Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pakar hukum mendukung Ombudsman agar merekomendasikan pembatalan hasil tes wawasan kebangsaan pegawai KPK.
Pengingkaran KPK untuk menjalankan saran korektif Ombudsman dianggap perbuatan tidak etis bagi lembaga penegak hukum.
Ombudsman mengkaji keberatan pimpinan KPK untuk mengangkat 75 pegawai KPK menjadi ASN.
JAKARTA – Pakar hukum dan kelompok masyarakat sipil mendukung Ombudsman Republik Indonesia segera merekomendasikan pembatalan hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Dukungan ini mengemuka setelah pimpinan KPK mengingkari saran korektif Ombudsman terhadap pelaksanaan tes wawasan kebangsaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan Ombudsman seharusnya mengeluarkan rekomendasi setelah KPK menolak melaksanakan tindakan korektif Ombudsman terhadap proses tes wawasan kebangsaan. Rekomendasi Ombudsman itu ditujukan kepada KPK sebagai terlapor; Presiden Joko Widodo sebagai atasan terlapor; serta pelapor, yaitu 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rekomendasi itu menjadi kekuatan sendiri bagi temuan Ombudsman bahwa mereka sudah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya,” kata Feri, kemarin.
Namun Feri mengingatkan Ombudsman agar tidak terjebak dengan pernyataan pimpinan KPK saat konferensi pers dua hari lalu. Ia menyarankan Ombudsman tetap fokus menjalankan kewenangannya sesuai dengan undang-undang dan tak perlu menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Menurut Feri, pimpinan KPK sesungguhnya melakukan sejumlah kelalaian dalam proses tes wawasan kebangsaan sesuai dengan temuan Ombudsman. Ia mencontohkan, nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa serta kontrak swakelola antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang dibuat bertanggal mundur. Waktu pembuatan nota kesepahaman itu pada 8 April 2021 dan kontrak swakelola pada 26 April 2021. Tapi dua kontrak ini seolah-olah dibuat dua bulan sebelumnya, yaitu pada 27 Januari 2021, agar terkesan perjanjian dibuat sebelum pelaksanaan tes wawasan kebangsaan pada 9 Maret lalu.
“Itu coba hendak dilupakan pimpinan KPK. Pejabat negara sudah ditegur agar jalankan proses administrasi dengan baik dan berbenah, malah itu tak dilakukan,” ujar Feri.
Pada 21 Juli lalu, Ombudsman mengumumkan hasil penyelidikan lembaganya terkait dengan pengaduan atas dugaan pelanggaran administrasi pelaksanaan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Ombudsman menyimpulkan bahwa KPK dan BKN telah melakukan penyimpangan prosedur atau maladministrasi serta menyalahgunakan wewenang dalam proses tes wawasan kebangsaan.
Ombudsman lantas meminta KPK mengoreksi nasib 75 pegawai komisi antirasuah yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi aparat sipil negara. Lembaga ini meminta 75 pegawai KPK itu diangkat menjadi aparat sipil negara sebelum 30 Oktober 2021. Di antara pegawai KPK yang tidak lolos tes itu merupakan penyidik dan penyelidik yang tengah menangani kasus korupsi kakap, seperti korupsi bantuan sosial Covid-19 dan suap izin impor benih lobster. Mereka antara lain Novel Baswedan, Harun Al Rasyid, Yudi Purnomo Harahap, Ambarita Damanik, dan Andre Dhedy Nainggolan.
Wakil ketua KPK Nurul Gufron diperiksa terkait dugaan pelanggaran HAM pada proses tes wawasan kebangsaan 75 pegawai KPK di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 17 Juni 2021. TEMPO/Imam Sukamto
Ombudsman sesungguhnya memberikan waktu kepada KPK selama 30 hari untuk melaksanakan saran korektif tersebut. Namun pimpinan KPK justru menyangkal temuan Ombudsman ini. Saat konferensi pers dua hari lalu, Nurul Ghufron menyatakan lembaganya berkeberatan melaksanakan saran korektif tersebut. Ia justru menyerang balik Ombudsman dengan menuding lembaga itu telah melanggar undang-undang; melampaui wewenang; melakukan maladministrasi; melanggar kewajiban hukum; serta tidak berdasarkan bukti, tak konsisten, dan logis.
“Pokok perkara yang diperiksa Ombudsman merupakan pengujian keabsahan formal pembentukan aturan yang merupakan kompetensi absolut Mahkamah Agung,” kata Ghufron.
Saat konferensi pers, Ghufron tak menjelaskan mengenai pembuatan perjanjian kerja sama antara KPK dan BKN yang bertanggal mundur itu. Dalam dokumen KPK yang disampaikan kepada Ombudsman, di situ mereka menjelaskan dua perjanjian kerja sama tersebut. KPK menjelaskan, jika nota kesepahaman itu dianggap bermasalah, tidak akan berdampak pada pelaksanaan dan hasil tes wawasan kebangsaan. “Karena mempermasalahkan nota aquo tidak relevan terhadap pelaksanaan dan hasilnya,” demikian pernyataan KPK dalam dokumen itu.
Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, sependapat dengan Feri Amsari. Ia mengatakan sudah waktunya Ombudsman mengeluarkan rekomendasi lantaran KPK dengan jelas menolak melaksanakan saran korektif tersebut. Zaenur pun meminta Presiden Joko Widodo lebih aktif memperhatikan masalah ini.
Zaenur menjelaskan, Presiden Jokowi sebagai pembina tertinggi kepegawaian dapat memberi solusi atas permasalahan tersebut. “Ini menjadi solusi dari keengganan pihak-pihak penyelenggara negara untuk patuh hukum. Presiden ada kewajiban (proaktif) sehingga pidatonya yang dulu terwujud,” katanya.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, pun menyarankan Ombudsman tidak lagi membuka mediasi lantaran KPK menolak menjalankan tindakan korektif tersebut. “Jauh lebih baik Ombudsman segera mengeluarkan rekomendasi dan sampaikan rekomendasi itu kepada Presiden,” kata Kurnia.
Kurnia mengimbuhkan, ketika rekomendasi Ombudsman disampaikan kepada Presiden Jokowi, ia berkewajiban secara aktif memastikan putusan Ombudsman dijalankan. “Kalau Presiden sudah memegang rekomendasi (Ombudsman), dia harus segera melantik 75 pegawai KPK menjadi ASN,” ujar Kurnia.
Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, ikut menyayangkan penyangkalan KPK untuk menjalankan saran korektif dari Ombudsman. Bambang menilai pimpinan KPK periode ini justru menunjukkan sikap pembangkangan terhadap hukum. “Apa yang dilakukan ketua dan pimpinan KPK di luar etik dan keadaban seorang pimpinan lembaga penegakan hukum serta secara sengaja menghina dan merendahkan kehormatan institusi KPK sendiri,” kata Bambang.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, yang dimintai konfirmasi, hanya menjawab singkat. Ia mengatakan surat keberatan KPK terhadap laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman sudah diserahkan kepada Ombudsman, kemarin pagi. “Sudah diserahkan dan diterima Ombudsman pagi ini (kemarin),” kata Ali.
Seorang pejabat Ombudsman mengatakan surat keberatan KPK berkode rahasia itu diantar oleh staf atau kurir komisi antirasuah ke kantor Ombudsman. Lalu petugas jaga di lantai 1 kantor Ombudsman menerima surat tersebut. “Unit kerja di Ombudsman sudah terinformasi dan akan mempelajari isi dari dokumen tersebut,” katanya.
Ketua Ombudsman Mokhammad Najih menjawab diplomatis ketika dimintai konfirmasi soal kesiapan lembaganya mengeluarkan rekomendasi atas pelaksanaan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. "Hari ini baru diterima surat keberatan KPK atas LAHP ORI,” katanya. “Kami sedang mempelajari dan dianalisis oleh tim yang membidangi."
DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo