ADA gunjingan baru di antara anggota DPR, pekan lalu. Ketua
Fraksi Persatuan Pembangunan Sudardji dikabarkan telah
dipanggil dan "didamprat" Ketua Umum DPP Partai Persatuan
Pembangunan J. Naro. Pasalnya adalah ucapan Sudardji yang
menyatakan Partai Persatuan Pembangunan siap mengubah tanda
gambarnya.
Alkisah seusai pidato kenegaraan Presiden 16 Agustus di DPR,
Sudardji ditemui wartawan yang menanyakan komentarnya mengenai
pidato tersebut, khususnya tentang asas tunggal Pancasila. Jawab
Sudardji: "Dengan diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya
asas politik bagi semua kekuatan sosial politik, Partai
Persatuan Pembangunan harus siap dengan tanda gambar baru.
Konsekuensi dari diterimanya asas tunggal Pancasila itu, menurut
dia, berarti tanda gambar Kabah harus diganti. Dia sendiri
mengaku telah "siap".
Pernyataan itu langsung membuat geger Partai Persatuan
Pembangunan. Beramai-ramai anggota Fraksi Persatuan Pembangunan
membantah pernyataan Sudardji. "Pernyataan Sudardji itu
pernyataan pribadi. Partai Persatuan Pembangunan tidak pernah
mengadakan rapat tentang perubahan tanda gambar," kata Amin
Iskandar.
Sekretaris Fraksi Persatuan Pembangunan Ali Tamin, yang seperti
Sudardji berasal dari unsur Muslimin Indonesia, juga membantah.
"Kalau asas partai, ya Pancasila. Sedang gambar Kabah itu
lambang, identitas. Karena itu, bagaimanapun, lambang Kabah akan
tetap dipertahankan," ujarnya.
Ketua DPPJ. Naro sendiri kabarnya gusar atas "kelancangan"
Sudardji. Sehari setelah pernyataan itu dimuat koran, Sudardji
langsung dipanggil Naro. "Pak Naro sangat menyayangkan
pernyataan Pak Dardji karena pernyataan itu bukan porsi Fraksi
Persatuan Pembangunan. Yang berhak memberikan pernyataan seperti
itu hanya DPP," kata Wakil Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan
Effendy Somad. Lebih dari itu, Sudardji mengeluarkan pernyataan
tanpa berembuk lebih dulu dengan pimpinan fraksi lain.
Buat sebagian besar warga Partai Persatuan Pembangunan, tanda
gambar Kabah memang memiliki arti sendiri. Banyak yang percaya,
berkat gambar itulah Partai Persatuan Pembangunan dalam
Pemilihan Umum 1977 dan 1982 bisa memperoleh sekitar 29% suara.
"Kabah itu simbol yang mahal. Ia lahir melalui proses yang
suci: istikharah (meminta pilihan yang terbaik kepada Tuhan)",
kata H. Fachrurrazi, ketua Partai Persatuan Pembangunan DKI
Jakarta dan anggota DPR RI. Yang melakukan istikharah itu adalah
Rais Aam Partai Persatuan Pembangunan waktu itu, K.H. Bisri
Syansuri, sekitar akhir 1976.
Putra Almarhum Kiai Bisri, K.H. Sochib Bisri membenarkan soal
istikharah tersebut. "Menjelang Pemilihan Umum 1977 itu para
tokoh partai sibuk mencari tanda gambar. Beberapa gambar yang
diajukan dianggap tidak sesuai. Ada yang menyodorkan gambar
alif, masjid, kabah, lantas ada pula yang mengajukan gambar
dunia," kata Sochib. Karena prosesnya dianggap bertele-tele,
pimpinan Partai Persatuan Pembangunan kemudian sepakat
mengamanatkan Kiai Bisri sebagai Rais Aam untuk menentukan
gambar yang dipilih.
Menurut Sochib, ayahnya kemudian meminta beberapa ulama
terkemuka untuk bersama-sama melakukan istikharah. Hasilnya:
tanda gambar Kabah yang dipilih. "Karena itu Mbah Bisri selalu
gigih mempertahankan lambang Kabah. Sebab gambar itu petunjuk
Allah. Tapi kalau petunjuk Allah ini mau diubah, wallahualam,"
ujar Sochib.
Heboh akibat pendapatnya ternyata tak dihiraukan Sudardji. "Saya
tidak merasa bersalah. Sebagai orang yang paling bertanggung
jawab dalam fraksi, saya berhak menyatakan itu," katanya kalem.
Diakuinya, pekan lalu ia memang dipanggil J. Naro, tapi tidak
dimaki-maki. "Pak Alamsyah dulu 'kan pernah bilang: Pancasila
itu hadiah umat Islam. Kenyataan ini memang benar. Makanya kita
harus konsekuen dan justru menjadi pelopor paling depan memakai
tanda gambar apa sajalah", katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini