Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

LIPI Ungkap 4 Alasan Mengapa Radikalisme Berkembang di Indonesia

Peneliti LIPI Adriana Elizabeth mengatakan ada empat alasan mengapa radikalisme dapat berkembang di Indonesia.

20 Februari 2018 | 07.43 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota Polri melintas di depan Mabes Polri yang dipenuhi puluhan karangan bunga di Jalan Trunojoyo, Jakarta, 3 Mei 2017. Karangan bunga yang dikirim oleh berbagai pihak dan elemen masyarakat itu sebagai wujud dukungan kepada TNI dan Polri dalam memberantas radikalisme dan premanisme serta menjaga kedaulatan NKRI. ANTARA FOTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penelitian Politik, Adriana Elizabeth mengatakan, radikalisme berkembang di Indonesia begitu pesat. Menurut dia, hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi kelompok nasionalis agar ideologi radikal tidak semakin meluas. Adriana menjelaskan, ada empat alasan mengapa radikalisme dapat berkembang di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Proses seseorang menjadi radikal itu sangat rumit. Jika dia tidak merasa nyaman dengan situasi demokrasi saat ini, dia akan mencari ideologi lain, termasuk radikalisme,” ujar Adriana di Hotel Aryaduta Semanggi, Jakarta, pada Senin 19 Februari 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alasan pertama seseorang menjadi radikal, kata Adriana, adalah untuk kepentingan personal. Hal itu, menurut Adriana bisa menyangkut urusan ideologi maupun finansial. Kelompok radikal bisa menyebar dengan luas dengan janji-janji kebutuhan finansial yang tercukupi. Selain itu, orang bisa tertarik terhadap radikalisme karena ada propaganda politik yang menarik.

Fasilitas seperti pelatihan dan transportasi juga, menurut Adriana bisa menjadi alasan seseorang bergabung dengan kelompok radikal. “Ini bisa dilihat dalam perekrutan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS,” kata Adriana. Selain itu, menurut Adriana, pemahaman soal penyucian diri juga menjadi alasan kuat bagi seseorang yang masuk ke dalam lingkaran radikalisme.

Adapun, faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya radikalisme di Indonesia, menurut Adriana, adalah etika para elit politik yang buruk. Hal itu menurut dia menyebabkan publik menjadi apatis terhadap demokrasi dan menjadikan radikalisme sebagai jalan alternatif.

“Permusuhan antar elit politik juga tidak baik. Hal semacam ini menimbulkan sinisme bahwa demokrasi bukan yang terbaik,” tutur Adriana di Hotel Aryaduta Semanggi, Jakarta pada Senin, 19 Februari 2018.

Menurut Adriana, radikalisme menjadi alternatif bagi masyarakat yang kecewa dengan demokrasi. Menurut dia, saat ini implementasi demokrasi di Indonesia sedang bermasalah. Ia mengatakan, hal ini juga semakin meningkat dalam momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2018 dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus