Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisah selintas dari hanoi

Ny. lasmidjah hardi, istri dubes ri di vietnam, menyertai suaminya ke indonesia sehubungan dengan kunjungan pm pham van dong & menceritakan tentang kehidupan penduduk di ibukota vietnam, hanoi.(nas)

23 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"MELIHAT-lihat negeri Vietnam itu sangat menarik," tutur Ny. Lasmidjah Hardi, isteri Dubes Rl di Vietnam, Hardi SH la pekan lalu pulang ke Jakarta untuk selama 10 hari menyertai suaminya sehubungan dengan kunjungan PM Republik Demokrasi Vietnam, Pham Van Dong ke mari. "Terutama Hanoi, hampir semua jalan-jalannya bagus. Di kiri-kanannya banyak pohon-pohon rindang. Juga ada beberapa telaga dalam kota," sambungnya. Ia amat terkesan suasana kehidupan di sana yang mirip-mirip kehidupan masyarakat di Yogya di tahun-tahun awal Revolusi. Ny. Lasmidjah di tahun-tahun awal Revolusi termasuk wanita aktip, antara lain ikut menyelenggarakan rapat umum dilapangan Ikada Jakarta, 19 September 1945 yang terkenal itu. "Pokoknya kalau kita pernah mengalami masa-masa Revolusi di Indonesia -- apalagi kalau kita terbiasa dengan hidup sederhana -- kita bisa 'menikmati' kehidupan di Vietnam," katanya lagi. Setiap kali Ny. Lasmidjah bertanya kepada orang Vietnam tentang 'kesederhanaan'kehidupan mereka, selalu terdengar jawaban yang sama: "Kita ini kan baru selesai dari perang 30 tahun. Dan tentu saja belum sempat membangun." Mobil-mobil pribadi di sana tidak ada. Semuanya mobil dinas. Bis dan trem kota ada juga, tapi sedikit. "Becak juga ada di kota-kota. Tapi umumnya orang menggunakan sepeda." Reruntuhan bekas perang tentu saja masih ada. Tapi gedung-gedung kuno juga masih banyak. Juga bangunan keagamaan seperti kuil atau pagoda. "Di hari Minggu, cukup banyak juga yang mengunjungi gereja," kata Ny. Lasmidjah lagi. Dan ternyata mesjid juga ada. Tapi cuma satu, untuk orang-orang asing yang beragama Islam. Di hari Lebaran orang Indonesia yang pegang peranan. Sejak setahun ini ada beberapa rombongan turis yang jalan-jalan ke sana, meskipun agak sulit juga mendapatkan visa. Tapi umumnya mereka menJaagi kemungkinan bisa tidaknya berdagang. Menurut penglihatan Ny. Lasmidjah, keadaan sehari-hari disana cukup aman. "Kalau kita keluar rumah jam 12 malam atau jam 3 dini hari, tak ada gangguan," katanya. "Mungkin copet ada juga tapi saya belum pernah mendengar," sambungnya. Tidak semua tempat bisa dikunjungi apalagi dipotret. Maka seperti halnya banyak orang asing, Ny. Lasmidjah pun "harus tahu diri." Tidak semua toko atau restoran bisa dikunjungi. Toko-toko kecil umumnya memang milik pribadi tapi toko-toko besar adalah milik negara. Tapi hampir semua bahan kebutuhan makan yang biasa kita makan sehari-hari di Indonesia, di sana ada beras, singkong, ketela, ikan asin atau daun kangkung. Di desa-desa, seperti halnya di pedesaan Indonesia, juga banyak orang jualan jagung rebus atau bakar singkong dan ketela rebus. Menunya memang hampir sama dengan kita di sini. Yang terpenting bubur dan mi. Tapi sementara makanan (sederhana) cukup, makanan untuk rohani kurang. "Jangan terlalu berharap bisa mendapatkan undangan pertunjukan kesenian. Sangat jarang, meskipun juga ada gedung-gedung teater," katanya. Tema sandiwara dan tari-tarian Vietnam masa kini umumnya tema perjuangan Ny. Lasmidjah beberapa kali pernah keluar-masuk kampung nonton kesenian rakyat setempat. Hasil kerajinan tangan rakyat di sana, menurut Ny. Lasmidjah, sebenarnya amat menarik. "Sayang belum banyak dikembangkan. Tapi kerajinan tangan yang bahannya dari keong, sangat maju," komentarnya. Meskipun pendidikan dan pengobatan gratis, tapi di sana semua orang tampak bekerja keras. "Pendeknya kalau ada orang nganggur ya tidak ada harganya sama sekali," katanya. "Semua orang bekerja dan pakaian mereka pun Imat sederhana. Hampir seragam," tambahnya. Para wanita pun bekerja keras. "Meski begitu toh saya agak keberaan juga kalau ada wanita yang sudah lanjut usia masih juga bekerja. Ada yang memikul beban yang berat-berat," ujarnya. Tapi itu semua hanyalah pandangan sekilas. "Sebab saya tidak omong-omong dengan mereka," katanya. Menurut Ny. Lasmidjah, untuk sementara ini rakyat biasa memang belum diijinkan bicara banyak dengan orang asing. lagi mereka umumnya bicara dalam hdhasa Vietnam, tentu. "Orang-orang terpelajar dewasa, umumnya memang menggunakan bahasa Perancis -- seperti halnya kita di sini berbahasa Belanda-tapi anak-anak muda dan rakyat biasa tidak," tutur Ny. Lasmidjah lagi, yang di sana juga mengambil kursus bahasa Perancis. Bahkan di Hari Raya Tet, Ny. Lasmidjah tak mungkin bertemu dengan orang-orang Vietnam. Ia tak bisa, misalnya seperti di hari raya Idul Fitri di Indonesia, mengunjungi beberapa keluarga Vietnam. "Padahal saya ingin sekali misalnya berkunjung ke rumah-rumah keluarga karyawan KBRI yang terdiri dari orang-orang Vietnam. Seperti sopir, koki, tukang kebun," katanya. Kalau pun bisa ketemu, hanya dengan tokoh-tokoh, itu pun terbatas dalam resepsi-resepsi resmi. omong-omong dengan ramah dan senyum-senyum. Dan selesai sampai di situ. Dengan Madame Bien yang terkenal itu misalnya, Ny. Lasmidjah juga hanya bertemu dalam resepsi. Di mata Ny. Lasmidjah, wanita ini amat hebat. Kini menjabat Menteri Pendidikan, Madame Bien pernah menjadi Menlu Vietnam dalam Kabinet Gerilya dulu. Bahkan sangat menonjol dalam perundingan-perundingan di Paris. Yang juga amat menarik ialah, para isteri pejabat Vietnam tak pernah menyertai suaminya dalam acara-acara resmi. Dan para wanita karir pun tampil di masyarakat tanpa mengikut-sertakan suami. "Pokoknya mereka tampil karena jabatan atau karirnya sendiri. Bukan karena jabatan suaminya." katanyallgi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus