Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menelan Ludah Sendiri

Keputusan kontroversial Presiden dalam pengangkatan Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan.

6 Mei 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


BARANGKALI yang konsisten dalam kebijakan pemerintahan Abdurrahman Wahid adalah justru inkonsistensinya. Setelah memecat Soeripto, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, dengan alasan terlalu tua, kini Presiden mendudukkan orang yang sudah pensiun ke kursi inspektur jenderal di departemen yang sama.

Dua pekan lalu, Mulyono Sulaiman, mantan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, dilantik untuk jabatan baru itu, dan menjadi buah bibir di lingkungannya. Menteri Kehutanan Marzuki Usman, yang melantiknya, menjawab tanpa beban tentang alasan pemilihan Mulyono. "Saya tidak tahu pasti. Tanya saja Presiden. Soalnya, yang nyuruh itu Presiden," kata Marzuki saat itu.

Penunjukan Mulyono ini, yang tertuang dalam keputusan presiden bernomor 125/M/2001, juga menjadi bisul baru konflik Presiden dengan Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri. "Penunjukan itu langsung, tanpa melalui Mega," kata sumber TEMPO di Departemen Kehutanan. Padahal, setidaknya Presiden harus mendengar lebih dulu pendapat Mega, sebagai ketua tim penilai akhir yang berwenang memberikan saran dan alternatif calon pejabat.

Meski tidak menampik, kalangan Kantor Wakil Presiden terkesan menghindar saat ditanya soal tidak dilibatkannya Mega dalam hal ini. Kepada TEMPO, Sekretaris Wakil Presiden Bambang Kesowo menyatakan tak mungkin ia mengingat nama-nama calon pejabat itu satu per satu. "Sebagai ketua tim penilai akhir, memang Ibu Mega memberikan masukan kepada Presiden," katanya, "tapi saya tak ingat nama-nama mereka."

Pengangkatan itu juga dianggap menyalahi Undang-Undang Nomor 8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian bahwa seorang pensiunan pegawai negeri tak bisa lagi diangkat sebagai pegawai. Kasus Mulyono termasuk dalam hal ini. Sebelumnya, pada 4 Februari 2000, melalui surat bernomor R.06/Seskab/II/2000, Sekretaris Kabinet Marsilam Simanjuntak sudah menegaskan Presiden tak akan lagi mengangkat pensiunan pegawai negeri. Dengan pengangkatan Mulyono, Presiden telah menelan ludahnya sendiri.

Di lingkungan Departemen Kehutanan, pengangkatan itu juga dikecam. Praktisi dan pengamat kehutanan Transtoto Handadhari juga menyesalkan cara-cara Presiden melakukan pengangkatan orang luar, yang mungkin akan menyebabkan ketidakselarasan dengan pegawai-pegawai intern departemen yang lama telah meniti karirnya. Ia menyadari kewenangan pemerintah mengangkat siapa pun calon yang dianggap mampu. "Tapi seharusnya pemerintah menjaga perasaan mereka yang berkarir di kehutanan," katanya. Ia menilai, jabatan karir sampai eselon 1, idealnya, menjadi ajang kompetisi di antara karyawan Departemen Kehutanan sendiri. "Itu akan memicu prestasi kerja mereka," ujarnya.

Campur tangan yang terang-terangan dari Presiden ini mengundang prasangka. Meruaplah isu bahwa Mulyono memang ditempatkan di Departemen Kehutanan untuk menjadi mesin uang buat kepentingan Presiden. "Saya tak tahu itu," jawab Mulyono Sulaiman kepada TEMPO. Menurut Mulyono, ia telah menjalani prosedur biasa untuk mendapat jabatan tersebut. "Saya memang dipromosikan atasan saya, Kapolri, untuk jabatan ini," katanya.

Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy menyatakan kecewa atas kasus Mulyono. Ia sangsi apakah benar hanya ada satu calon untuk jabatan inspektur jenderal tersebut, yaitu Mulyono. Selain itu, penunjukan langsung oleh Presiden melanggar Keppres 121/2000 tentang pendelegasian tugas kepada Wakil Presiden Megawati. "Itu melanggar prinsip dalam Keppres 121," ujar Ichsanuddin.

Bagi Awal Kusumah, Ketua Komisi III DPR, yang antara lain membidangi kehutanan, pengangkatan Mulyono memang menyalahi prosedur. Tapi, baginya, itu adalah urusan internal administrasi pemerintah, yang tak perlu dipersoalkan DPR. "Hanya, bagaimanapun, itu menunjukkan ketidakkompakan mereka," katanya.

Tanpa standar yang jelas dan koordinasi yang tuntas dengan semua pihak berwenang, pengangkatan pejabat birokrasi akan senantiasa menimbulkan kecurigaan dan konflik baru.

Darmawan Sepriyossa, Andari Karina Anom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus