Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dianggap sebagai konstitusi dan hukum tertinggi di Indonesia yang memuat Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, Pembukaan UUD 1945 tidak boleh diubah, karena telah lama menjadi staatsidee atau cita-cita bangsa yang bersifat sakral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir dokumen Materi Pengantar Soal UUD 1945 dari laman ropeg,kkp.go.id, Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok pikiran pemberontakan melawan kolonialisme, imperialisme, dan fasisme, serta dasar pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu, Pembukaan UUD 1945 yang telah dirumuskan dengan khidmat dan padat mengandung makna yang sangat mendalam di setiap alinea.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea yang merupakan satu kesatuan utuh dengan pasal-pasal di dalamnya. Lantas, apa makna dari alinea pertama Pembukaan UUD 1945?
Makna Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 alinea pertama berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Secara garis besar, alinea pertama Pembukaan UUD 1945 mengandung makna motivasi, dasar, dan pembenaran terhadap perjuangan. Hal tersebut didasarkan pada pemahaman kemerdekaan yang menjadi hak segala bangsa, serta penjajahan merupakan hal yang bertentangan dengan kemanusiaan dan keadilan.
Alinea pertama itu mengungkapkan dalil yang objektif, yaitu penjajahan harus ditentang agar semua bangsa di dunia dapat menjalankan kemerdekaan sebagai hak asasi. Selain dalil objektif, terdapat pula pernyataan subjektif yang memuat aspirasi bangsa Indonesia yang berjuang membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan.
Makna Alinea Kedua Pembukaan UUD 1945
Sementara itu, Pembukaan UUD 1945 alinea kedua berbunyi, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.”
Makna kalimat itu menunjukkan kebanggaan dan penghargaan akan bangsa Indonesia. Alinea kedua tersebut juga berarti adanya kesadaran terhadap keadaan di masa sekarang yang tidak dapat dipisahkan dari masa lalu, serta langkah yang diambil saat ini akan menentukan segala sesuatu di masa depan.
Selain itu, alinea kedua Pembukaan UUD 1945 mewujudkan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian bahwa:
- Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan.
- Momentum yang telah diraih harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
- Kemerdekaan bukan tujuan akhir, tetapi masih harus diisi dengan berbagai hal yang dapat mewujudkan negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Makna Alinea Ketiga Pembukaan UUD 1945
Kemudian, Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Makna alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 itu tidak hanya menegaskan apa yang menjadi motivasi nyata dan materiil bangsa Indonesia untuk merdeka, tetapi juga bertindak sebagai keyakinan motivasi spiritual bahwa kemerdekaan adalah berkat Tuhan. Hal tersebut menandakan bahwa bangsa Indonesia menghendaki keseimbangan antara kehidupan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian, alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 berisi motivasi spiritual yang luhur dan mengilhami proklamasi kemerdekaan (sejak Piagam Jakarta) serta menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat karunia-Nya, bangsa Indonesia berhasil mencapai kemerdekaan dan mendirikan negara yang berwawasan kebangsaan.
Makna Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945
Terakhir, Pembukaan UUD 1945 alinea keempat berbunyi, “Kemudian daripada itu, untuk membentuk susunan pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 itu dirumuskan dengan padat atas tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah merdeka. Prinsip dasar yang dipegang teguh untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menyusun kemerdekaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar, yang terbentuk dalam susunan negara RI yang berkedaulatan rakyat dan berorientasi pada Pancasila.
Dengan rumusan yang padat dan panjang, alinea keempat Pembukaan UUD 1945 juga menegaskan bahwa:
- Negara Indonesia memiliki fungsi dan tujuan berupa melindungi bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan, dan ikut serta dalam momentum ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial.
- Negara Indonesia berbentuk republik dan berkedaulatan rakyat.
- Negara Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar falsafah.
Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam pasal-pasal UUD 1945. Adapun empat pokok pikiran tersebut meliputi:
- Pokok pikiran persatuan, yaitu negara menghendaki persatuan dan wajib mengutamakan kepentingan negara di atas golongan maupun perseorangan.
- Pokok pikiran keadilan sosial, yaitu didasarkan pada kesadaran yang sama untuk meraih keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.
- Pokok pikiran kedaulatan rakyat, yaitu kekuasaan tertinggi sepenuhnya berada di tangan rakyat dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
- Pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu penyelenggara negara wajib untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat.