Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK memutuskan memperbanyak jumlah deputi dan direktorat di lembaga antirasuah untuk menyesuaikan tugas, pokok, dan fungsi sesuai dengan Undang-Undang KPK.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan lembaganya merasa perlu melakukan reorganisasi dengan menambah jumlah direktorat di KPK.
Menunai Kritik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan memperbanyak jumlah deputi dan direktorat di lembaga antirasuah itu untuk menyesuaikan tugas, pokok, dan fungsi sesuai dengan Undang-Undang KPK. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan lembaganya merasa perlu melakukan reorganisasi dengan menambah jumlah direktorat di KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menganalogikan lembaganya ini seperti rumah yang semula hanya memiliki beberapa kamar, lalu dirombak dengan menambah jumlah kamar. "Jadi ini hanya perubahan internal, menyesuaikan tugas pokok dan fungsi KPK yang baru, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," kata Nurul saat kepada Tempo, kemarin.
Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya meneken peraturan KPK tentang perombakan ini pada 6 November lalu. KPK merombak hampir semua divisi dengan cara menambah deputi dan direktorat baru. Perombakan ini menuai kritik dari organisasi masyarakat sipil.
Nurul menghargai kritik atas perombakan ini. Kendati begitu, menurut dia, perubahan struktur merupakan hal yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan KPK saat ini. Dia menyebutkan kebutuhan kewenangan eksekusi yang selama ini belum dimiliki KPK.
KPK juga perlu mendidik masyarakat agar memahami pentingnya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Karena itu, KPK perlu membentuk deputi baru bernama Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat. Di dalamnya terdapat lima direktorat yang tugasnya, antara lain, terkait dengan sosialisasi dan kampanye, jejaring pendidikan, pembinaan peran serta masyarakat, pelatihan antikorupsi, dan sekretariat deputi.
Mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Febri Diansyah, menganggap ketentuan tersebut justru berpotensi melanggar Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 juncto Nomor 19 Tahun 2019. Karena alasan itu, ketentuan tersebut rentan digugat pegawai KPK.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menemukan banyak masalah dalam peraturan tersebut. Di antaranya terkait dengan kewenangan presiden dalam mengangkat dan memberhentikan pejabat setingkat deputi di KPK. "Ini semakin memperkuat bahwa KPK menempatkan diri sebagai lembaga eksekutif. Hal ini akan mempengaruhi independensi dan tugas KPK dalam memberantas korupsi," kata Kurnia.
AVIT HIDAYAT | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo