UNTUK pertama kalinya sebuah sekolah swasta membangun dirinya
denan kredit dari bank. Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) Ora et
Labora, yang Sabtu pekan lalu merayakan ulang tahunnya ke-17,
agaknya berhak bangga dengan gedung bertingkat tiganya kini, di
Jl. Panglima Polim I, Jakarta Selatan.
Ceritanya dimulai dari 1980. Waktu itu YPK Ora et Labora (kata
itu artinya: bekerja dan berdoa) telah berusia 14 tahun, dan
baru dua tahun membuka SMA-nya. "Tapi terasa sudah sarana
pendidikan kami sudah tidak memenuhi syarat," kata John
Riupassa, salah seorang pendiri yayasan ini. Dikisahkannya
bagaimana sekolah Taman Kanak-kanaknya pada 1977 terpaksa
dipisahkan dari gedung induk, karena kehabisan tempat.
Padahal dari segi mutu, untuk sekolah swasta, SMA Ora et Labora
di kawasan Jakarta Selatan menduduki tempat ketiga setaah SMA
Pangudi Luhur dan Tarakanita.
Waktu itulah terpikir oleh para pimpinan YPK Ora et Labora untuk
mencari pinjaman uang guna membangun dan memperbaharui sarana
pendidikan. "Kami mengajukan permohonan peminjaman kredit ke
bank pemerintah sampai dua kali, ke beberapa bank swasta tiga
kali," tutur John Riupassa pula. Tapi cuma pihak Panin Bank yang
menjawab. Setelah proses sebagaimana biasa, persetujuan
pemberian kredit yang jumlahnya lebih dari Rp 100 juta diberikan
dalam dua tahap. Pinjaman tahap kedua itu baru saja
ditandatangani, 23 Mei lalu.
Tapi mengapa yayasan ini tidak mencoba dahulu mendapatkan
subsidi dari pemerintah? "Waktu itu kebutuhan kami mendesak.
Permohonan subsidi kepada pemerintah biasanya berbelit-belit,
makan waktu lama," kata John. Dan ditambahkannya, bahwa orangtua
murid ternyata setuju bila yayasan minta kredit bank. Pun S.M.
Idroes, Direktur Sekolah Swasta Departemen P&K, dan L.E.
Golderhoff, Kakanwil P&K DKI Jakarta, menyambut baik inisiatif
kedua belah pihak. "Asal tidak merugikan salah satu pihak," kata
Idroes.
Sementara itu prestasi sekolah YPK Ora et Labora memang semakin
tampak. Pada 1981 salah seorang siswa SMA-nya memenangkan hadiah
kedua untuk lomba karya ilmiah LIPI bidang Biologi. Dan seorang
siswa lainnya meneruskan belajar di Jurusan Komputer Universitas
Ohio, AS, pada l982, sebagai hadiah karena naik tingkat dengan
nilai terbaik. "Memang, lulusan SMA kami yang diterima di PP I
selama ini tercatat baru 3 orang," kata Pattipeiluhu, kepala SMA
Ora et Labora. "Sebab, sekitar 80% lulusan sekolah ini
meneruskan belajar ke luar negeri." Harap diketahui, kelas
sosial orangtua murid di sini memang termasuk orang berada.
Pihak YPK Ora et Labora dan para orang tua murid, agaknya
sepakat untuk menanggung beban kredit di atas Rp 100 juta itu
dengan bunga 2% per bulan itu. Rumah pribadi Benny Riupassa,
juga salah seorang pendiri yayasan ini, diladikan tanggungan
kredit khusus (specific loan) itu. Bahkan uang pangkal dan uang
sekolah siswa dari TK sampai SMA turut dijadikan jaminan untuk
pinjaman berjangka waktu 18 bulan itu. "Tapi tidak berarti
dengan adanya kredit lalu kami menaikkan uang pangkal dan uang
sekolah," kata John Riupassa, 44 tahun. Orang yang pernah
menjadi manajer PT Departemen Store Sarinah tahun 1964-1965 ini,
lantas menjelaskan bahwa kredit itu tak hanya untuk membangun
gedung. "Tapi juga untuk pengadaan alat-alat olah raga, untuk
laboratorium, untuk sarana pendidikan yang lain," tambahnya. Dan
tujuannya tidak untuk meningkatkan daya tampung, "tapi untuk
meningkatkan mutu."Jumlah murid per kelas tetap akan dibatasi,
maksimal 42 orang.
Kini YPK Ora et Labora mempunyai 219 siswa TK, 675 siswa SD, 300
siswa SMP, dan 250 siswa SMA. Menurut Pattipeiluhu, uang pangkal
untuk tiap jenjang itu sekitar Rp 400 ribu. Sedangkan uang
sekolahnya antara Rp 15 ribu hingga Rp 30 ribu per bulan. Dan
untuk mengelola siswa sebanyak itu tersedia 69 guru dan 18
karyawan administrasi.
Bagi pihak Panin Bank, kredit untuk sebuah lembaga pendidikan
formal ini memang hal baru. Menurut Frankie Sondakh Asisten
Wakil Presiden Panin Bank, YPK Ora et Labora dapat pinjaman
karena memenuhi persyaratan pemohon kredit. Mempunyai program
kerja yang jelas dan terarah, mempunyai sistem administrasi yang
terkoordinasi dengan baik, dan mutu pendidikan sekolah yang
terjaga. "Dan kami sama sekali tidak memberikan keringanan apa
pun," tambah Frankie.
Dan sekalipun tanpa keringanan, pinjaman specific loan dengan
bunga tinggi sebesar 24% setahun itu ternyata telah mengundang
pula sebuah TK di kawasan Jakarta Pusat untuk minta kredit.
"Tapi tak sebesar kredit Ora et Labora," kata Frankie Sondakh.
Namun besar atau kecil kredit yang diminta, gejala keterlibatan
bank di sektor pendidikan, mungkin bisa dianggap kabar baik.
Setidaknya pihak swasta, seperti yang dilakukan YPK Ora et
Labora, mampu menyediakan sarana pendidikan dengan mutu yang
terjaga. Orang kelak mungkin mau bayar mahal untuk sekolah yang
kualitasnya baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini