Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menanti 'Fatsoen' Yudhoyono

PDI Perjuangan meminta Menteri Koordinator Politik dan Keamanan segera memperjelas sikap politiknya. Ia dianggap memanfaatkan posisinya sebagai menteri.

1 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SMITA Notosusanto terperangah melihat suasana Kota Banda Aceh. Hari itu jalan-jalan utama di ibu kota provinsi Serambi Mekah itu mendadak sangat meriah. Spanduk, bendera, dan umbul-umbul biru tua bergambar bintang bersisi tiga terpancang dan berkibaran ramai di mana-mana. Padahal, sehari sebelumnya, saat Direktur Center for Electoral Reform (Cetro) itu tiba di sana sebulan lalu, semua spanduk itu belum muncul.

Spanduk, bendera, dan umbul-umbul itu rupanya memang sengaja disiapkan Partai Demokrat Nanggroe Aceh Darussalam. Maklumlah, hari itu kandidat presiden dari partai itu, Susilo Bambang Yudhoyono, 54 tahun, yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, hendak berkunjung ke Tanah Rencong. Bahkan tak sedikit spanduk yang menampilkan wajah menteri yang dikenal berpenampilan rapi itu.

Acara Yudhoyono padat. Ia berdiskusi dengan anggota lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan kalangan LSM, termasuk Smita. Usai berdialog, Yudhoyono bertemu dengan bupati dan wali kota se-Aceh. Namun betapa kagetnya Smita ketika menyaksikan para pejabat daerah itu ramai-ramai memakai baju seragam biru Partai Demokrat. "La, ini apa tugas negara? Kok, malah kampanye," ujarnya.

Manuver Yudhoyono membetot perhatian banyak tokoh politik di Tanah Air. Apalagi suasana pemilu pun mulai menghangat. Selain semakin aktif menyambangi kiai, bekas Kepala Staf Teritorial itu pun rajin turun ke daerah. Bahkan, sejak Oktober tahun lalu, ia telah memobilisasi stafnya di Kantor Kementerian Bidang Politik dan Keamanan untuk menggelar jajak pendapat di 24 provinsi dan 24 kota/kabupaten se-Indonesia (lihat Polling Versi Merdeka Barat). Data polling kini tengah digodok di kantor Yudhoyono.

Yudhoyono nyaris lengket dengan Partai Demokrat. Saat berkunjung ke berbagai daerah, ia selalu datang dalam kapasitas sebagai menteri. Namun, saat itu pula, entah kebetulan, entah dirancang, Partai Demokrat pun menggelar acara temu kader bersama Yudhoyono. Contohnya, di Aceh tadi. Karena itu Smita menilai Yudhoyono telah melanggar Undang-Undang Pemilu karena menyalahgunakan kedudukannya sebagai pejabat negara.

Kendaraan politik Yudhoyono, kabarnya, bukan cuma Partai Demokrat. Ia disebut-sebut aktif melirik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk mendukung dirinya dalam pemilihan presiden nanti. Repotnya, menurut seorang pengurus PKB, Yudhoyono terlalu banyak maunya. Ia tak mau dipasangkan sebagai wakil presiden bersama Ketua Dewan Syuro K.H. Abdurrahman Wahid. Tapi, jika menjadi calon presiden PKB, ia tak mau berduet dengan Ketua Umum Alwi Shihab. "Maunya dia dipasangkan dengan (Ketua PBNU) Kiai Hasyim Muzadi," ujar sumber TEMPO ini.

Tapi pengamat politik Rizal Mallarangeng berpendapat lain. Ia menilai manuver Yudhoyono sebenarnya masih dalam taraf wajar-wajar saja. Karena menyadari Partai Demokrat belum jelas perolehan suaranya, Yudhoyono perlu memanfaatkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk meraih dukungan masyarakat. "Kalau dulu tetap ikut Konvensi Golkar, dia tak perlu banyak bermanuver," ujar Rizal. Yudhoyono akhirnya tak masuk bursa calon presiden Golkar sebagaimana dua seniornya: Jenderal (Purn.) Wiranto dan Letjen (Purn) Prabowo Subianto.

Sejumlah politikus PDI Perjuangan mengaku jengkel dengan sikap sang Menteri. Sebab, menurut Ketua Fraksi PDIP di DPR, Tjahjo Kumolo, selain menggelar pertemuan semacam itu, sering lulusan Akabri 1973 itu memanfaatkan posisinya untuk mendongkrak simpati masyarakat dalam kunjungan kerja. Dengan begitu, ia bisa meraih dukungan masyarakat dalam pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung nanti. "Seharusnya kendaraannya partai, bukan jalur birokrasi," ujarnya.

Manuver Yudhoyono, kabarnya, diamati Istana. Presiden Megawati Soekarnoputri, yang juga Ketua Umum PDIP, menurut sumber TEMPO di kandang Banteng, sudah bertanya-tanya. Orang dekat Mega itu menuturkan bahwa bosnya berharap agar posisi Yudhoyono dalam pencalonan presiden sudah diperjelas sebelum pemilu legislatif. "Jadi, hitam putihnya tahu, siapa yang harus cuti kampanye segala," ujar bekas perwira tinggi ini.

Keganjilan ini sempat pula disinggung di rapat kabinet. Saat memimpin sidang pada awal Januari lalu, Mega menyebut kemungkinan akan ditunjuknya Menteri Koordinator Politik baru. Soalnya dia dan beberapa menteri akan cuti selama musim kampanye. "Nanti kan saya, Pak Hamzah, Pak Yusril ikut kampanye. Pak Yudhoyono kan ikut juga, ya?" ujarnya berseloroh sebagaimana dikutip sebuah sumber. Inilah pertama kalinya Mega menempatkan Yudhoyono sebagai salah satu kontestan dalam pemilu presiden mendatang.

Pengurus teras PDIP memang pernah mengusulkan agar Mega segera mengganti Yudhoyono. Beberapa nama yang beredar adalah Menteri Perhubungan Agum Gumelar dan bekas Panglima Kodam Udayana, Mayjen (Purn.) Theo Syafei. Namun Mega tak menanggapi secara eksplisit. "Ibu akan menanyakan dulu kepada sejumlah menteri yang disebut-sebut akan maju menjadi calon," kata Wakil Sekjen PDI Perjuangan, Pramono Anung.

Namun yang disindir masih tenang-tenang saja. Menurut bekas Ketua Fraksi TNI/Polri di DPR, Letjen (Purn.) Agus Widjojo, Yudhoyono hingga kini belum memutuskan apakah dirinya benar-benar akan maju dalam pencalonan presiden nanti. Keputusannya masih menunggu hasil pemilu legislatif. Setidaknya, setelah April, barulah ia mengambil keputusan apakah dirinya harus mundur dari kabinet. "Ia memang selalu penuh perhitungan," ujar kolega dekat Yudhoyono ini.

Apa kata Yudhoyono? Isyarat itu ia munculkan usai menutup acara Rapat Pimpinan Pemuda Panca Marga di Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis pekan lalu. Kata dia, pada saatnya nanti para menteri yang diangkat Presiden, dan akan berkompetisi dengan Presiden yang telah mengangkatnya, hampir pasti akan mengundurkan diri. "Itu yang terbaik, dan fatsoen mengharuskan demikian," ujarnya. Kita tunggu saja.

Hanibal W.Y. Wijayanta, Widiarsi Agustina, Jobpie Sugiharto, Tempo News Room

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus