Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cekal Dilawan dengan Dangdut

Diberitakan dicekal Amerika, Wiranto malah bergoyang dangdut. Jaringan Aksi Timor Timur berada di belakang pencekalan?

1 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERIBAHASA "alah bisa karena biasa" tampaknya tepat dikiaskan ke Wiranto. Sering diterpa berita miring tak membuat sang Jenderal uring-uringan. Tengok, alih-alih mengurung diri atau bersembunyi di tempat tetirah setelah diberitakan masuk daftar cegah-tangkal (cekal) pemerintah Amerika Serikat, Wiranto bahkan sibuk wira-wiri ke daerah-daerah.

Sabtu dua pekan lalu, hanya sehari setelah kabar cekal itu dilansir di The Washington Post, dengan wajah ceria di sepanjang acara, Wiranto hadir dalam pertemuan Paguyuban Pasundan di Bandung. Bahkan ia terkesan asyik saat disambut alunan tembang Cianjuran. Padahal betapa serius masalah yang tengah dihadapinya—andai berita itu benar. The Post menyatakan, Wiranto dianggap terlibat dalam kekacauan pasca-jajak pendapat di Timor Timur sehingga masuk daftar cekal negara tersebut. Bersamanya, masuk lima nama koleganya.

Luputkah berita itu dari pengamatannya? Tidak juga. "Saya juga dengar. Biasa saja, setiap minggu memang ada isu negatif tentang saya," jawabnya kalem kepada Bobby Gunawan dari TEMPO.

Mencoba kalem? Wallahualam. Yang jelas, seminggu kemudian, Wiranto malah asyik berjoget dangdut di Desa Sawojajar, Brebes, Jawa Tengah. Bersamanya turut bergoyang ratusan penonton dan pengusaha warung tegal se-Jabotabek dan Karawang yang tergabung dalam Paguyuban Pengusaha Warung Tegal, organisasi yang mendaulatnya sebagai pembina.

Namun menafikan sama sekali berita tersebut juga tidak. Meski tidak grasa-grusu, dalam pertemuan di Bandung itu Wiranto telah menampik. Menurut Wiranto, ia telah meminta timnya mengklarifikasi kebenarannya pada Kedutaan Besar AS di Jakarta. Hasilnya? "Yang jelas, daftar itu tidak akan diumumkan dan tidak ada nama Bapak (Wiranto) di sana," kata Tito Sulistyo, manajer kampanye sang mantan Menteri Pertahanan-Keamanan/Panglima ABRI. Tito juga mengatakan, selama ini, pihaknya tidak pernah meminta visa ke Amerika. "Undangan dari pengusaha sana sih banyak," kata Tito. Menurut bekas pemain di lantai bursa ini, untuk persiapan pemilihan umum, ada kira-kira 375 kota yang harus didatangi, dengan sisa waktu 70-an hari saja. "Mana mungkin sempat," ujarnya.

Wiranto sempat menuding ada pihak lain yang dengan sistematis ingin melakukan pembunuhan karakter terhadap dirinya. "Mungkin terkait dengan pencalonan saya sebagai presiden," katanya.

Soal pembunuhan karakter itu diangguki Yasril Ananta Baharuddin, anggota Komisi Pertahanan, Keamanan dan Luar Negeri. "Hanya, kalau memang dilakukan pemerintah Amerika, itu keterlaluan," katanya. Menurut dia, bila benar dicekal, itu merupakan campur tangan pada urusan dalam negeri negara lain. "Mungkin untuk mempengaruhi pemilih pada pemilu nanti," ucap Yasril.

Ibarat kaca buram, kebenaran berita itu sendiri masih kabur. Pemerintah AS sendiri hingga kini terkesan enggan membukanya dengan gamblang. Mereka tidak mau mengakui pencekalan itu, tapi juga tidak menolaknya.

Namun adanya daftar cekal dibenarkan sumber TEMPO di Departemen Luar Negeri AS. Hanya, kata juru bicara departemen tersebut, Richard Boucher, kepada Supriyono dari TEMPO, pihaknya mustahil menyebut nama orangnya. "Ada jutaan orang di dunia ini. Saya tidak ingin memulai tanya-jawab apakah mereka semua dipersilakan masuk negeri ini atau tidak," katanya. Ia juga menolak menjawab ada-tidaknya nama Wiranto dalam daftar itu. "Hukum kami melarangnya," katanya.

Yang muncul ke permukaan justru klaim dari Jaringan Aksi Timor Timur (ETAN), sebuah LSM Amerika yang mengurusi masalah Timor Timur. Menurut juru bicara ETAN, John M. Miller, pihaknyalah yang berada di belakang munculnya enam nama petinggi dan mantan petinggi TNI di dalam daftar kontroversial tadi. Mereka menyatakan telah mendesak pemerintah dan senat AS agar memasukkan lima nama (bekas) petinggi TNI, selain Wiranto, ke dalam daftar.

"Target kami adalah digelarnya sebuah pengadilan internasional untuk kasus (Timor Timur) ini," kata Miller melalui jaringan telepon internasional. Benarkah klaim ETAN itu? Sulit dipastikan karena pemerintah AS enggan mengungkapnya.

Darmawan Sepriyossa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus