Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

LBH dan Celios Terima 426 Pengaduan Korban Pertamax Oplosan

LBH dan Celios membuka pos pengaduan korban Pertamax oplosan secara luring dan daring. Peluang menggugat class action.

1 Maret 2025 | 05.00 WIB

Patra Niaga Akui Penjualan Pertamax Sempat Turun di Tengah Isu Pengoplosan BBM
Perbesar
Patra Niaga Akui Penjualan Pertamax Sempat Turun di Tengah Isu Pengoplosan BBM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) membuka pos komando pengaduan secara luring dan daring bagi masyarakat yang menjadi korban Pertamax oplosan. Keduanya membuka pos pengaduan secara daring sejak Rabu lalu, sedangkan posko luring baru mereka buka, hari ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Untuk memperluas akses pengaduan, pada 28 Februari 2025 ini, kami juga membuka pos pengaduan secara luring. Harapannya, warga dapat berpartisipasi secara leluasa dan dapat bersama-sama mendorong pemulihan hak warga sebagai konsumen utama BBM,” kata Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan melalui keterangan tertulis di Jakarta pada Jumat, 28 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data teranyar, sebanyak 426 aduan yang masuk melalui pos daring. Pengadu rata-rata mengaku terdampak BBM oplosan.

Dugaan pengoplosan bensin ini pertama kali diungkapkan oleh Kejaksaan Agung saat mengumumkan identitas tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, sub holding mereka, serta Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) pada periode 2018-2023. 

Menurut Fadhil, konsumen Pertamina berhak menuntut ganti rugi jika benar dugaan pengoplosan BBM jenis Pertamax tersebut. "Masyarakat berhak untuk mendapatkan pemulihan, mulai dari ganti rugi hingga kompensasi," kata dia.

Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda mengatakan kerugian konsumen secara langsung sebesar Rp 47 miliar per hari atau Rp 17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan. "Dampaknya menghilangkan Produk Domestik Bruto sebesar Rp 13,4 triliun karena dana masyarakat yang seharusnya bisa dibelanjakan untuk keperluan lainnya, justru digunakan untuk menambah selisih harga Pertamax oplosan," kata Nailul Huda.

Peneliti Hukum CELIOS Muhamad Saleh mengatakan, dengan membuka pos pengaduan secara daring dan luring, harapannya hak ruang hukum yang efektif bagi publik bisa diakses secara lebih luas untuk menggugat pelaku korupsi. 

“Baik melalui class action maupun citizen lawsuit guna memperkuat aspek keadilan bagi korban,” kata dia.

Saleh menyayangkan data impor dan transaksi pembelian minyak yang tidak terbuka bagi publik, sehingga membuka celah praktik korupsi. Selain pengawasan dan akuntabilitas, kata dia, transparansi tentang kualitas BBM harus menjadi kewajiban, sehingga masyarakat memiliki akses terhadap informasi terkait bahan bakar yang mereka gunakan. 

Saleh menekankan pentingnya langkah konkret dalam mengatasi korupsi energi. Ia menilai mekanisme yang ada cenderung bersifat reaktif, bukan preventif. Sayangnya, kata dia, penyelesaian kasus korupsi di sektor ini masih berfokus pada kerugian negara, bukan pemulihan hak rakyat yang terdampak. 

“Setiap kerugian akibat korupsi BBM harus dikembalikan kepada rakyat, bukan hanya menjadi pemasukan negara yang tidak berdampak langsung pada pemulihan masyarakat,” kata Saleh.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus