Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membantah memberikan izin untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah berupa Hak Guna Bangunan (HGB) di lokasi berdirinya pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sakti mengatakan, belum mendapatkan laporan atau memberikan izin diterbitkannya sertifikat HGB sejak 2023. “HGB bukan di kami. Kami tidak tahu. Saya tidak tahu ada HGB,” kata Sakti di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 20 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat setidaknya ada 263 bidang dalam bentuk sertifikat HGB di kawasan adanya Pagar Laut tersebut. Rinciannya, atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, serta atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang.
Berdasarkan aturannya, hak atas tanah dapat diberikan asalkan memperhatikan hak publik. Pemberian hak atas tanah di wilayah perairan harus mendapatkan izin yang diterbitkan oleh kementerian yang menangani bidang kelautan dan perikanan yaitu KKP.
Hal itu tertuang dalam pasal 65 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun, dan pendaftaran tanah.
Namun, Wakil Ketua Umum PAN ini membantahnya. Dia mengatakan, penerbitan sertifikat HGB merupakan urusan Kementerian ATR/BPN. Pun pencabutan izin juga merupakan urusan Kementerian ATR/BPN.
“Itu urusan ATR yang mencabut. Tapi bagi kami itu tidak ada,” kata Sakti.
Meski berdalih tidak memberikan izin, Sakti mengatakan, HGB di kawasan pagar laut itu merupakan sertifikat ilegal. Hal ini karena pendiri pagar ilegal tidak mendapatkan izin KKP.
Dia lantas mengutip sebuah aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja yang menegaskan, sertifikat ilegal. Aturan itu yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun, dan pendaftaran tanah. Namun, dia tidak menjelaskan detail isi aturan tersebut.
Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada ekologi maritim, Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) sebelumnya menyoroti adanya status HGB di atas perairan lokasi pagar laut di Kabupaten Tengerang, Banten. Program Ekomarin Oktrikama Putra mengatakan, HGB dilegitimasi dalam aturan turunan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law tepatnya pada PP 18/2021 dan PP 43/2021.
Pasal 65 menjelaskan, pemberian hak atas tanah dapat diberikan asalkan memperhatikan hak publik. Pemberian hak atas tanah di wilayah perairan harus berdasarkan izin yang diterbitkan oleh kementerian yang menangani bidang kelautan dan perikanan.
Dengan adanya aturan itu, pemerintah yang menerbitkan HGB untuk korporasi justru membuat adanya ketimpangan kuasa antara nelayan dengan pemilik modal. Hal ini merupakan unequal treatment atau perlakuan tidak setara yang melanggar konstitusi UUD 1945.
Dia mengatakan, masalah PSN PIK 2 dan Pagar laut sebetulnya sudah muncul sejak Oktober 2024. Pemerintah daerah dan pusat seharusnya melakukan pengawasan. Namun, pemerintah justru lemah dalam pengawasan.
Bahkan, pemerintah tampak melakukan pembiaran untuk tidak melindungi laut dari perampasan dan pengkaplingan laut. Apalagi KKP memberikan izin terbitnya HGB di perairan. "Ini merupakan tindakan kejahatan perampasan laut," kata dia.
Majalah Tempo edisi 20-26 Januari 2026 berjudul 'Pagar Makan Lautan' melaporkan Pagar laut di pesisir Tangerang sepanjang lebih dari 30 kilometer bersebelahan dengan area PSN PIK Tropical Coastand atau PIK 2. Penelusuran Tempo terhadap pembuat pagar laut Tangerang terhubung ke orang dekat Sugianto Kusuma atau Aguan dan ada sertifikat HGB di atas laut.
Sejumlah nelayan yang diwawancarai Tempo mengatakan, Pagar Laut itu merupakan bagian dari PSN PIK 2. Para nelayan mengetahui itu setelah bertemu denga perangkat desa setempat. Aguan belum merespons yang dikirim Tempo sampai 18 Januari 2025.
Sebelumnya, KKP menyegel pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang pada Kamis, 9 Januari 2025. KKP mulanya memberikan waktu 20 hari bagi pembangun dan pemilik pagar tersebut untuk membongkar sendiri bangunan yang mereka buat tanpa izin itu. KKP masih berupaya mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut tersebut. Namun, di tengah proses identifikasi itu, Pada Sabtu, 18 Januari 2025 lalu, TNI AL mengerahkan 300 personil dan warga untuk membongkar pagar laut tersebut dan akan terus berlanjut hingga selesai.
Pilihan Editor: Aktivitas Pagar Laut Sejak 2024, KKP Akui Kurang Lakukan Pengawasan