Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia sedang mengusut dugaan adanya penunjukan langsung dalam pengadaan helikopter AgustaWestland AW-101. Penunjukan langsung ini diduga melibatkan anggota TNI Angkatan Udara dan PT Diratama Jaya Mandiri. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengungkapkan, penetapan dan kontrak pengadaan helikopter itulah yang kini menjadi konsentrasi penyelidikan lembaganya. "Kami sedang dalami semua yang berhubungan dengan swasta," ujarnya kepada Tempo, Kamis lalu.
PT Diratama merupakan perusahaan penandatangan kontrak bersama TNI AU dan produsen AW-101, pabrikan Westland Helicopters di Inggris dan Agusta di Italia. Anggaran pengadaan helikopter ini sebesar Rp 740 miliar diduga telah digelembungkan Rp 220 miliar. KPK dan Puspom TNI pun telah menggeledah dua kantor PT Diratama di Gedung Bidakara, Jakarta Selatan; dan Sentul, Bogor. Rekening bank PT Diratama berisi dana Rp 139 miliar telah diblokir. Namun Laode belum mau memberikan rincian. "Kami koordinasi terus dengan Puspom. Puspom yang melakukan penyidikan kepada pihak TNI," ucapnya.
Polemik helikopter AW-101 bermula dari penolakan pembelian oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2015 karena harga per unitnya terlalu mahal. Harga helikopter VVIP untuk Presiden, Wakil Presiden, dan tamu negara RI ini sebesar US$ 55 juta atau sekitar Rp 740 miliar. Semula, pengadaan ini akan menggunakan anggaran Sekretariat Negara karena untuk keperluan VVIP.
Namun Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) ketika itu, Marsekal Agus Supriatna, melanjutkan pengadaan delapan AW-101, yang masuk rencana strategis 2015-2016. Kementerian Pertahanan pun menyetujui anggaran pengadaan dan mengirim surat ke Askolani, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, pada 10 Februari 2016.
Askolani lalu bersurat kepada Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 24 Februari 2016 dan menjelaskan perubahan alokasi anggaran itu. "Perubahan itu memerlukan arahan Presiden RI lebih lanjut," demikian dia menulis. Askolani tak membantah telah mengirim surat tersebut.
Lima hari kemudian, giliran TNI AU mengirim surat ke Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Dalam surat yang diperoleh Tempo, pengirimnya adalah Asisten Perencanaan dan Anggaran Marsekal Muda Supriyanto Basuki, yang mengatasnamakan KSAU. Isi surat itu menjelaskan alasan AU memilih AW-101, yakni lebih aman lantaran punya tiga mesin dan ingin memutus pengadaan oleh Airbus Helicopters (Eurocopter).
AU kemudian menunjuk PT Diratama sebagai agen pembelian. "PT Diratama akan membangun holding company perakitan AW-101 di Indonesia," demikian yang tertulis dalam surat itu. Agus tak merespons panggilan telepon dan pesan dari Tempo. Sebelumnya, pertengahan Februari lalu, Agus meminta masalah AW-101 ditanyakan ke Kementerian Pertahanan atau Kementerian Keuangan. "Tanyakan ke Kemenhan atau Kemenkeu," katanya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya sedang mempelajari kontrak pengadaan AW-101 dan kemungkinan adanya penunjukan langsung. Seharusnya, kata dia, pengadaan ini dilakukan antarpemerintah atau TNI langsung dengan AgustaWestland. Selain itu, ucap dia, Agus Supriatna harus dimintai keterangan oleh Puspom TNI. "Itu pasti," ucapnya.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo irit komentar ihwal perkembangan kasus AW-101. Menurut dia, Puspom TNI telah menetapkan tiga tersangka dari militer. "Silakan tanya ke sana (Puspom TNI)," ujarnya. Komandan Puspom TNI, Mayor Jenderal Dodik Wijarnako, mengatakan penyidiknya akan menelusuri kontrak dan dugaan adanya penunjukan langsung. "Pasti," ujarnya. Dia pun menyatakan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini. "Kami masih bekerja."
Adapun PT Diratama belum memberikan jawaban kepada Tempo. Surat yang Tempo sampaikan ke Direktur Utama Diratama, Irfan Kurnia Saleh, di kantornya di Gedung Bidakara belum berbalas. Kantornya pun sepi saat Tempo dua kali berkunjung pekan lalu. Ruang resepsionis gelap, sementara dua lembar surat tergeletak di bawah karpet berwarna cokelat. PRIHANDOKO | ADITYA BUDIMAN | YOHANES PASKALIS | HUSSEIN ABRI DONGORAN
AgustaWestland AW-101
Terbang perdana: 1987
Unit diproduksi/dikirim: 140 unit
Panjang: 19,53 meter
Diameter baling-baling: 18,59 meter
Berat kosong: 10,5 ton
Mesin: 3 unitRolls-Royce Turbomeca RTM322-01 Turboshaft
Kecepatan maksimum: 300 km/jam
Kecepatan rata-rata: 278 km/jam
Jangkauan terbang: 833 kilometer
Lama terbang: 5 jam
Kursi: 13 penumpang berhadapan
Konsumsi bahan bakar: 764 kg/jam
Biaya perawatan: US$ 2.029/jam
Biaya operasional: US$ 4.037/jam
Pengadaan oleh TNI AU:
-Sembilan unit AW-101 (Sumber dana: delapan unit dari pinjaman dan hibah luar negeri, sementara satu sisanya dari anggaran AU).
-Satu unit telah didatangkan ke Indonesia pada akhir Januari lalu.
-Saat ini posisi helikopter berada Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma.
-Belum diterima sebagai inventaris dan kekuatan TNI karena bermasalah. Salah satunya adalah perbedaan spesifikasi di pintu: seharusnya tidak menggunakan pintu rampa. AW-101 menggunakan rampa.
-Sisanya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantryo mengklaim, tidak akan didatangkan.
HUSSEIN ABRI DONGORAN (BERBAGAI SUMBER)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo