Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisah Pelancong Di Bali Sol

400-an turis Jerman yang sudah memesan kamar dihotel bali sol kalang kabut gara-gara kamar yang sudah dipesannya sudah terisi. Akibat kesemrawutan manajemen. Tekad Joop Ave, perbaiki citra yang sudah rusak.

11 Januari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-TIBA lobi Bali Sol di kawasan Nusa Dua, Bali, berubah. Pada 29 Desember sore lalu, lobi itu bak sebuah penampungan korban bencana alam. Sekitar 60 turis asal Jerman Barat sebagian mondar mandir, sebagian tidur-tiduran di kursi bambu di lobi bergaya arsitektur Bali itu. Sejumlah tas dan kopor bergeletakan di mana-mana. Eh, ada juga turis yang sambil mondar-mandir menyeret kopornya mungkin takut barangnya lari dibawa orang. Sementara itu, di meja resepsionis beberapa Jerman itu berdebat keras dengan pengurus hotel. Kedengarannya mereka berebut kamar. Bagaimana pemandangan serupa itu bisa terjadi di sebuah hotel yang baru diresmikan Presiden 2 Desember lalu? Sementara kita sedang giat-giatnya menarik turis asing ke Indonesia, muncul pemandangan tak sedap di sebuah hotel berbintang lima. Sampai-sampai sejumlah polisi ikut berjaga-jaga. Untung, tak ada insiden cukup berarti. Toh, kata Joop Ave, Dirjen Pariwisata, "Itu merusakkan citra pariwisata Indonesia." Kisah pelancong tak kebagian kamar tampaknya bermula pada manajemen hotel yang tak berjalan baik, dan membanjirnya turis ke Bali menjelang tahun baru itu. Ditambah, ini dia faktor sepele tapi meyakinkan, Bali Sol pasang korting 10% -20% Maka, kamar hotel sebagian besar sudah terpesan ketika pelancong dari Lufthansa, yang sudah pesan tempat sejak awal 1985, itu muncul. Hitungan kasar yang dilakukan wartawan TEMPO -- karena data jelas dari hotel tak diperoleh - demikian. Pada 29 Desember itu agen perjalanan Celong, Denpasar, sudah memakai sekitar 132 kamar. Lalu PT Smailing Tour juga sudah memasukkan turis Jepang ke dalam 25 kamar. PT Rama Tour juga sudah memegang kunci 25 kamar. Itu tamu-tamu yang memesan kamar jauh sebelum mereka datang. Kemudian sekitar 60 kamar dipakai oleh serombongan tamu, konon penting, dari Jakarta, yang datang mendadak. Dan 40-an kamar dipakai oleh walk in guests alias tamu mendadak lainnya. Itu sebabnya ketika 400-an turis Jerman datang dan menagih janji pesanan 220 kamar, pihak Bali Sol, yang punya 481 kamar, hanya bisa memberikan 190 kamar. Itu pun masih punya efek samping. Yakni, 50 tamu lainnya yang dibawa oleh PT Rama Tour, yang sedianya hendak datang sore hari itu juga, untuk bergabung dengan rombongan yang terlebih dulu datang, terpaksa dibatalkan. "Soalnya, hotel hanya mau memberikan 9 kamar, padahal saya butuh 25 kamar," kata Nyonya Mikiko Iskandar, Direktris Rama Tour. Maka, terjadilah peristiwa ini: sekitar 50 turis Rama Tour itu diminta bertahan di Jakarta, tapi barang-barang mereka telanjur sampai di Denpasar. Akibatnya, Rama Tour terpaksa memborong sejumlah sikat gigi, pasta gigi, dan sejumlah celana dalam berbagai ukuran memenuhi tuntutan para pelancong itu. Salahkah Bali Sol, hotel yang dimiliki oleh PT Suryalaya International (Indonesia) dan pihak Spanyol itu? Menurut Paul Lengkong, salah seorang manajer PT Vaya Tour, sikap Bali Sol itu kurang jelas. "Saya kira mereka takut merugi, jadi semua pesanan kamar diterima begitu saja," tutur Paul. Vaya Tour, yang memesan 155 kamar jauh sebelum 29 Desember, pada akhir Oktober sudah mengkonfirmasi kembali pesanannya. "Kami mendapat jawaban dari Terry Yosef, manajer pemasarannya, tamu-tamu kami bisa datang pada waktunya," kata Paul pula. Tapi 19 November datang teleks dari Bali Sol ke Vaya Tour yang berkantor pusat di Jakarta bahwa hotel tak lagi bisa menerima pesanan. Anehnya, pada 30 November, ketika Vaya Tour membayar lebih dari Rp 10 juta untuk 155 kamar, "Mereka menerima saja dan menyatakan memang masih ada kamar," tutur Paul. Tapi 21 Desember, sekali lagi datang teleks ke Vaya Tour menegaskan hotel penuh, tak lagi ada kamar. Karena mepetnya waktu, Vaya Tour tak lagi berusaha mengurus soal kesemrawutan ini, tapi pada 27 langsung saja tamu Vaya Tour dari Jepang dibawa ke Bali Sol. Setelah debat keras, Vaya Tour diberi hak menempati hanya 60 kamar. Rupanya, antara manajer pemasaran dan general manager hotel tak ada komunikasi, kata Paul. Bahkan, sebelum kuitansi pembayaran dari pihak Vaya Tour untuk 155 kamar ditunjukkan, Vausto Sedano, general manager, tak yakin uang sudah dibayarkan. Ini sekadar contoh bagaimana semrawutnya manajemen hotel ini. Dan memang, dengan sebab yang kurang jelas, Manajer Pemasaran Terry Yosef, beberapa lama sebelum 29 Desember, sudah tak lagi bekerja di Bali Sol. "Itu soal intern," kata Sedano kepada TEMPO. Konon, akhirnya, kekisruhan di hotel itu bisa diatasi. Semua tamu mendapat kamar, dan mungkin untuk menebus malu, pihak Bali Sol menjamu makan gratis buat tamu-tamunya. "Ketika turis Jerman meninggalkan hotel, Kamis pekan lalu, tak ada keluhan, semua pembayaran beres," kata Giri Sarnanto, manajer penerimaan tamu, yang dikabarkan pingsan ketika heboh 29 Desember itu, tapi ternyata tak kurang suatu apa. Toh, Joop Ave mengimbau, "agar dalam kasus ini diperlakukan hukum dagang." Maksud Joop, yang merasa rugi secara materiil silakan minta ganti rugi kepada yang seharusnya bertanggung jawab. Adapun soal kemungkinan citra pariwisata Indonesia jadi buruk muka, "Akan saya usahakan dalam tempo satu atau dua tahun memperbaiki citra itu," kata Dirjen bertubuh tinggi besar serta bercambang ini. Tampaknya, Joop tak bersedia secara langsung menyalahkan Bali Sol. Antara lain sebabnya, menjelang tahun baru Bali memang dibanjiri turis. Menurut catatan Polres Badung, waktu itu sekitar 13.000 pelancong membuang waktu di Bali. Sebenarnya jumlah itu tak ada artinya, sebab daya tampung hotel di seluruh Bali kini tercatat 11.000 kamar. Soalnya, seperti telah disebutkan, Bali Sol memang banting harga. Dan soal citra buruk akibat kasus Bali Sol, tampaknya tak separah yang digambarkan oleh harian Straits Times Singapura yang mengutip sebuah harian Indonesia. Kata sejumlah turis Jepang yang ditemui TEMPO di Bali Sol akhir pekan lalu, "Saya sudah tahu heboh Bali Sol, tapi hotel over booking itu biasa." Lalu tambahnya, "Itu 'kan pertanda ramainya turis ke Indonesia." Mudah-mudahan ini bukan sekadar basa-basi. Bambang Bujono Laporan Jalil Hakim (Surabaya) Didi Prambadi (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus