Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menghadapi repelita yang keras...

Pidato presiden di depan sidang paripurna DPR dalam rangka Hut Proklamasi RI ke-38. laju pertumbuhan ekonomi 1982 mengalami penurunan. pemerintahan bertekad akan memberantas korupsi.(nas)

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Menghadapi repelita yang keras...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DALAM beberapa tahun terakhir ini, angka laju pertumbuhan ekonomi selalu menjadi "bintang" dalam pidato kenegaraan Presiden di DPR setias 16 Agustus. Seakan sudah menjadi tradisi, tepuk tangan bergemuruh setiap kali Kepala Negara sampai pada bagian ini. Tahun ini tidak. Banyak anggota DPR yang menghadiri sidang, Selasa pekan lalu, cuma manggut-manggut, dan ada juga yang kaget, tatkala Presiden Soeharto mengungkapkan laju pertumbuhan ekonomi pada 1982 sebesar 2,25%. Ini berarti penurunan tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya: 1979 (7,3%), 1980 (9,9%), dan 1981 (7,9%). Namun di bagian lain 415 orang anggota DPR, jumlah yang tercatat dalam daftar hadir, memberikan sambutan meriah ketika Presiden mengumumkan tekad pemerintah memberantas korupsi. "Pemerintah tidak akan bertindak setengah-setengah dalam hal ini," kata Kepala Negara yang disambut keplok ramai. Belum reda bisik hadirin membicarakan rencana ini, tepuk tangan meledak lagi ketika Presiden -- masih dalam nada suara tinggi mengatakan: "Dengan demikian akan timbul sikap malu dan takut untuk melakukan korupsi." Pidato kenegaraan Kepala Negara di DPR kali ini memang agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bayang-bayang pertumbuhan ekonomi yang rendah di masa datang tampak membayangi pidato tersebut. Pada acara yang sama tahun lalu, misalnya, Presiden menyodorkan berita gembira: di tengah kemelut ekonomi dan resesi ekonomi dunia Indonesia berhasil lolos dari bangsa berpenghasilan rendah dan masuk taraf yang berpenghasilan sedang. Pertumbuhan ekonomi pada 1981 (7,9%) oleh Presiden Soeharto dibanggakan karena di atas banyak negara berkembang -- bahkan dari beberapa negara industri sekalipun. Tahun ini tidak ada berita gembira seperti itu. Namun ini tidak berarti nada pidato Presiden tahun ini pesimistis. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, rasa percaya diri sendiri tetap mencuat dalam pidato pekan lalu. Kendati Presiden Soeharto mengakui kita akan memasuki tahun-tahun berat yang penuh dengan ujian dan tantangan, ia menambahkan "dengan tradisi sebagai bangsa pejuang yang telahkeluar dengan selamat dari ujian-ujian yang berat di masa silam, pembangunan di masa datang juga akan kita kerjakan dengan semangat perjuangan yang menyala-nyala." Pekerjaan besar di tahun yang akan datan adalah menyusun Repelita IV dan mulai melaksanakannya tahun depan. Penyusunannya, menurut Presiden, harus dengan wawasan yang jauh melampaui kurun waktu lima tahun. Alasannya: Repelita IV merupakan kerangka landasan bagi Repelita selanjutnya, hingga dalam Repelita VI kita dapat tinggal landas menuju masyarakat makmur berlandaskan Pancasila. Alasan kedua, dengan Repelita IV, Angkatan 1945 akan makin mendekati perampungan tugas historisnya. Ini berarti berhasil tidaknya Repelita IV akan ikut menentukan berhasil tidaknya Angkatan 1945 menjalankan tugas historisnya. Menghadapi tugas dan tantangan berat ini, Pak Harto menyerukan perlu adanya penyegaran motivasi dan moral. "Tanpa penyegaran motivasi dan moral, kita pasti tidak akan mampu mengatasi tantangan-tantangan berat dan memikul tugas-tugas besar tadi," ujarnya. Sumber untuk penyegaran tadi, menurut Kepala Negara, adalah Pancasila. "Pancasila merupakan sumber yang hidup, bukan sumber yang mati, bagi penyegaran motivasi dan moral bagi semua pihak, semua golongan, semua lapisan, dan semua generasi dalam menghadapi tantangan dan ujian berat yang akan datang," kata Presiden. Bagian utama pidato Presiden Soeharto menguraikan palaksanaan Panca Krida Kabinet Pembangunan IV. Mengenai krida pertama (meningkatnya Trilogi Pembangunan yang didukung ketahanan nasional yang makin mantap) Pak Harto menegaskan: "Kita harus berjuang keras agar momentum pembangunan tetap berada di tangan." Ia menambahkan sekaligus harus dijaga agar masalah sosial ekonomi jangan sampai menimbulkan gejolak sosial politik dan menggoyahkan stabilitas nasional. Dijelaskan pula oleh Kepala Negara berbagai langkah yang telah dilakukan pemerintah. Antara lain devaluasi rupiah dan penjadwalan kembali sejumlah proyek pembangunan merupakan langkah nyata untuk mengencangkan ikat pinggang. "Saya berterima kasih bahwa kebijaksanaan itu dipahami oleh masyarakat luas dengan rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya," kata Presiden. Kepada para anggota DPR, Presiden mengungkapkan bahwa pemerintah akan segera mengajukan beberapa rancangan undang-undang yang menyangkut pembaharuan perpajakan nasional. Tujuannya untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri. Pembaharuan itu meliputi penyederhanaan jenis pajak, tarifnya, dan cara pembayarannya. "Kita akan menciptakan sistem pajak yang sederhana dan mudah dimengerti setiap orang, sistem pajak yang didasarkan pada prinsip keadilan dan kewajaran, dan yang memberikan kepastian bagi setiap wajib pajak," kata Pak Harto. Kemudian secara panjang lebar Pak Harto menguraikan pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor, disertai rencana peningkatannya di masa Pelita IV. Pembangunan akan tetap dititikberatkan pada sektor pertanian, juga meningkatkan industri yang menghasilkan mesin sendiri. Pembangunan di sektor nonpertanian diharapkan bisa maju lebih cepat dari sektor pertanian. Berdasar perkiraan kemampuan kita untuk mengembangkan pertumbuhan di berbagai sektor, Presiden Soeharto memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi selama Repelita IV rata-rata 5% setahun. Perkiraan ini, kata Presiden, "cukup realistik." Alasannya, pemulihan kegiatan ekonomi dunia berlangsung amat lamban. Lagi pula sebagai akibat belum adanya penanganan yang tuntas dan efektif terhadap masalah-masalah yang struktural dan mendasar dari tantangan ekonomi dunia, serta tidak ada kepastian bahwa resesi ekonomi tidak akan terulang kembali. Melihat prospek yang kelabu tersebut dalam Pelita IV pemerintah tampak akan berusaha keras menekan laju pertumbuhan penduduk. Dewasa ini, laju pertumbuhan penduduk sedikit di atas 2%. Pada akhir Repelita IV diusahakan agar di bawah 2%. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk rata-rata selama Pelita IV adalah 2% setahun. "Dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar itu, maka produksi nasional nyata per jiwa akan meningkat dengan rata-rata 3% per tahun selama Repelita IV yang akan datang," ujar Kepala Negara. Mengenai tekad pemerintah memberantas korupsi ditegaskan Presiden Soeharto tatkala menguraikan pelaksanaan krida kabinet kedua: "Meningkatnya pendayagunaan aparatur negara menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa." Pak Harto menegaskan "Langkah-langkah penindakan oleh pihak Kejaksaan terhadap yang bersalah melakukan penyelewengan, korupsi, dan sebagainya, akan terus dilaksanakan. Pemerintah tidak akan bertindak setengah-setengah dalam hal ini." Menurut Pak Harto, langkah ini mendapat dukungan luas di kalangan masyarakat. Sehingga diharapkan berkembang pula sanksi sosial dan sanksi moral terhadap koruptor. "Dengan demikian akan timbul sikap malu dan takut untuk melakukan korupsi," tutur Presiden yang disambut tepuk tangan ramai para hadirin. Keplok gemuruh juga disuarakan anggota DPR ketika Presiden menyinggung masalah yang banyak ditunggu: asas tunggal Pancasila. Kepala Negara mengingatkan bahwa tercantumnya ketentuan dalam GBHN yang menggariskan semua kekuatan sosial politik menggunakan Pancasila sebagai satu-satunya asas adalah "keputusan bersama" dan "konsensus nasional". Kemudian Presiden menegaskan: "Sebagai ideologi, Pancasila bukan gabungan dari bermacam-macam ideologi lain yang ada di dunia. Pendahulu-pendahulu kita yang meletakkan dasar negara ini menggali Pancasila itu dari bumi Indonesia sendiri, dari kepribadian kita sendiri. Pancasila adalah ideolog nasional yang menjadi milik kita bersama." Lalu diingatkannya: "Jika masing-masing golongan memiliki ideologi sendiri, maka kita akan kembali ke zaman "Nasakom" yang pernah kita alami dengan segala malapetakanya. Menghidupkan kembali suasana seperti Nasakom -- walaupun komunisnya telah hilang -- berarti memasang kembali bom waktu yang cepat atau lambat pasti akan meledak." Nasakom adalah gagasan Presiden Soekarno untuk mempersatukan golongan nasionalis, agama, dan komunis. Pak Harto juga memberikan jaminan terhadap partai poritik dan Golkar. Walau mereka menggunakan Pancasila sebagai satu-satunya asas politik, mereka tetap memiliki pendekatan dan penekanan sendiri dalam memikirkan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Mereka akan dapat menawarkan progaram masing-masing dalam masa pemilihan umum. Kepala Negara tidak menguraikan keharusan semua organisasi kemasyarakatan menggunakan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Tapi dijelaskannya bahwa GBHN juga menugasi kita untuk meningkatkan peranan organisasi-organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan nasional sesuai dengan bidang kegiatan, profesi, dan fungsi masing-masing. Sebab itu akan disusun undang-undang dalam rangka memantapkan dan menata organisasi massa organisasi massa tersebut. Usaha ini "dengan sendirinya juga harus kita tempatkan dalam rangka menjamin kelestarian Pancasila, kestabilan nasional dan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila," katanya. Mengenai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, Presiden Soeharto mengatakan: "Kita tetap berpegang teguh kepada Pancasila, UUD 1945, P-4 dan GBHN sendiri." Lalu, untuk kesekian kalinya, diulanginya lagi: "Pancasila bukan agama. Pancasila tidak akan dan tidak mungkin menggantikan agama. Pancasila tidak akan diagamakan. Juga agama tidak mungkin dipancasilakan." Menurut Presiden, tidak ada sila-sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan agama. Dan tidak ada satu agama pun yang ajarannya memberi tanda-tanda larangan terhadap pengamalan sila-sila dalam Pancasila. "Walaupun fungsi dan peranan Pancasila dan agama berbeda, dalam negara Pancasila ini kita dapat menjadi pengamal agama yang taat sekaligus pengamal Pancasila yang baik. Memasuki tahun ke-39 kemerdekaan yang mungkin tidak gemerlapan, berbagai ajakan dan jaminan Kepala Negara tersebut patut direnungkan. Karena, seperti dikatakan Pak Harto, kita punya "tugas sejarah": melanjutkan dan meningkatkan karya besar para pendahulu kita yang dengan segala peruangan, pengorbanan, keikhlasan, dan ketulusan, telah mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Kemerdekaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus