PINTU ke arah terselenggaranya muktamar NU yang ke-27 tampaknya kini terbuka lebar. Isyarat bahwa pemerint h akan mengizinkannya malah datang dari Presiden Soeharto sendiri. Enam sesepuh NU menemui Kepala Negara Jumat malam pekan lalu. Sebetulnya, yang diundang untuk bertemu dengan Presiden pekan lalu sembilan ulama terkemuka NU. Tapi Achmad Siddiq, Machrus Ali, dan Anwar Mussadad tidak bisa hadir karena sakit. Hanya Kiai As'ad Syamsul Arifin, Ali Ma'shum, Ali Yafie, Saifuddin Zuhri, Masjkur, dan Idham Chalid disertai Abdurrahman Wahid yang hadir dalam pertemuan yang diadakan di kediaman Presiden Jalan Cendana itu. Dalam pertemuan selama sekitar 45 menit itu, Presiden didampingi Menteri Agama Munawir Sjadzali. Yang menarik, dalam perjalanan ke dan dari Cendana itu, Ali Ma'shum duduk berdampingan dalam satu mobil dengan Idham Chalid. Kerukunan kedua tokoh yang pernah bertikai itu tampaknya mencerminkan suasana damai yang kini memayungi NU, setelah kelompok ulama (Situbondo) dan kelompok Idham Chalid (Cipete) sepakat untuk rujuk dalam suatu pertemuan di Surabaya 10 September lalu. Mungkin karena itulah Menteri Munawir mengatakan, "Sejak menjadi menteri agama, baru sekali ini saya menunaikan tugas yang sebahagia ini." Menurut Abdurrahman Wahid, Kiai As'ad meminta kepada Presiden agar NU diizinkan menyelenggarakan muktamar sebelum pembahasan RUU Keormasan selesai. "Presiden menyatakan, pemerintah tidak melihat adanya persoalan yang dapat menghambat pelaksanaan muktamar itu, baik sebelum atau sesudah,pengesahan RUU Keormasan," kata Abdurrahman. Kapan muktamar tersebut akan diselenggarakan? Belum jelas, walau Kiai As'ad pernah memberi ancar-ancar sekitar tanggal 7 Desember, di saat liburan santri seusai pesta Maulid. Tempat muktamar belum dipastikan. Kiai As'ad kabarnya ingin agar pesantrennya dijadikan tempat muktamar. Menurut Abdurrahman Wahid, berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga NU, muktamar mendatang tak bisa diselenggarakan lagi di Ja-Tim. Yang masih mungkin Ja-Bar, Jakarta, atau luar Jawa. Mengingat biaya, tak mungkin muktamar diadakan di luar Jawa. Karena semua pihak sepakat agar muktamar diadakan di pesantren agar sederhana, muktamar tak bisa diadakan di Jakarta yang tak mempunyai pesantren besar. Maka, tinggal Ja-Bar yang masih mungkin. Abdurrahman Wahid sendiri telah ditunjuk oleh para sesepuh NU untuk bertindak sebagai ketua panitia muktamar. Bahkan Kiai As'ad telah melaporkannya kepada Presiden Soeharto, yang kabarnya &tanggapi dengan anggutan dan senyum. Sebagai sekretaris panitia ditunjuk Fahmi Dja'far, putra Saifuddin Zuhri Abdurrahman Wahid menjelaskan, selain pengubahan AD/ART, sasaran muktamar juga menyelesaikan beberapa masalah. "Kami telah sepakat agar kalangan muda mulai berkiprah di NU," kata Abdurrahman, Minggu pekan ini. Idham Chalid telah beberapa kali menyatakan tak mau lagi menduduki kursi ketua umum. Diduga, ia akan duduk dalam kepengurusan syuriah. Beberapa sumber mengungkapkan, hampir bisa dipastikan Abdurrahman Wahid dalam muktamar nanti akan terpilih sebaai ketua umum PB Tanfidziah NU. Selain faktor keturunan (iaputra Wahid Hasjim, pendiri NU), usianya yang muda serta kadar intelektualnya dianggaF memenuhi persyaratan buat menduduki jabatan tersebut. Kabarnya, Kia As'ad sendiri meng anggap, adalah kewajibannya untuh mengorbitkan Abdurrahman, karem semasa hidupny. Wahid Hasjim pernah menitipkan masa depan putranya itu kepadanya. Abdurrahman Wahid membantah. "Itu isu orang saja kalau saya disebut sebagai calon ketua umum. Saya mengingini banyak calon untuk jabatan itu," katanya. Menurut dia, banyak orang potensial sebagai calon ketua umum, misalnya Zamroni dan Munasir. Suatu sumber TEMPO menyebutkan, dalam muktamar nanti tidak akan ada acara pembacaan pertanggungjawaban ketua umum PB NU. "Sebab, kalau ada pertanggungjawaban, berarti membongkar luka lama," kata sumber tersebut. Masalahnya, siapa yang menduduki jabatan ketua umum inilah yang mengawali kemelut NU, setelah Idham Chalid mengundurkan diri dan kemudian mencabutnya lagi. "Dalam rujukan 10 September lalu, status Idham Chalid sengaja tidak disinggung. Istilah yang digunakan: sesepuh NU," kata sumber yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini