PALEMBANG
DI Palembang pernah terjadi pembunuhan dan perampokan Rp 73
juta, tahun ini. Dua perwira ABRI didakwa melakukannya. Tapi itu
bukanlah kisah kekerasan terakhir.
"Saya sudah mendengar keluh kesah warga kota," kata Walikota
Palembang, Drs. H.A. Dahlan HY, "bahwa kota ini makin tak aman."
Puncak kejahatan di daerah ini rupanya terungkap di Desa Campang
Tiga, Kabupaten Ogan & Komering Ulu (OKU) 20 Agustus yang lalu.
Korbannya adalah Uskup Sumatera Bagian Selatan (Sum-Sel,
Lampung, Bengkulu dan Jambi), J. Soudant.
Rohaniwan ini sedang dalam perjalanan kembali ke Kota Palembang,
setelah meresmikan sebuah gereja di Belitang. Mobil Landrover
yang dinaiki Uskup Soudant bersama 4 orang tamunya, berikut
seorang sopir, tiba-tiba mogok di desa tadi. Di tengah kerumunan
penduduk desa, usaha untuk menghidupkan mobil sia-sia. Tapi
tiba-tiba dari kerumunan itu muncul 7 orang laki-laki bersenjata
api menodong rombongan Uskup.
Semua yang tampak berharga disikat para perampok. "Anehnya,
penduduk desa membiarkan para perampok itu melucuti kami," tutur
Uskup Soudant kepada TEMPO, "malah anak-anak yang menonton ada
yang tertawa-tawa melihat perampokan itu." Dan para perampas pun
meninggalkan tempat kejadian itu dengan aman. "Saya tidak tahu,
mengapa penduduk desa itu tidak bereaksi," tambah Uskup
berkebangsaan Belanda ini. Ia sudah 30 tahun berada di daerah
itu.
Kejadian serupa dalam bentuk yang lebih kecil, rupanya telah
menjadi peristiwa biasa. Rusaknya jalan yang menghubungkan
Martapura-Kayu Agung memungkinkan para pcncoleng beroperasi.
Istilahnya mula-mula minta uang rokok. Tapi kemudian berkembang
menjadi perampasan. Semua itu berlangsung di depan mata penduduk
desa, bahkan di ujung hidung para petugas kepolisian.
Lima hari setelah naas menimpa rombongan Uskup Soudant, di
daerah Lahat sebuah truk bermuatan kopi dibajak 6 orang
bersenjata api. Sopir, kernet dan 5 penumpangnya dilemparkan ke
jurang setelah tangan dan kaki mereka diikat -- dan truk itu
dilarikan. Hari berikutnya 5 orang di antara yang diduga sebagai
perampasnya ditangkap, berikut senjata dan truk yang mereka
larikan.
Sementara itu, dalam sidang Komisi A DPRD Sum-Sel 13 September
lalu, M. Yusuf Basir, dari Komisi A DPRD Sum-Sel, menyebut
contoh kejahatan lain di Campang Tiga seorang dokter Puskesmas
setempat dirampok dan pistol seorang camat dirampas.
Tapi semua kejadian itu menurut penglihatan Kadapol VI/Sumatera
Bagian Selatan, Brigjen Drs. Warsito SH, belum menimbulkan
keresahan yang sangat di daerah ini. Sebelum lahir Operasi
Sapujagat, pihak kepolisian di daerah ini memang sudah
meningkatkan berbagai operasi. Bahkan menurut Warsito, di Kota
Palembang sejak beberapa waktu yang lalu, di bagian-bagian yang
dipandang rawan, telah dilakukan patroli jalan kaki oleh pihak
Polri.
Apalagi karena menurut catatan Kepolisian tingkat kejahatan
secara keseluruhan di daerah ini pada 1980 ini (hingga Agustus)
menurun sekitar 18%, dibanding tahun lalu. "Dengan adanya
Operasi Sapujagat, angka-angka itu akan dapat ditekan lagi,"
kata Kadapol VI.
Alasannya Operasi Sapujagat akan memberi kewenangan lebih jauh
bagi Polri untuk membuat jera para penjahat. "Selama ini batas
waktu penahanan seorang tersangka terbatas," lanjut Warsito.
Menurut Kadapol VI, sejauh ini kejahatan yang terjadi hanya
berlatar belakang desakan kehidupan sehari-hari. Hal ini
dibenarkan Uskup Soudant. "Perampokan di Campang Tiga itu tak
ada motif politik maupun agama," kata Uskup itu, "sebab tidak
seorang pun di desa itu tahu siapa saya waktu itu."
Pembersihan di dalam tubuh Kepolisian Sumatera Bagian Selatan
juga dilakukan. Warsito mengambil contoh kejadian di Campang
Tiga. Hampir seluruh petugas kepolisian di daerah itu langsung
dimutasikan tak lama setelah peristiwa perampokan tadi. Warsito
mengakui, selama ini bawahannya yang bertugas di daerah OKU itu,
ada yang tak peduli terhadap kejahatan yang berlangsung.
LAMPUNG
KETERBUKAAN Lampung -- terutama dari Jawa, tampaknya jadi salah
satu penyebab banyaknya kriminalitas. Provinsi Ini berpenduduk 4
juta. Tiap hari ada 9 ferry yang menyeberangi Selat Sunda.
Meskipun kualitas kejahatan di sini tidak seberani di Sum-Sel,
beberapa kejadian cukup membuat repot para petugas keamanan.
Perampasan kecil paling banyak terjadi di Lampung Selatan.
Pencegatan dengan senjata api di Lampung Utara, Melihat ini
semua, Gubernur Yasir Hadibrata pernah mengusulkan agar setiap
pendatang ke daerah ini diteliti surat keterangannya waktu turun
dari kapal di Pelabuhan Panjang maupun Srengsem.
Tapi menurut Danwil 61 Lampung, Letkol. Pol. Ridwan, kesulitan
di wilayahnya adalah kurangnya anggota kepolisian. "Untuk 4 juta
penduduk Lampung, hanya ada 1.400 anggota Polri," tambah Ridwan.
Dan seperti halnya atasannya, Warsito, Danwil Lampung ini
memandang Operasi Sapujagat akan sangat berguna untuk menekan
jumlah maupun kualitas kejahatan di daerah ini.
Selain kejahatan yang dilakukan gerombolan Warman yang bermotif
politik beberapa waktu lalu, kriminalitas di Lampung umumnya
karena faktor ekonomi belaka. Terutama bila musim panen, dan
pendatang semakin banyak berkunjung ke daerah ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini