Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bupati Temanggung, Jawa Tengah, Totok Ary Prabowo, tidak menyangka jika dirinya akan ditahan. Proses penahanan itu tergolong kilat. Setelah pagi hari memenuhi panggilan Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Totok langsung diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Semarang. Sore harinya dia diangkut ke Temanggung untuk ditahan dengan tuduhan korupsi dana pemilu senilai Rp 2,3 miliar.
Sejak ditahan dua pekan lalu, Totok stres dan sakit-sakitan. Di tahanan, master lulusan Universitas Murdoch, Australia, itu menempati ruangan isolasi yang hanya boleh ditemui keluarganya. Untuk tidur, dia cuma mendapat jatah kasur spon tipis, tanpa bantal. Totok juga dilarang membawa telepon seluler. "Ini perlakuan yang tidak adil," kata Tatang Istiawan, kuasa hukum Totok.
Hari Purwanto, staf kantor Kecamatan Kledung, merasa sebaliknya. Dia justru bergembira atas penahanan Totok. Selang sehari Totok ditahan, dia meluapkan kegembiraannya dengan berjalan kaki sejauh 31 kilometer dari Kledung ke kantor Sekretariat Daerah di Temanggung. Hari Purwanto memang pernah berjanji, jika Bupati Temanggung ditahan, dia akan jalan kaki ke Temanggung. "Saya puas dia sudah masuk (tahanan)," ujarnya.
Hari Purwanto mengaku sebagai korban arogansi Totok. Februari tahun lalu, jabatannya sebagai Kepala Kantor Perhubungan Kabupaten Temanggung dicopot dan ia dipindahkan menjadi staf Kecamatan Kledung. Menurut Hari, Totok menurunkan jabatannya karena dia dituduh menjual trayek angkutan dan memalsukan tanda tangan bupati. "Tapi tuduhan tersebut tidak ada buktinya," kata Hari.
Hari Purwanto hanyalah satu dari ratusan pegawai yang terkena mutasi dan demosi di lingkungan pegawai Temanggung oleh kebijakan Totok. Keputusan itu, menurut Totok, diambil berkaitan dengan upaya perbaikan kinerja pada sebagian pejabat jajaran di bawahnya. Langkah pertama yang dilakukan adalah memutasi pegawai yang tidak sesuai antara kepangkatan dan golongannya. "Ada jabatan yang mestinya diisi pegawai golongan III-D, tapi diisi III-A," kata Totok.
Selain itu, kebijakan itu diambil juga untuk meningkatkan efisiensi dan pemasukan keuangan daerah. Sebab, pada masa-masa awal dia menjabat bupati, ada kebiasaan "belah durian" di Kabupaten Temanggungmaksudnya, membagi-bagikan dana dari hasil proyek pemerintah daerah. "Saya ingin memperbaikinya, sebab kasihan rakyat," Totok menjelaskan.
Wakil Bupati Temanggung, Muhammad Irfan, mengungkapkan, mutasi yang dilakukan Totok menimbulkan guncangan dan keresahan pegawai. "Sejak itu, barisan penentangnya bertambah kencang," kata Irfan. Perlawanan terbuka terhadap Totok mulai dilancarkan sejak Oktober tahun lalu dengan mundurnya pegawai dan pejabat setempat secara massal dan serempak.
Tantangan itu dijawab Totok dengan mengabulkan pengunduran diri 78 pejabat pada awal Juni lalu. Pejabat yang minta mundur dan dikabulkan Totok, antara lain, 12 camat, sekretaris daerah, dan asisten I bupati. Konskuensinya, Totok segera melantik pejabat baru. "Mereka minta mundur, ya saya setujui," kata Totok waktu itu.
Langkah Totok agaknya mendidihkan suhu politik di Temanggung. Karena terus menghadapi demo, juga didesak oleh Gubernur Jawa Tengah, Mardiyanto, Totok akhirnya membatalkan mutasi dan pelantikan pejabat baru. "Saya mengalah," ujarnya. Namun, pembatalan mutasi belum memuaskan para penentangnya. Camat Tembarak, Agus Widodo, mengatakan, pembatalan mutasi bukan tujuan akhir. Sasaran besarnya adalah Totok harus turun dari jabatan bupati.
Tuntutan agar Totok mundur juga didukung sebagian anggota Dewan. Dalam rapat DPRD Temanggung, Juni lalu, 31 anggota Dewan dari lima fraksi (Fraksi PAN, Fraksi PPP, Fraksi PDIP, Fraksi PKB, dan Fraksi PKS) memutuskan memberhentikan Totok. "Kami menyerap aspirasi rakyat," kata Ketua DPRD Temanggung, Bambang Sukarno.
Totok menduga langkah DPRD menjegal dirinya merupakan hasil konspirasi kelompok kepentingan yang kecewa dalam pemilihan bupati. Menurut dia, konspirasi itu melibatkan Wakil Bupati, Muhammad Irfan, yang disinyalir cemas dengan langkah Badan Pengawasan Daerah yang mengusut korupsi uang Rp 8,1 miliar pembangunan Pasar Ngadirejo.
Dalam upaya menggempur dirinya, menurut Totok, Irfan menjalin hubungan dengan kader PDIP di wilayah itu dan mantan Kepala Polres Temanggung, AKBP Widiatno. PDIP ikut bermain karena Bambang Sukarno adalah kader PDIP yang kalah bersaing dengan Totok dalam pemilihan bupati 2003. Sedangkan Widiatno ikut menggencetnya karena Totok berusaha mengusut penggunaan dana pengamanan pemilu. "Sejak itu saya mendengar akan ada demo dan mogok massal," kata Totok.
Menurut Totok, Widiatno tidak bisa mempertanggungjawabkan uang APBD untuk pemilu senilai Rp 760 juta. Uang tersebut semestinya dibagikan kepada 13 kantor Kepolisian Resort, tetapi berdasarkan pengusutan Badan Pengawasan Daerah, November lalu, dana itu tidak jelas penggunaannya. "Ada Kapolsek yang tidak menerima dana tersebut," ujarnya. Karena itu, Totok meminta Sekretaris Daerah Temanggung, Setyo Aji, untuk meneken surat pengusulan pergantian Kapolres kepada Kapolda Jawa Tengah.
Namun, agaknya polisi justru berbalik arah dengan melakukan penyelidikan pada lingkungan pemerintahan kabupaten, kecamatan, dan KPUD. Dalam pemeriksaan itu, polisi menemukan ada dana Rp 120 juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh 12 camat. Tetapi belakangan, polisi lebih membidik Totok, sedangkan belasan camat tadi menyatakan mengundurkan diri. "Agar fair, Widiatno seharusnya juga diproses," kata Tatang.
Widiatno memang sudah diperiksa Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Dalam pemeriksaan itu, Widiatno hanya dinyatakan bersalah secara administratif karena menggunakan dana pengamanan pemilu untuk perbaikan mobil dan pembangunan lapangan tembak polisi. "Belum bisa dikatakan korupsi," kata Inspektur Pengawasan Daerah Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Ismail. Sejak merebaknya kasus korupsi dana pemilu di Temanggung, Widiatno dimutasi menjadi Kapolres Salatiga dan dalam waktu dekat rencananya akan dimutasi lagi menjadi staf di Polda Jawa Tengah. "Tapi tak ada kaitannya dengan kasus dana pemilu," kata Ismail.
Bantahan juga datang dari Muhammad Irfan. "Itu hanya fitnah," kata Irfan menangkis. Totok pernah mensinyalir Irfan menilap uang penjualan kios pasar Ngadirejo senilai Rp 8,1 miliar. Padahal, menurut Irfan, uang penjualan kios memang seret karena yang membayar hanya satu orang dengan jumlah Rp 40 juta dan uang itu sudah disetor ke kas daerah. Irfan mengatakan, pembayaran kios macet karena jabatannya sebagai ketua panitia penataan Pasar Ngadirejo keburu dicopot oleh Totok
Kamis pekan lalu, kejaksaan telah menyerahkan berkas perkara Totok ke Pengadilan Negeri Temanggung. Kamis pekan ini, perkaranya akan digelar. Sebagian masyarakat juga berharap persidangan nanti dapat dijadikan pintu masuk pengusutan pelaku korupsi lainnya di Temanggung, termasuk simpang-siur uang kios Pasar Ngadirejo dan uang APBD untuk pemilu yang lenyap.
Zed Abidien dan Syaiful Amin (Temanggung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo