Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
RJ Lino dituntut 6 tahun penjara dalam kasus korupsi PT Pelindo II.
Ia mengintervensi proses lelang crane agar perusahaan asal Cina bisa menang.
Proses janggal proyek ini merugikan negara hingga Rp 28,5 miliar
JAKARTA – RJ Lino, Direktur Utama PT Pelindo II periode 2009-2015, dituntut 6 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan tiga unit crane. Dalam pembelian pada 2010 itu, dia dituding memperkaya diri dan merugikan negara sebesar US$ 1,99 juta atau setara dengan Rp 28,5 miliar karena membeli barang yang lebih mahal dari harga pasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang tuntutan Lino itu berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin. Tim jaksa juga menuntut Lino membayar denda Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan bui. “Terdakwa telah melakukan sejumlah intervensi dalam pengadaan tiga unit Quayside Container Crane,” kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawan Yunarwanto, di persidangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang ini menjadi bagian akhir dari perkara korupsi yang menjerat Lino. KPK menyidik kasus korupsi ini sejak 2014 dan baru menetapkan Lino, 68 tahun, sebagai tersangka setahun kemudian. Insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung itu sempat mengajukan praperadilan karena merasa penetapannya sebagai tersangka janggal, tapi hakim menolaknya.
Setelah memeriksa lebih dari 60 saksi selama hampir enam tahun, KPK melimpahkan kasus dugaan korupsi ini ke pengadilan pada Agustus lalu. Panjangnya penyelidikan kasus Lino ini menjadi salah satu argumentasi pemberian kewenangan penyidik Komisi untuk menghentikan investigasi suatu kasus.
R.J. Lino di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 11 November 2021. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
KPK menyatakan Richard Joost Lino ikut mengatur pembelian crane di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung; Pelabuhan Pontianak; dan Pelabuhan Palembang pada 2010. Pelindo II mengadakan lelang terbuka untuk proyek ini, tapi tak ada peserta yang mendaftar. Kemudian, Lino mengintervensi sejumlah proses lelang agar bisa menunjuk langsung perusahaan Cina, Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group, sebagai pemenang lelang.
Menurut dakwaan jaksa, Lino mengubah dua surat keputusan agar peserta tender dari luar negeri lebih diuntungkan. Ia juga memberikan persetujuan kepada Hua Dong untuk melakukan survei lokasi, sedangkan dua perusahaan lain yang juga akan ditunjuk langsung dalam proyek pengadaan itu tidak diberi kesempatan yang sama.
Lino juga diduga memerintahkan panitia tender di PT Pelindo II agar “tidak mempersulit proses evaluasi administrasi dan teknis” bagi Hua Dong. Padahal perusahaan itu tidak memenuhi syarat administrasi.
Kontrak antara Pelindo dan Hua Dong akhirnya diteken senilai US$ 15,1 juta atau sekitar Rp 216 miliar dengan kurs saat ini. Padahal harga barang yang seharusnya dibayar adalah US$ 13,5 juta berdasarkan penghitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis KPK. Selisih itulah yang menjadi hitungan kerugian negara.
Kasus dugaan korupsi pembelian crane di PT Pelindo II menjadi satu kasus terpanjang yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Berlangsung sejak 2004, Direktur Utama Pelindo II, R.J. Lino, menjadi tersangka pada tahun berikutnya. Baru disidangkan enam tahun kemudian.
Jaksa Wawan menilai Lino berbelit-belit selama proses persidangan sehingga pantas dituntut hukuman 6 tahun penjara. Terdakwa juga dinilai tak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. “Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa belum pernah menjalani proses hukum,” kata dia.
Sidang korupsi ini akan berlanjut pekan depan dengan pembacaan pembelaan oleh Lino. Dia mengatakan akan memberikan pembelaan yang terpisah dengan pembelaan penasihat hukumnya.
Pengacara Lino, Agus Dwiwarsono, tetap berkukuh kliennya tak bersalah. Ia menyebut kasus RJ Lino sebagai ranah perdata. “Penunjukan langsung waktu itu diperlukan karena sifatnya mendesak,” kata Agus.
INDRI MAULIDAR | ROSSENO AJI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo