapa regu di bawahnya. Regu-regu ini adalah Regu Kairun, Regu Sugiman, Regu Supardal, Regu Baging, Regu Sukijo, Regu Mujo, Regu Sumarto, Regu Suharto, Regu Pengawal, dan terakhir adalah Regu Hantu Maut.

RYZAL CATUR ANANDA SANDHY SURYA 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus