Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari balik semak, kelompok bersenjata membalas seruan kesepuluh dengan tembakan. Sebelumnya, melalui megaphone, polisi berkali-kali meminta mereka menyerah. "Pertempuran" tak berimbang itu pecah di kawasan hutan Jati Peteng, Tuban, Jawa Timur, pukul 11.20, Sabtu dua pekan lalu.
"Sudah kami beri peringatan, tapi mereka malah menembak," kata Kepala Kepolisian Resor Tuban Ajun Komisaris Besar Fadli Samad, ketika menceritakan penyergapan itu.
Tembak-menembak berlangsung secara sporadis lebih dari satu jam. Sekitar pukul 12.40, tinggal tembakan dari arah aparat yang terdengar. Sekitar pukul 13.00, suasana benar-benar hening. Polisi dan tentara pun merangsek ke tempat kawanan itu bersembunyi. Di balik semak-semak, enam orang terkapar tanpa nyawa.
Mereka yang tewas kemudian teridentifikasi bernama Riski Rahmat asal Semarang, Satria Aditama (Semarang), Muhsinin (Temanggung), Yudhistira Rostriprayogi (Kendal), Endar Prasetyo (Batang), dan Karno (Purbalingga).
Sehari sebelumnya, Riski Rahmat berpamitan kepada ibunya, Mutiah. Warga Jalan Kerapu II, Kelurahan Kuningan, Kota Semarang, itu mengatakan hendak melamar kerja. Sewaktu pergi pagi itu, Riski naik sepeda motor. Malam harinya, seorang teman mengantarkan sepeda motor itu ke rumah Riski. Mutiah bertanya ke mana anaknya pergi. Sang teman menjawab, "Tidak tahu."
Alangkah terkejutnya Mutiah ketika puluhan polisi mendatangi rumahnya, Senin pekan lalu. Polisi memberi tahu bahwa Riski tewas setelah baku tembak dengan polisi di Tuban, Jawa Timur. Polisi menyebut Riski dan lima temannya yang tewas sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD), organisasi pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Perburuan atas Riski dan kawan-kawan merentang jauh sampai peristiwa penembakan dan peledakan di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016. Teror di sekitar pusat belanja Sarinah itu menewaskan delapan orang: empat pelaku dan empat korban. Kala itu, ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Sejak itu, polisi terus memburu jaringan teroris yang diduga dikomandoi Bahrun Naim, pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, yang bergabung dengan ISIS di Suriah. Termasuk buruan polisi adalah penyandang dana dan penyedia senjata untuk komplotan teroris Thamrin.
Polisi meringkus seorang anggota jaringan teror Thamrin ketika menggerebek rumah di Kampung Pesanggrahan, Desa Tanjung Baru, Cikarang Timur, Bekasi, pada 23 Maret lalu. Kala itu, tim Detasemen Khusus Antiteror 88 menangkap delapan orang terduga teroris. Salah satunya Suryadi Masud alias Abu Rido, 45 tahun. Polisi menyebut dia sebagai penyandang dana bom Thamrin sekaligus pembeli senjata dari Filipina. Dua pucuk pistol yang dia beli dipakai dalam teror Thamrin.
Setelah menangkap Suryadi dan kawan-kawan, polisi bergerak ke Lamongan, Jawa Timur. Target polisi kali ini seorang pria bernama Zainal Anshori. Lelaki 50 tahun itu sehari-hari dikenal sebagai pengajar di Taman Pendidikan Alquran di Dukuh Gowah, Kelurahan Belimbing, Kecamatan Paciran. Namun polisi mengidentifikasi Zainal sebagai tokoh penting JAD. "Zainal itu pimpinan JAD Indonesia yang ditunjuk Oman Abdurahman," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul. Oman alias Abu Sulaiman masih diterungku di Penjara Kembang Kuning, Nusakambangan, Jawa Tengah.
Tim Densus menangkap Zainal dan Adi Bramadinata ketika keduanya melintas di depan SMP Negeri 1 Paciran, sekitar pukul 10.30, pada 7 April lalu. Adi dan Zainal, yang mengendarai sepeda motor, tak melawan. Pada hari yang sama, polisi menangkap rekan mereka, Zainal Hasan, di tempat terpisah. Semuanya warga Lamongan.
Ketika menggeledah tempat tinggal Zainal Anshori, polisi menemukan kartu tanda identitas ISIS, bros dan ikat kepala warna hitam dengan tulisan ISIS, serta sejumlah buku tentang ISIS. Menurut Kepala Kepolisian Resor Lamongan Ajun Komisaris Besar Juda Nusa Putra, polisi juga menemukan cairan kimia sebanyak 100 mililiter yang belum diketahui jenisnya.
Penangkapan Zainal dkk memicu balasan keesokan harinya. Sekitar pukul 10.00, sebuah Daihatsu Terios melaju di kawasan hutan Jati Peteng, Kecamatan Jenu, 57 kilometer dari Paciran. Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata dari arah barat. Mobil bercat putih itu berhenti di depan pos polisi yang dijaga Ajun Inspektur Satu Yudi Suryanto dan Ajun Inspektur Dua Tatag.
Ketika pintu kaca mobil terbuka, dari dalam menyembul moncong senapan yang diikuti suara tembakan. Dua polisi itu tiarap. Namun satu peluru menyerempet pinggang kiri dan merobek sabuk kulit Yudi. "Sabuknya robek diterjang peluru," kata juru bicara Kepolisian Resor Tuban, Ajun Komisaris Elis Suendayanti.
Setelah menembaki dua polisi, pengendara Terios itu tancap gas ke arah timur menuju Kota Tuban. Aiptu Yudi mengontak pos polisi lain di wilayah Kecamatan Jenu. Dia meminta rekannya menghadang Terios pembawa komplotan bersenjata. Tak berselang lama, dari arah berlawanan, mobil Mitsubishi Kuda berkode 807 milik Kepolisian Sektor Jenu menghadang Terios itu. Di mobil polisi ada Ajun Inspektur Satu Irawan, Ajun Inspektur Satu Sulkan, dan Brigadir Kepala Budi Yulianto.
Polisi meminta pengemudi Terios berhenti dan turun. Alih-alih mematuhi perintah polisi, penumpang Terios itu malah menodongkan senjata, sebelum akhirnya berputar arah. Polisi pun mengejar mereka. Sekitar 1,5 kilometer dari tempat penghadangan, Terios putih itu berhenti. Enam penumpangnya keluar lalu berlari ke arah kebun jagung yang berjarak sekitar 50 meter dari rumah warga Desa Suwalan, Kecamatan Jenu.
Mengetahui enam orang itu bersenjata api, anggota Polsek Jenu meminta bantuan. Tak lama kemudian, bantuan dari Gegana Brimob Kepolisian Daerah Jawa Timur tiba bersama tentara dari Komando Distrik Militer 0811 Tuban. Aparat gabungan mengepung kawasan bersemak itu. Kepala Kepolisian Resor Tuban Ajun Komisaris Besar Fadli Samad dan Komandan Kodim Tuban Letnan Kolonel Sarwo Supriyo memimpin langsung pengepungan itu.
Kematian enam penumpang Terios belum menjadi akhir cerita. Serangan balasan pendukung ISIS terhadap polisi terjadi tiga hari kemudian di Banyumas, Jawa Tengah, 416 kilometer dari Tuban. Muhammad Ibnu Dar memacu sepeda motor Honda Beat hitam menerobos ke kantor Polres Banyumas. Ia menabrak Ajun Inspektur Satu Ata Suparta, lalu membacok Brigadir Kepala Karsono dan Brigadir Kepala Irfan. Ibnu Dar baru berhenti mengamuk setelah terkepung.
Sewaktu menyerang kantor polisi, Ibnu Dar mengenakan ikat kepala dengan logo mirip lambang ISIS. "Ketika diperiksa, dia hanya mengatakan thaghut, thaghut," kata Kepala Polres Banyumas Ajun Komisaris Besar Azis Andriansyah. Thagut adalah sebutan kelompok Islam garis keras terhadap pemerintah yang tidak menerapkan hukum Islam.
Menurut Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Condro Kirono, Ibnu Dar merupakan simpatisan JAD. Dia sempat berhubungan dengan Karno, orang yang tewas dalam tembak-menembak di Tuban. Setelah menggeledah rumah Ibnu di Desa Karang Aren, Kecamatan Kutasari, Banyumas, polisi mencurigai pria 23 tahun itu sedang belajar merakit bom. "Kami masih terus berkoordinasi dengan Densus, apakah kasus ini ditangani di sini atau dibawa ke Jakarta," ujar Condro, Rabu pekan lalu.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian meminta anak buahnya lebih berhati-hati setelah serangan di Tuban dan Banyumas. Menurut Tito, kedua serangan itu merupakan balas dendam kelompok teroris setelah rekan-rekan mereka satu per satu dilumpuhkan polisi. "Saya kira ini ada hubungannya dengan ISIS," kata Tito di kantor Polres Kota Besar Makassar, Rabu pekan lalu.
A. Manan, Ghoida R. (Jakarta), Jatmiko (Tuban), Nur Hadi (Sidoarjo), Edi F. (Semarang), Bethriq K.A. (Banyumas), Didit H. (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo