PULUHAN remaja, Jumat pekan lalu, bergerombol di salah satu ruangan DPP Partai Demokrasi Indonesia. Mau demonstrasi atau menduduki markas PDI di Jalan Diponegoro Jakarta itu? Ternyata bukan. Para remaja itu adalah pengamen Ibu Kota. Mereka sedang mengikuti penataran pengamen yang diselenggarakan partai bersimbol kepala banteng itu. Bahkan penataran yang diberikan adalah pengetahuan dan latihan musik. Angkatan pertama dibuka 6 Juli lalu dan akan berakhir pertengahan Oktober nanti. Penataran diikuti 40-an orang yang rata-rata berusia muda. Mereka dibagi menjadi dua kelas dan tiap kelas mendapat penataran dua kali seminggu. Program ini, menurut Oerip Soedjoed, ketua pelaksana kursus, merupakan tindak lanjut lomba ngamen yang diselenggarakan PDI bulan November tahun lalu. Kegiatan semacam ini, kata Sekjen PDI Nico Darjanto, merupakan, "Wujud perjuangan PDI bagi masyarakat tingkat bawah. Baik melalui forum resmi -- seperti DPR-MPR -- maupun lewat sektor informal." Konsep mendekati wong cilik (orang kecil) dan pemuda, katanya, merupakan trade mark bagi PDI. Ini terbukti pada Pemilu 1987. Ketika itu, sebagian besar peserta kampanye PDI adalah pemuda dan wong cilik tadi. Dari mahasiswa sampai tukang becak dan buruh. Nampaknya, PDI justru lebih sigap menyambut petunjuk Presiden Soeharto ketika menerima anggota DPP Golkar seusai Munas 1988. Ketika itu, Pak Harto antara lain menyinggung agar Golkar memberikan perhatian yang serius terhadap calon-calon pemilih dan pemilih muda pada Pemilu 1992. Memang, pemuda dalam pemilu nanti merupakan "lahan yang basah". Sebab, calon pemilih baru dan pemilih muda (berusia 17-39 tahun) pada Pemilu 1992 nanti diperkirakan berjumlah 61 juta. Termasuk, sekitar 19 juta di antaranya adalah calon pencoblos pertama. Artinya, 59% (dari 110 juta pemilih yang akan didaftar) adalah kaum muda. Kiranya wajar bila PDI menaruh perhatian kepada kaum muda. Dan PDI, bukan cuma kali ini saja menggarap pengamen muda. Beberapa waktu lalu, beberapa tokoh PDI "turun tangan" membela nasib pengasong -- sebagian besar pemuda dan anak-anak -- yang terjaring Operasi Esok Penuh Harapan (OEPH) yang dikampanyekan Menko Polkam Sudomo. "Kami tidak menjaring mereka, tapi membimbingnya. Kalau nanti mereka akan ikut, ya, syukur. Kalau tidak, tidak apa-apa," kata Nico. Ia menolak anggapan seolah-olah apa yang dilakukan PDI adalah semata untuk menarik simpati pemilih muda. Apa pun namanya, PDI telah lebih dahulu melangkah menyapa kaum muda dan kalangan masyarakat kelas bawah dengan program nyata. Sementara itu, organisasi sosial politik lainnya baru pada tahap "pikir-pikir". "Kami sedang melakukan riset di beberapa tempat, untuk menentukan program semacam apa yang bisa kami lakukan untuk menarik minat pemuda mendukung PPP pada masa pemilu yang akan datang," kata Jusuf Syakir, Wakil Sekjen DPP PPP. Langkahnya, PPP menyebar orang-orangnya untuk meneliti kecenderungan isu yang disukai kaum muda. Perbedaan karakteristik, katanya, akan menentukan program partainya. Golkar pun punya cara lain merangkul orang muda. "Kami tak perlu malu-malu kucing untuk mengatakan bahwa kami memang berusaha menarik simpati dari calon pemilih dan pemilih muda," kata Jacob Tobing. Menurut Ketua DPP Golkar yang membawahkan bidang Organisasi Keanggotaan, dan Kaderisasi itu, Golkar telah mempersiapkan program khusus untuk meraih suara dari pemilih muda tadi. Cara yang dipilih yakni memperkuat jaringan fungsional dan meningkatkan citra Golkar sebagai kekuatan sospol yang aktual dan responsif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini