Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Taruna nusantara unjuk jago

Hasil lomba karya ilmiah remaja 1993 mengangkat pamor dangdut dan pamor sma taruna nusantara, magelang. peserta lkir tahun ini sebanyak 555 orang.

28 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SISWA-siswa SMA Taruna Nusantara, Magelang, mulai unjuk kejagoan. Sabtu dua pekan lalu, empat pelajar sekolah ini meraih tiga gelar juara yang diperebutkan 31 finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 1993. Mereka: Budi Kristia Wardana, juara pertama LKIR bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dengan karya berjudul Pemanfaatan Auksin Alami dengan Metode Pembalutan untuk Meningkatkan Keberhasilan Stek Batang Bougenville sp. Yusuf Edi Nugroho, juara kedua bidang IPA, dengan makalah Pengendalian Hama Walang Sangit dengan Memanfaatkan Darah Kambing serta Adiyanto Wibisono dan Azhari Sastranegara, juara ketiga bidang Teknologi, dengan hasil penelitian Desain Tungku Briket Batu Bara Hemat Energi dengan Efisiensi Tinggi. Keberhasilan empat siswa SMA Taruna Nusantara itu tampak terlepas dari sistem pendidikan yang diterapkan pada mereka. Di SMA Taruna Nusantara, yang didirikan atas prakarsa ABRI untuk mencetak bibit-bibit unggul, menurut Yusuf, siswa memang didorong untuk melakukan penelitian lapangan. Ia sendiri memperoleh ide untuk meneliti cara mengatasi hama walang sangit setelah acap berkunjung ke para petani yang berada di sekitar lokasi SMA Taruna Nusantara. Yusuf sering memperhatikan petani-petani itu menyemprotkan insektisida ke areal persawahan yang diserbu serangga pemakan bulir-bulir padi tersebut. Dari pengamatan di lapangan itu, Yusuf melihat penyemprotan insektisida bisa menimbulkan dampak negatif terhadap petani. ''Kerugian meliputi segi biologi, ekologi, maupun ekonomi,'' katanya. Ia mengemukakan contoh: bahwa larutan insektisida yang tertinggal di sawah bisa berbahaya buat ternak piaraan. Bagaimana membasmi walang sangit dengan cara yang aman? Menurut Yusuf, yang bercita-cita jadi insinyur pertanian, walang sangit itu dikumpulkan di satu tempat, lalu dibunuh. Cara mengumpulkan hama itu dengan menaruh darah kambing di satu tempat. ''Walang sangit tertarik pada bau amis. Dan darah kambing memiliki bau amis yang memadai,'' ujarnya. Untuk membuktikan bahwa bau amis darah kambing lebih mengundang walang sangit, Yusuf juga menggunakan bahan lain, yang juga berbau amis, seperti kepiting sawah dan terasi. Ternyata segumpal darah kambing mampu mengundang 259 ekor walang sangit, sedangkan seekor kepiting sawah dan 10 gram terasi hanya mampu memancing serangga itu masing-masing 59 dan 54 ekor. ''Artinya, di antara bau amis tiga benda itu, amis darah kambing paling efektif untuk mengumpulkan walang sangit,'' tambah Yusuf. Hanya saja tidak diungkapkan sampai jarak berapa meter bau amis itu tercium oleh walang sangit, dan berapa gumpal darah kambing dibutuhkan untuk memancing hama tersebut pada satu hektare sawah. Sementara Adiyanto dan Azhari, yang meneliti pemakaian briket batu bara, mendapat gagasan setelah berkunjung ke desa perajin keramik, Nglipoh, Magelang. Di desa itu, menurut kedua siswa SMA Taruna Nusantara ini, ada perajin yang membakar keramik dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah atau kayu. Lalu kedua remaja itu mengusulkan kepada para perajin agar membuat tungku berbahan bakar batu bara. ''Sebab persediaan minyak semakin terbatas, sedangkan batu bara masih melimpah dan belum memasyarakat,'' kata Adiyanto. Lalu kedua siswa tersebut merancang tungku briket batu bara yang efisien mampu memberikan pemanasan optimal, namun hemat energi. Kesimpulan mereka: tungku briket batu bara tertutup lebih efisien daripada tungku terbuka. Untuk LKIR bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan, gelar juara pertama diraih oleh Niniek Martini, siswi SMA Negeri I, Jember. Makalahnya berjudul Minat pelajar di Kabupaten Jember terhadap musik dangdut, suatu tinjauan kasus terhadap penggemar musik dangdut. Sebagai seorang penggemar musik dangdut, siswi kelas III ini ingin mengetahui minat pelajar di Jember terhadap musik jenis tersebut, yang sering dinilai sebagian orang sebagai musik kampungan. Niniek membagikan kuesioner kepada 217 responden, terdiri dari murid-murid SLTP dan SLTA di Kabupaten Jember, dengan dua pengelompokan: murid-murid yang tinggal di kawasan perkotaan (113 responden) dan murid-murid yang diam di pedesaan (104 responden). Dari kuesioner yang dikembalikan diketahui bahwa musik dangdut digemari 46,54% responden. Mereka yang tidak menyukai jenis musik itu sebanyak 45,62%. Mereka yang mengaku tidak tahu mengenai musik dangdut 7,83%. Kalau dipilah-pilah lagi menurut kelompoknya, ternyata sebagian besar peminat musik dangdut berada di pedesaan. Dari 104 responden yang tinggal di pedesaan, sebanyak 80,77% menyatakan suka dangdut. Sedangkan dari 113 responden murid sekolah di bilangan perkotaan hanya 15,04% yang menyukai dangdut. Sebagai karya ilmiah, hasil penelitian para pemenang LKIR memang masih memiliki sisi-sisi yang lemah. Makalah Niniek tentang dangdut, misalnya, belum menganalisa ketimpangan perbedaan minat pelajar di pedesaan dan di perkotaan. Ini juga terlihat pada 31 karya finalis, termasuk pemenang, LKIR 1993. ''Namun, untuk ukuran remaja, kualitas LKIR meningkat. Karya ilmiah para finalis tak lagi sekadar karya tulis hasil studi pustaka. Karya-karya itu umumnya sudah mengarah sebagai karya tulis hasil penelitian,'' kata Pratiwi Soedarmono, Ketua Dewan Juri LKIR ke-25. Priyono B. Sumbogo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus