Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisah Yun Dan Yenni

Kisah satu keluarga penumpang km klingi yang mengalami kecelakaan dekat pulau Nirwana. Achmad Chairun alias Yun kehilangan istri dan 2 anaknya.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELUARGA itu sejak jam 2 siang sudah berada di kapal. Tapi terpaksa tinggal di kamar Mualim I Haji Husin karena KM Klingi penuh muatan. Mereka: Achmad Chaerun alias Yun (32 tahun), ny. Yenni Chaerun Nawawi (30 tahun), Maya (41 tahun) dan Linda (1« tahun). Bosan menunggu, Yenni mengeluh minta pulang saja. "Boleh, tapi saya harus berangkat", jawab Yun, suaminya, yang bekerja untuk harian Waspada, Medan, di samping membuka bekleiding di Kebon Sirih, Jakarta. Yenni yang biasanya keras kemauan, waktu itu menurut saja pada suaminya. Ia tak jadi pulang. Sampai jam 1 dinihari para penumpang sudah lelap setelah berjamjam bosan menunggu sampai KM Klingi bongkar sauh. "Anak-anak tenang-tenang saja ketika itu. Cuma isteri saya yang terus-menerus gelisah", ujar Yun kepada Phill M. Sullu dari TEMPO. Subuh, Yun menjenguk dari tingkap kamar sebelah kanan. Ia menduga setidaknya kapal sudah berada di salah sebuah pelabuhan lain. "Tapi ternyata baru beberapa mil dari Priok", tambah Yun yang sedikit banyak mengerti soal-soal pelayaran. "Dan rupanya kapal sedang berhenti". Menemui salah seorang awak kapal, ia mendapat keterangan: tangki minyak kelapa sawit sedang diisi air laut untuk menjaga keseimbangan. Keadaan Tegang Tak bisa disembunyikan, para penumpang pun gelisah. "Apalagi setelah koki kapal menyatakan keadaan mengkhawatirkan" tutur Yun. Dan pada saat itu, Yenni isteri Yun itu, mendesak untuk pindah saja ke kapal lain. Dan Yun setuju. Tapi malang, tak ada angkutan lain yang dapat membawa mereka kembali ke kade. Senin siang, Yun dan Yenni berada di panggung intai nakhoda. Keadaan sudah tegang. Mendadak kapal yang nungging dan miring ke kanan itu merubah haluan, belok ke kanan. Mata penumpang, termasuk Yun dan Yenni, tak lepas dari skala - alat untuk mengamati stabilitas kapal. Tiba-tiba mereka membelalak, karena perubahan skala yang jauh di bawah normal. Yun memerintahkan isterinya turun ke kamar mengambil kedua puterinya yang sedang tidur. Di kamar, Mualim I Haji Husin tampak sudah menggendong Maya sambil memerintahkan suami-isteri itu cepat-cepat naik ke atas. Yenni pun bergegas menggendong Linda dengan kain sarung lantas bersama suami kembali ke atas. Saat itu, goncangan kapal kian terasa keras. Mereka tak berhasil mendaki tangga. Beberapa kali jatuh terhuyung. Di geladak, para penumpang panik sejadinya. Sebagian sudah menyiapkan pelampung. Menurut ceritanya awak kapal tidak menolong penumpang dengan membagi-bagikan alat penolong itu. Untuk mencapai ketinggian, Yun harus mendorong isterinya (yang sudah menggendong anak Linda itu) dengan kepalanya. Malang, Yun gagal. Tubuh isterinya tersangkut tali jala yang memagari tempat itu. Ketika itu badan kapal terhempas keras, sementara angin dan ombak kian ganas. Tiba-tiba Yun melihat Haji Husin yang menggendong Maya terhempas lalu dijilat ombak. Sang ayah tak bisa berbuat apa pun menyaksikan puterinya yang malang. "Mama, mama . . .", teriak Maya. Di tengah amukan badai, tampaknya Yenni masih sempat mendengar teriakan itu. Meski kemudian tubuhnya kaku dan karenanya semakin sulit dilepas dari tali jala, namun ia sempat menyahut: "Maya, Maya . . .". Klakson Tak ada jalan lain bagi Yun kini, kecuali menyelamatkan diri. Beberapa saat kemudian ia sudah terapung di laut. Di dekatnya mengapung pula sebuah mobil Datsun. Ia naik ke atapnya seraya mencari jalan menolong Yenni dan Linda. Dari dalam Datsun terdengar orang membunyikan klakson. Tapi Yun tak mungkin menolongnya, sebab pintu mobil terkunci. Orang dalam Datsun itu rupanya seorang pembantu yang ditugaskan menjaga mobil. Pintu mobil dikunci oleh pemiliknya. Sejak timbulnya krisis di kapal, pembantu itu sudah berkali-kali membunyikan klakson. Tapi tak seorang pun mampu menolongnya... Sementara itu usaha menolong isterinya sudah tertutup bagi Yun. Dengan sebuah pelampung yang ia temukan dekat Datsun, ia menyelamatkan diri. Selama lebih dari 1 jam Yun terapung-apung dengan perut menggelembung dan kedinginan, sekitar 1 mil dari kerangka KM Klingi - sebelum bertemu dengan kapal penolong. Beberapa saat kemudian ia memang bertemu dengan Maya, tapi sudah di kamar mayat RS Koja, terbaring di antara korban-korban lain. Mayat Linda pun yang masih berpalut kain sarung beberapa hari kemudian ditemukan oleh team penolong. Tapi ibunya, nyonya Yenni Chaerun Nawawi, tak kunjung tiba...

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus