Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menakar Upaya Melindungi Nurhayati

LPSK mendapat informasi bahwa Nurhayati beriktikad baik melaporkan dugaan penyelewengan dana Desa Citemu ke Polres Cirebon. Fakta itu menepis dugaan Nurhayati punya niat untuk memperkaya kepala desa.

25 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • LPSK sudah menemui Polres Cirebon untuk memperjelas peran Nurhayati dalam kasus dugaan korupsi anggaran Desa Citemu.

  • LPSK menganggap perbuatan Nurhayati masuk kategori tindakan administratif.

  • Pakar hukum menilai status Nurhayati seharusnya sebagai peniup peluit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tengah menelaah hasil investigasi nasib Nurhayati, pelapor kasus dugaan korupsi anggaran desa yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor Cirebon, Jawa Barat. Mantan Kepala Urusan Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, itu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyelewengan dana desa yang dilaporkannya kepada Ketua Badan Permusyawarahan Desa (BPD) Citemu, hingga sampai ke kepolisian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dalam waktu dekat, kami akan memutuskan diterima atau tidak permohonan perlindungan terhadap Nurhayati," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, Kamis, 24 Februari 2022.

Awalnya Nurhayati melaporkan dugaan korupsi anggaran desa 2018-2022 yang melibatkan Kepala Desa Citemu, Supriyadi, kepada Ketua BPD Citemu, Lukman, pada Januari 2019. Lukman lantas menegur Kepala Desa. Karena tak digubris, BPD melaporkan dugaan korupsi itu ke Polres Cirebon pada 31 Maret 2020.

Polisi menindaklanjuti laporan itu dengan memeriksa Nurhayati dan sejumlah saksi. Hasilnya, penyidik menetapkan Supriyadi sebagai tersangka dugaan korupsi anggaran Desa Citemu 2018-2020 sebesar Rp 800 juta. Delapan bulan kemudian, polisi menetapkan Nurhayati sebagai tersangka kasus serupa.

Edwin mengatakan LPSK sudah menggali informasi dari berbagai pihak terkait dengan penetapan tersangka Nurhayati. Selama proses pendalaman informasi, LPSK mengidentifikasi kronologi kasus hingga ancaman terhadap Nurhayati. "Kami melakukan investigasi untuk mendapatkan informasi yang utuh atas perkara ini," kata dia.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi. Dokumentasi LPSK

Menurut Edwin, penyidik Polres Cirebon mengakui, selama pemeriksaan, Nurhayati kooperatif dan keterangannya membantu membongkar kasus korupsi pejabat Desa Citemu. Namun, saat kasus itu memasuki tahap P19, jaksa meminta penyidik kepolisian mendalami peran Nurhayati karena dia dianggap sudah memperkaya orang lain.

Atas gambaran itu, Edwin berpendapat, tidak semua kesalahan yang dilakukan seseorang merupakan tindak pidana korupsi. Padahal ada perbuatan yang bersifat administratif. "Nurhayati juga sudah menyampaikan soal penyimpangan itu kepada Ketua BPD," ucapnya.

Edwin menjelaskan, seharusnya penyidik menemukan lebih dulu ada atau tidaknya niat jahat atau mens rea yang dilakukan Nurhayati dalam kasus tersebut. Catatan lain, Nurhayati merupakan pelapor kasus dugaan korupsi tersebut. Fakta ini bisa menepis dugaan peran Nurhayati untuk memperkaya Kepala Desa.

Edwin menganggap kesimpulan kepolisian ataupun kejaksaan dalam kasus Nurhayati bisa saja keliru. "Untuk apa dia lapor ke BPD kalau punya mens rea? Artinya, Nurhayati punya iktikad baik untuk memperbaiki kesalahannya dengan melapor ke BPD."

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan polisi dan kejaksaan seharusnya lebih berhati-hati serta menahan diri untuk menetapkan Nurhayati sebagai tersangka. Apalagi posisi Supriyadi sebagai kepala desa bisa menekan Nurhayati. "Harusnya berfokus pada tindakan korupsi Supriyadi dulu," kata dia.

Fickar berpendapat, peran Nurhayati akan terlihat dalam proses persidangan kasus Supriyadi. Sebab, peran Nurhayati mentransfer uang atas perintah atasannya tidak bisa diartikan sebagai ikut terlibat dalam tindak kejahatan.

Pengamat hukum pidana Chudry Sitompul juga berpendapat bahwa Nurhayati tidak bisa dihukum jika dia berbuat atas perintah atasannya. Bahkan Nurhayati seharusnya ditetapkan sebagai whistleblower atau peniup peluit yang membongkar kasus dugaan korupsi di desanya.

Chudry pun menyarankan penyidik membatalkan status tersangka Nurhayati jika memang dia tak terbukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang dilaporkannya. "Kalau Nurhayati dijadikan tersangka karena memberikan informasi adanya dugaan korupsi, penetapan tersangka itu jelas bertentangan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang LPSK," kata dia.

IMAM HAMDI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus