Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi menolak revisi Undang-Undang Penyiaran terus dilakukan di berbagai daerah. Di Surabaya, Jawa Timur, puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompers) menggelar aksi menolak RUU Penyiaran yang mengancam kebebasan pers dan berekspresi di depan Gedung Negara Grahadi, Selasa, 28 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Massa aksi, yang terdiri dari AJI Surabaya, PFI Surabaya, PPMI DK Surabaya, YLBHI Surabaya, KontraS Surabaya, LBH Lentera Surabaya, PRSSNI Jawa Timur, Aksi Kamisan, dan KIKA, memakai masker hitam dengan tanda silang warna merah sebagai simbol pembungkaman. Mereka membentangkan spanduk dan poster serta menampilkan aksi teatrikal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Surabaya, Eben Haezer, menyatakan RUU Penyiaran memuat pasal-pasal bermasalah yang mengancam kerja-kerja jurnalistik. "Salah satunya Pasal 50 yang menyatakan pelarangan liputan investigasi," kata dia. Selain itu, RUU Penyiaran juga mengancam independensi media seperti termuat dalam Pasal 51E.
Ketua Pewarta Foto Indonesia atau PFI Surabaya, Suryanto, menambahkan RUU Penyiaran juga memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media. Hal tersebut dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan.
Menurut dia, ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten dalam RUU Penyiaran tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara. "Untuk itu kami menuntut DPR RI segera menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Penyiaran," ujarnya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, menduga RUU Penyiaran bakal jadi alat pemerintah untuk melemahkan praktik demokrasi. "Kalau dulu Orde Baru menggunakan militer dan aparat keamanan sebagai alat untuk membungkam, sekarang membatasi ruang gerak melalui undang-undang," ujarnya.
Fatkhul juga menengarai RUU Penyiaran akan jadi alat penguasa untuk melanggengkan upaya-upaya impunitas terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu. "Jadi, dengan adanya revisi UU Penyiaran, yang kemudian isinya melarang jurnalisme investigasi dan sebagainya, ini kan upaya-upaya agar masyarakat tidak kritis terhadap pemerintah," pungkasnya.
Pilihan Editor: Megawati Kritisi RUU MK dan RUU Penyiaran di Rakernas PDIP: Sepertinya Menyembunyikan Sesuatu