Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masalah itu berbelit-belit

Masalah pendaftaran ulang warga negara cina di indonesia (salah satu syarat pemulihan hub diplomatik rrc ?). warga keturunan cina di indonesia, menurut data dari biro pusat statistik pada '77/78.(nas)

26 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CINA adalah suatu realitas di dunia dan pelaksanaan suatu politik luar negeri hendaknya berdasar realitas." Ini ucapan Menlu Mochtar Kusumaatmadja pekan lalu di depan para wartawan asing Jakarta tatkala ditanya tentang kemungkinan normalisasi hubungan diplomatik RI-RRC. Satu langkah lebih dekat lagi ke arah pemulihan hubungan diplomatik dengan Cina? Berkali-kali Menlu Mochtar mengemukakan ada kemajuan dalam usaha pemulihan itu. Itu memang benar. Pertemuan diplomat Indonesia dan diplomat Cina sejak beberapa tahun terakhir ini bukan aneh lagi. Beberapa pejabat kedua negara juga saling berkunjung dalam acara konperensi internasional. Tapi pertanyaan dasarnya masih tetap ini. Kapan pemulihan itu dilakukan? Pihak Indonesia belakangan sering menyatakan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum pemulihan bisa dilakukan. Antara lain Cina harus menghentikan propaganda anti-lndonesia. Syarat lain menunggu hasil pendaftaran ulang warga keturunan Cina di sini. Setelah status mereka jelas, baru usaha pemulihan hubungan bisa dimulai. Sejauh mana pendaftaran itu sudah dilakukan? Dengan alasan pendaftaran penduduk di Indonesia belum terlaksana dengan baik, dan dalam rangka pembinaan ketenteraman dan ketertiban nasional, diturunkanlah Keppres no. 52/1977 tentang pendaftaran penduduk. Akhir 1977, keluar petunjuk pelaksanaannya berupa Instruksi Mendagri no. X01 memuat tahapan pendaftaran. Selambat-lambatnya 31 Maret 1978 orang asing dan penduduk sementara sudah terdaftar. Dan selambat-lambatnya pada 31 Desember 1978 semua WNI keturunan asing sudah terdaftar. Batas waktu ini rupanya tidak bisa dipenuhi. Di samping kurangnya penerangan tentang tujuan pendaftaran, terjadinya ekses juga menimbulkan keresahan mereka yang didaftar (TEMPO, 3 Februari 1979). Tidak Ingin Kembali Ditaksir ada sekitar 3 juta warga keturunan Cina di Indonesia. Menurut data dari Biro Pusat Statistik, pada 1977/1978 jumlah WN RRC di Indonesia tercatat 914.112 orang, stateless (tak berkewarganegaraan) 122.013 sedang WN Taiwan ada 1.907 orang. Belum semua daerah menyampaikan hasil penelitian kembali itu ke Departemen Dalam Negeri, antara lain Yogyakarta, Jawa Timur, Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Barat. Berapa yang belum selesai didaftar? "Mungkin sekitar 20% lagi," ujar Kepala Biro Humas Depdagri Feisal Tamin. Menurut Feisal, banyak didapati kelainan dalam penelitian kembali itu. "Ada yang dulu pernah menolak masuk WNI ternyata sekarang mempunyai bukti kewarganegaraan," katanya. Diakuinya, banyak dijumpai kesulitan dalam penelitian ini karena terbatasnya biaya, tempat yang terpencar dan kurangnya bukti atau dokumen yang dimiliki warga keturunan asing itu. Diharapkan pendaftaran ini bisa selesai menjelang akhir 1980. Kenyataan memang menunjukkan banyak yang dulu telah memilih kewarganegaraan RRC sekarang ingin menjadi WNI. Terutama mereka yang karena PP 10/1959 kemudian menyatakan ingin kembali ke RRC. Sampai Desember 1960 jumlah mereka tercatat 210.000. "Kami semua mau masuk menjadi WNI. Kami tidak ingin kembali ke RRC," ujar Cin Ci Pin (50 tahun) yang lebih dikenal dengan panggilan Si Pekak. Ia mengatasnamai 5.414 WN RRC yang ditampung di 7 tempat di sekitar Medan. Si Pekak dkk berasal dari Aceh. Akibat PP 10/1959 ada 10.912 orang Cina yang menyatakan ingin pulang ke RRC. Sampai 1966 yang sudah dipulangkan 4.251 orang. Karena pembekuan hubungan diplomatik RI-RRC pemulangan macet. Sisanya yang sudah dikumpulkan di Medan kemudian hidup di tempat penampungan, berkembang dan malah ada yang mengembangkan industri rumahtangga. Berlarutnya penampungan mereka membuat pengawasan kendur. Saat ini tidak diketahui 1.256 orang eks penampungan ada di mana. Diduga mereka diam-diam kembali ke Aceh atau menyusup tinggal di daerah yang penduduknya padat Cina di sekitar Medan. Sumber di Komdak II Sumatera Utara menyebutkan di provinsi ini ada 12.085 orang asing, terutama keturunan Cina, yang tidak memiliki dokumen imigrasi. Sedang yang belum mendaftar ulang tercatat 37.260 orang dan diperkirakan yang harus memiliki Surat Tanda Melapor Diri (STMD) di Sumatera Utara ada 156.425 orang. Ada juga warga Cina di Medan yang tidak memusingkan soal status mereka. Malah beberapa orang yang berstatus stateless justru mendapat posisi penting. Misalnya seorang yang menjabat redaksi pelaksana di salah satu koran Medan. Suprapto, Kepala Kantor Imigrasi Banda Aceh, mengakui adanya pertambahan penduduk Cina terutama di Banda Aceh. "Sulit dikontrol karena kalau mereka tidak berdomisili tetap, saya tidak bisa turun tangan," ujarnya. Menurut catatan kantornya, sampai akhir Desember 1979 terdapat 3.413 Cina warganegara asing yang tinggal di Banda Aceh. Sulitnya mengurus surat WNI bagi keturunan asing bukan rahasia lagi. "Amat melelahkan dan berbelit-belit," ujar Ku Yan Siong (44 tahun), pemilik toko Matahari di Banda Aceh. Sejak 1958 ia telah mengurusnya, namun yang ditunggunya belum juga keluar. Ia jadi pasrah. "Terserahlah, mau keluar boleh, kalau tidak juga tak apa."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus