BAGAIMANA sebenarnya Quran memandang wanita? Mengapa di sejumlah negeri yang Islam justru kedudukan wanita direndahkan? Riffat Hassan, wanita Pakistan yang menjadi guru besar studi- studi Islam di University of Louisville, Kentucky, Amerika Serikat, dan dosen tamu di Harvard Divinity School, sudah lama melakukan penelitan sehubungan dengan wanita menurut Quran. Salah satu penemuannya, karena adanya doktrin yang salah kaprah, yakni tentang Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, maka kedudukan wanita ditaruh di bawah lelaki. Dua pekan lalu, pemikir muslimah ini hadir di Jakarta atas undangan jurnal Ulumul Quran. Ia memberikan ceramah tentang wanita menurut Quran, antara lain di LIPI. Pendekatan Riffat lebih teologis dibandingkan pemikir Maroko, Fatma Mernissi, yang juga mencari jawab Quran memandang wanita tapi lebih dari segi sosiologis. Berikut cuplikan wawancara Wahyu Muryadi dan Dja'far Bushiri dari TEMPO dengan penulis buku, antara lain, Women in the Quran itu. Sesekali Riffat membuka The Holy Quran tulisan Maulana Yusuf Ali. Menurut Anda, bagaimana sebenarnya konsep Quran tentang perempuan? Quran memberikan kepada wanita hak-hak yang sama dengan lelaki. Saya temukan itu dalam konteks sejarah penciptaan. Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan sejajar, dari bahan serta waktu yang sama. Tak ada petunjuk dalam Quran, perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam. Apalagi disebutkan bahwa laki-laki tak lebih penting daripada perempuan dalam semua hal yang berkait dengan hak asasi pada umumnya: sosial, pendidikan, termasuk dalam hal memilih pasangannya. Tapi kenyataannya berbeda. Saya wanita muslim dan saya hadapi kenyataan itu. Hak-hak perempuan yang diterima dari Quran acap kali dinafikan oleh masyarakat muslim itu sendiri. Di samping itu, masih banyak pula perlakuan diskriminasi yang terjadi atas wanita. Inilah yang membuat saya bertekad mencari jalan keluar, sebab saya yakin semua ini bukan berdasarkan Quran. Tapi para ulama berpendapat, lelaki itu superior. Saya tahu itu. Pendapat itu terbentuk secara tradisional. Tapi saya kira upaya melakukan reinterpretasi terhadap Quran sedang terjadi saat ini. Anda tahu kan, Quran sudah diterjemahkan pria selama ratusan tahun. Dan ulama itu semuanya lelaki. Kalau wanita mulai membaca dan melakukan reinterpretasi kembali, hal itu akan membawa makna baru, kemungkinan baru. Dan mereka akan menentang ide bahwa laki-laki itu lebih superior ketimbang wanita. Quran sama sekali tidak menyebut soal superioritas itu. Ini hanya merupakan keyakinan umum, yang populer, karena laki-laki sedang berkuasa. Tapi bukankah doktrin ''Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam'' itu berasal dari Bukhari dan Muslim yang hadisnya sahih? Anda bisa menyebut sumber itu, tapi saya juga bisa mengutip sumber lain. Berdasarkan studi dan riset saya, semua itu bukan seperti yang dikatakan Quran. Superioritas yang diakui Tuhan dalam Quran hanyalah dalam hal takwa, dalam soal kebajikan yang ada pada diri Anda. Bukan dalam soal seks, misalnya. Tapi bukankah dalam Quran Surat An-Nisa ayat 34 disebutkan bahwa lelaki itu memimpin wanita? Ya, tapi saya kira masalahnya hanya pada soal salah penafsiran. Kata qawwamuuna dalam ayat itu sangat sering diterjemahkan sebagai ''pemegang kendali, master, superior''. Padahal, qawwamuuna itu dari akar kata qama, hingga makna qawwamuuna adalah ''pria menyediakan dukungan ekonomi untuk wanita''. Ini karena hanya wanita yang berfungsi melahirkan anak. Karena hanya bisa dijalankan oleh wanita, fungsi ini harus didukung oleh laki-laki. Tapi jangan diputarbalikkan, lantas diartikan bahwa laki-laki superior dan wanita dilecehkan. Ini contoh khas penafsiran yang salah itu. Ini tafsiran Anda sendiri ataukah merujuk pendapat lain? Bukan. Saya bekerja sangat keras selama bertahun-tahun. Dan saya telah menguji akar-akar tiap kata itu. Saya merekonstruksi apa arti kata itu. Bukankah bahasa Arab adalah bahasa Semit? Dan bahasa Semit itu bekerja atas dasar akar kata. Siapa ahli tafsir terbaik menurut Anda? Ini pertanyaan sulit. Saya rasa Quran itu kitab yang sudah pasti. Maka, saya rasa mufassir terbaik, dari sejumlah nama yang saya tahu, tentunya Nabi Muhammad. Dalam hal ilmuwan, saya rasa setiap ilmuwan punya ide berbeda, dan beberapa idenya bisa diambil dan lainnya tidak. Saya kira tak ada satu pun ilmuwan yang sempurna di dunia ini. Saya belajar selama dua puluh tahun, dan saya belajar banyak hal dari Iqbal, kendati pendapatnya ada yang tidak saya setujui. Juga Fazlur Rahman. Dua orang ini termasuk yang bagus dalam era kita. Khususnya Iqbal, mempengaruhi hidup saya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini