MENGAPA saya menuntut Orde Baru? Ya, Orde Baru ini 'kan dahulu mulai dengan baik. Kok sekarang jadinya begini. Jadi, logis, dong, kalau kita menuntut sekarang. Memang, pleidoi saya banyak memuat persepsi saya tentang kehidupan bernegara. Itulah pendirian saya tentang bernegara. Kita harus melihat perundang-undangan dan peraturan itu dari yang paling dasar, yaitu UUD 1945. Harus dari situ titik tolaknya. Tidak bisa lain. Sikap saya memang ofensif. Saya sama sekali tidak tertekan atau ditekan. Saya bebas. Nothing to lose. Kalau mikir-mikir mau cari keringanan hukuman, bisa nggak jadi-jadi pleidoi ini. Dan saya siap untuk hukuman yang paling berat. Hukuman yang paling pantas buat saya? Ada beberapa alternatif. Pertama: hukuman disesuaikan dengan masa penahanan saya yaitu satu setengah tahun. Kedua: dipaskan hingga pemilu, supaya waktu pemilu saya tak berada di luar, Jadi sekitar dua tahun. Yang ketiga, separuh dari tuntutan jaksa, tujuh tahun. Dan bisa juga sepuluh tahun, yang tiga tahun itu merupakan tambahan karena hakim ndongkol kepada saya. Saya tidak merasa menyesal dengan apa yang telah saya lakukan ini. Sebagai pejuang 'kan saya harus mengoreksi kalau ada sesuatu yang tidak benar terjadi. Agama saya mengajarkan Amar makruf nahi mungkar. Dan kenapa ini saya lakukan? Karena lewat saluran formal sudah tidak bisa. Tidak. Saya tak merasa terjebak atau dijebak. Ya, karena saya berniat baik. Apa, sih, perbedaan pendapat saja kok dianggap subversi ?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini