Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Malapetaka Musim Angin Barat

Km Klingi yang melayari Tanjung Priok-Belawan, terbalik dan tenggelam dekat pulau Nirwana. Dan KM terusan jaya yang melayani semarang-tanjung penang terbakar di kawasan pulau Natuna.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM angin barat yang tahun ini lebih jelek, seperti 3 tahun lalu, mestinya berakhir pertengahan Pebruari. Sampai-sampai para nelayan pulau Seribu hampir tak bisa melaut. Perahu-perahu pinisi dari Sulawesi Selatan pun, yang biasanya berlabuh di Kalibaru, minggu-minggu terakhir ini hampir tak kebagian tempat lego jangkar. Banyak perahu lain menambat ke kade, tak berani berlayar. Sebagian merapat ke pelabuhan Pengasingan, wilayah instalasi Pertamina, sebagian dianjurkan pindah ke Sampur. Ini untuk menghindari kebakaran, seperti yang pernah terjadi tahun 1971. Sebuah kapal yang Minggu 6 Maret kemarin angkat sauh dari Tanjungpriok, di pintu pelabuhan mengurungkan niatnya dan kembali ke kade. Cuaca memang buruk. Barangkali itulah sebabnya KM Klingi yang Mestinya berlayar hari Minggu menunda angkat sauh. Seraya menunggu cuaca baik, mungkin, buruh-buruh tetap saja men1unggah muatan, selain menurut salah seorang awak, "kapal sedang ditambal seng karena bocor". Tapi kapal sudah tampak sarat, bahkan nungging dan miring ke kanan. Meski begitu, sampai tengah malam muatan dijejal terus, hingga hampir mencapai pintu kamar awak kapal. Bir Dan Mobil Kapal penuh: ratusan peti bir, 600 motor, 15 mobil. Palka pun penuh terigu, sementara di geladak belakang bertimbun tiang-tiang besi dan botol-botol angin. Kamar nakhoda pun penuh, penumpang tak bebas bergerak. Sepasang suami-isteri berikut anak terpaksa tinggal di kamar mualim. Senin dinihari jam 01.00, tambang di kade dilepas, sauh diangkat: KM Klingi milik PT Sriwijaya Raya Lines berlayar dari Tanjungpriok menuju Belawan. Kapal berbobot 1880 ton DWT bermuatan 1.520 ton - menurut daftar muatan resmi. Berpenumpang 20 orang ABK (anak buah kapal) yang terdaftar sejumlah 32 (seorang lagi tak terdaftar), 7 kadet pelaut dan 5 calon kelasi (tak terdaftar). Berjalan lambat, sekitar subuh, kapal barang ini terpaksa istirahat dekat pulau Nirwana, mil dari pintu pelabuhan, di alur pelayaran berkedalaman 40 meter lebih. Jangkar pun dilego. Agar keseimbangan kapal kembali normal, tangki minyak kelapa sawit diisi dengan air laut. Sementara para penumpang tidur lelap, awak kapal sibuk. Seorang koki menyatakan kekhawatirannya. Sampai siang, kapal belum lagi berangkat. Penumpang diliputi rasa jemu dan cemas. Sekitar jam 14.15, O. Dalentang, sang nakhoda, memutuskan kembali ke pelabuhan. Kapal belok ke kanan. Tapi pada saat itulah, ombak besar menerjang lambung kanan. Dan KM Klingi bekas milik KPM yang sudah berusia 39 tahun itu lebih miring lagi, kemudian terbalik. Lunasnya berada di atas. Dan perlahan-lahan tenggelam . . . "Pahlawan Pelaut" Usaha penyelamatan dilakukan oleh team SAR, terdiri dari kapal patroli Bea Cukai, Divisi Kepanduan dan KPLP (Kesatuan Penyangga Laut dan Pantai). Sebuah kapal lepas-pantai milik Amerika berbendera Panama juga membantu. Empat orang penyelam alam dari Timor yang bergabung dengan SAR berhasil menemukan jenazah Mualim Haji Husin, yang oleh para penumpang diangkat sebagai "pahlawan pelaut", karena "dia banyak menolong penumpang dan tenggelam bersama kapalnya", ujar mereka. Hampir semua orang menuding penuhnya muatan sebagai biang-kerok musibah ini. Tapi syahbandar Tanjungpriok Azwar Nadlar membantahnya. "Sebelum bertolak, petugas sudah memeriksa segala dokumen, termasuk berat muatannya", katanya kepada Zulkifly Lubis dari TEMPO. "Menurut daftar, muatannya hanya 1.520 ton. Tak mudah mengambil kesimpulan penyebab tenggelamnya kapal tersebut", tambahnya. Dia pun menguraikan beberapa faktor: cuaca, jumlah muatan dan cara penyusunan muatan. Yang terakhir ini penting karena menyangkut stabilitas kapal. Tentang miringnya kapal yang diduga muatannya lebih, bagi Azwar "itu tak benar". Katanya, pemeriksaan muatan bukan hanya oleh Syahbandar tapi juga Bea Cukai - tentu saja secara administrasi. Dengan kata lain bukan pemeriksaan fisik. "Kalau setiap kapal yang akan bertolak diperiksa secara fisik, bisa-bisa kami nanti dituduh overacting", katanya. "Pokoknya kapal yang sudah clearance, bisa keluar dari pelabuhan". Sampai Kamis 10 Maret, di antara 20 penumpang, 13 selamat dan 6 orang hilang (seorang sulah ditemukan). Sedang awak kapal yang berjumlah 45 orang, 2 orang hilang dan 1 orang, yaitu Mualim I Haji Husin, sudah ditemukan. Mungkinkah nakhoda mendapat hukuman badan akibat kecelakaan ini? "Menurut kebiasaan, dia akan dibawa ke Mahkamah Pelayaran berdasarkan perkara yang diajukan oleh Dirjen Perla", sahut Azwar. Dan di mahkamah itu, yang disebut hukuman badan tak ada. kecuali pencabutan izin berlayar. "Itu pun kalau nakhoda jelas bersalah", tambahnya. Malapetaka Terbesar Seminggu sebelumnya, juga terjadi kecelakaan laut: di kawasan pulau Natuna, kabupaten kepulauan Riau. Kali ini menimpa KM Terusan Jaya (600 DWT) milik PT Tarempa Jaya yang digeni oleh PT Pelayaran Cuaca Terang, Tanjung Pinang. Dari 49 penumpang dan 23 awak kapal, hanya 6 penumpang dan 3 awak yang ditemukan dalam keadaan selamat. Malapetaka 27 Pebruari itu tak pelak lagi merupakan yang terbesar dan banyak menelan korban jiwa. KM Terusan Jaya yang melayari alur tetap Semarang - Pulau Tujuh - Tanjung Pinang pp, minggu terakhir Pebruari bertolak dari Semarang, membawa kebutunan sehari-hari hampir seberat 200 tom Ada beras, gula, barang-barang kelontong, semen. Dari Semarang mampir Serasan, terus ke Midai menuju Sedanau - pulau-pulau kecil. Sekitar jam 5 sore, 27 Pebruari itu, Terusan Jaya menuju Tarempa. Tapi 41 jam kemudian, sekitar 45 mil dari Sedanau, kecamatan Bunguran Barat, terjadi kebakaran di ruang mesin. Menurut Saprin Saleh, nakhoda kapal, kebakaran yang sebab-sebabnya belum terungkap itu, menjalar begitu cepat. Terdengar pula beberapa ledakan. Malam gelap dan ombak besar. Para penumpang yang lari ke buritan justru dikejar oleh api yang menjilat-jilat. Saat itulah, semua alat penyelamat, termasuk satu-satunya sekoci, dilempar ke laut. Kapal sebesar itu yang sebenarnya memiliki seperangkat alat komunikasi SSB tidak bisa digunakan karena disegel. Dan saat itu tak seorang pun yang punya akal membuka segelnya, hingga tak seorang pun yang berusaha mengirim berita SOS minta bantuan. Sungguh celaka, kapal juga tak menyediakan tenaga markonis. Dan pada saat kritis seperti itu, tak sebuah kapal pun yang lewat ... Mayat Sepasang Laki-Bini Tak munculnya KM Terusan Jaya yang memang ditunggu di Tarempa 2 Pebruari mendorong kontak antara Tarempa dan Sedanau. Selasa 1 Maret, kebetulan kapal motor pencari ikan Bayu II dalam perjalanannya antara pula Kiabu dan Tambelan menemukan 3 awak kapal: Saprin Saleh (nakhoda), seorang mualim dan juru masak. Juga 6 penumpang," di antaranya wanita. Merek inilah yang pada saat kebakaran lari kehaluan. Dalam kapal yang sebagian besar hangus dan miring itu, ditemukan lagi 4 mayat. Di antaranya sepasang suami-isteri dan seorang anaknya yang masih kecil. Team penolong, 15 kapal kecil termasuk kapal perintis Cempedak (900 DWT) yang dikerahkan, dengan susahpayah melawan ombak besar, hampir tak tahan 10 jam merayapi Natuna. Tapi setelah 3 hari, hanya sebagian kecil penumpang dan awak kapal yang tertolong. Sebagian besar di antara yang hangus langsung pada saat kapal terbakar, diduga sebuah rombongan yang berniat menghadiri perkawinan di Tarempa. Bahkan mereka membawa sebuah band dari Sedanau. Dan menurut Pek Gie pengusaha PT Tarempa Jaya, jumlah penumpang dan awak kapalnya lebih dari 100 orang - dan bukan hanya 72 seperti tercantum dalam manifes. Apa daya, usaha pencarian sudah mendekati keputus-asaan lantaran musim yang jelek. Cempedak sendiri harus segera kemhali ke Tanjungpinang mengangkut bahan makanan. Beberapa minggu ini dari Natuna memang sudah terdengar SOS tentang krisis bahan makanan dan bahan bakar lantaran tak ada kapal yang nongol. Sional Tarempa sendiri bahkan mengetok kawat ke Daeral II agar mengirim kapal perang mendrop bahan makanan, meski di gudang Bulog Tanjungpinang mengeram ribuan ton beras. Upaya pencarian korban Terusan Jaya memang hanya mungkin dengan menggunakan armada SAR yang tangguh, setidaknya dengan bantuan helikopter. Cuma malangnya, pesawat heli yang biasa mangkal di sana, pada saat musibah itu tak seekor pun yang berada di posnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus