Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Larangan Ekspor Tak Hentikan Penyelundupan Benur

Angka penyelundupan yang terungkap dalam tiga bulan terakhir mencapai 639 ribu ekor benih lobster.

 

23 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi unjuk rasa mahasiswa mendesak KPK mengusut tuntas kasus ekspor benih lobster di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 10 Juli 2020. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengiriman benih lobster ke Vietnam masih terus berlangsung meski Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah menghentikan kegiatan ekspor itu sejak 26 November tahun lalu.

  • Angka penyelundupan yang terungkap dalam tiga bulan terakhir mencapai 639 ribu ekor benih lobster. 

  • Harga benur di Nusa Tenggara Barat kembali naik, yang mengindikasikan adanya kegiatan ekspor benur.

JAKARTA – Pengiriman benih lobster ke Vietnam masih terus berlangsung meski Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah menghentikan kegiatan ekspor itu sejak 26 November tahun lalu. Fakta tersebut terungkap dari berbagai upaya penyelundupan benih lobster ke luar negeri yang digagalkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejak Januari lalu hingga sekarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, mengatakan lembaganya mencatat bahwa angka ekspor benih lobster ilegal yang digagalkan selama tiga bulan terakhir hampir setara dengan jumlah penyelundupan benur tahun lalu. Tercatat, Bea-Cukai sudah enam kali menggagalkan penyelundupan benur tahun ini dengan total 639.230 ekor bayi lobster. Penangkapan itu terjadi di lima lokasi, yaitu Sukabumi, Jawa Barat; Jakarta; Surabaya; serta Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, Jambi. Lalu, ekspor benur ilegal yang digagalkan tahun lalu mencapai 896.238 ekor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Artinya, ekspor ilegal selama tiga bulan tahun ini sudah hampir menyamai angka satu tahun lalu,” kata Abdi kepada Tempo, kemarin.

Abdi menambahkan, penangkapan terbesar terjadi di Jambi sebanyak 491 ribu ekor benih lobster ilegal. Benur itu diduga berasal dari Nusa Tenggara Barat. Kemudian, penangkapan di Surabaya sekitar 67 ribu benih lobster pada 8 Maret lalu. Benur ini berasal dari NTB.

Menurut Abdi, modus penyelundupan benur ini masih sama dengan tahun lalu, yaitu melalui Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Juanda, lalu menuju Singapura. Tujuan akhir penyelundupan itu adalah Vietnam. Misalnya, dalam penangkapan penyelundupan benur di Bandara Soekarno-Hatta pada awal Maret lalu, pelaku menyimpan benur di dalam koper. Lalu, koper itu disembunyikan dalam kemasan karung garmen.

Abdi mengatakan ada juga jalur tikus penyelundupan benih lobster, yakni lewat laut di pesisir Jambi. Ia menduga di sana terdapat fasilitas yang bisa digunakan untuk mengirim benur, tapi luput dari pantauan petugas keamanan.

Barang bukti benih lobster di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, 8 Maret 2021. ANTARA/Umarul Faruq

Kementerian Kelautan dan Perikanan menghentikan sementara ekspor benih lobster sejak 26 November 2020. Penghentian ini berlaku sampai batas waktu yang belum ditentukan. Pemerintah menyetop ekspor setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Edhy Prabowo, bersama lima anak buahnya. Edhy diduga menerima suap terkait dengan izin ekspor benur.

Belakangan, terungkap bahwa eksportir juga diwajibkan menyetor bank garansi sesuai dengan jumlah ekspor mereka. Pungutan bank garansi itu menjadi masalah karena tak ada dasar hukumnya. KPK sudah menyita uang bank garansi sebesar Rp 5,23 miliar itu karena diduga terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kasus suap terhadap Edhy Prabowo. 

Rabu pekan lalu, KPK juga memanggil Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Antam Novambar, sebagai saksi kasus ini. Ia diduga mengatur pungutan bank garansi kepada para eksportir.

Petani budi daya lobster di daerah Telong Elong, Nusa Tenggara Barat, Abdullah, mengatakan ekspor ilegal benur memang masih kerap terjadi dan sulit dicegah. Namun ia enggan membeberkan praktik tersebut. Abdullah hanya menjelaskan bahwa saat ini memang tak ada penangkapan benih lobster di wilayah Telong Elong ataupun di sekitar Teluk Jukung. Tapi terdapat ribuan keramba budi daya di sana.

Ia menjelaskan, indikasi adanya praktik ekspor itu adalah jika harga benur naik. Saat ini, harga benih lobster di Lombok Timur memang sedang tinggi dibanding sebelumnya. Harga benur jenis pasir sebesar Rp 6.000-6.500 per kilogram dan jenis mutiara sebesar Rp 16 ribu per kilogram. “Itu pun barangnya sudah hitam, yang tidak laku dijual ke Vietnam,” kata Abdullah.

Senada, nelayan di Kabupaten Bima, NTB, M. Rifaid, 46 tahun, mengatakan saat ini tidak ada orang yang mencari benih lobster di Bima. Sepengetahuan Rifaid, saat ini para pengusaha di Bima membeli benur dari Labuan Bajo. Kemudian, benur itu dikirim ke Denpasar melalui Pelabuhan Bima. “Kami sudah tidak berani cari benur di sini. Sudah beberapa bulan istirahat karena dilarang pemerintah,” kata Rifaid.

Pengusaha asal Bima yang biasa mengekspor ikan tuna ke Taiwan, Anwar, berdalih bahwa bisnis benih lobster sedang lesu. “Kalau kami cari benur, pasti ditangkap,” katanya.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Nusa Tenggara Barat, Yusron Hadi, mengatakan secara resmi sudah tidak ada lagi program ekspor benur. Namun ia tidak mengetahui jika ada pengusaha yang tetap mengekspor benih lobster secara ilegal. “Kebijakan pemerintah sekarang mendorong program budi daya,” kata Yusron.

Adapun Mohammad Abdi Suhufan mengusulkan beberapa langkah untuk mengurangi penyelundupan benur. Pertama, Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat kanal pengaduan agar masyarakat aktif melaporkan praktik penyelundupan benih lobster. Kedua, pemerintah mengaktifkan satuan tugas terpadu yang terdiri atas kepolisian dan Kementerian Kelautan. Ketiga, Kementerian Kelautan membeberkan peta jalan budi daya lobster dalam negeri.

“Agar pelaku usaha, nelayan, dan pembudi daya dapat melihat keseriusan pemerintah melakukan budi daya lobster di dalam negeri,” ujarnya.

SUPRIYANTHO KHAFID (MATARAM) | AKHYAR M. NUR (BIMA) | DIKO OKTARA

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus