KETIKA dia dilantik sebagai Rektor Unpad (Universitas
Pajajaran), mahasiswa Indonesia sedang gelisah. Peristiwa 15
Januari 1974 masih meinggalkan luka-lukanya. "Saat itu memang
menegangkan bagi saya," tutur Prof. Dr. Hindersah Wiraatmadja,
58 tahun. "Mahasiswa dibiarkan saja salah. Kalau ditindak, juga
bukan penyelesaian."
Rektor ke ini di Unpad terpilih dua kali, 1974 dan 1978. Tak
lama lagi ia mengakhiri tugas kerektorannya. Unpad tampak
berkembang selama pimpinannya.
"Sebetulnya saya dulu bercita-cita jadi wiraswasta, maka saya
masuk Fak. Ekonomi UGM," tutur orang kelahiran Ciamis (Jawa
Barat) ini. "Tapi nasib, eh, kok lain." Lulus dari UGM 1954, dia
diangkat sebagai guru besar dalam Ekonomi Perusahaan pada 1965.
Dia mengaku dirinya "tidak mempunyai keahlian istimewa, tapi
selal dipercaya menjadi pemimpin." Tahun 1966-1969, bapak dari
empat anak ini menjadi Pembantu Rektor 11 Unpad. Kemudian
1973-1974 dia diangkat sebagai Rektor Universitas Tanjungpura,
Pontianak. Dan ketika Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Rektor
Unpad kala itu, diangkat menjadi Menteri Kehakiman, Hindersah
menggantikannya.
Banyak hal telah mengganggu benak rektor yang senang musik dan
tenis ini. Seperti para rektor di Indonesia yang lain, misalnya,
dia ingin mendisiplinkan dosen-dosennya. Dia pun prihatin
melihat gaji dosen yang kecil. "Saya harus bangga dengan
dosen-dosen yang tetap bertahan, tidak goyah, meski di luar
universitas mereka bisa mendapat penghasilan yang lebih besar,"
katanya.
Sehabis masa jabatannya ini, Hindersah akan menjadi anggota
DPR/MPR mewakili Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini