Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Bukan lagi universitas pesta

Unpad genap 25 th, jumlah lulusan meningkat, dokter cukup banyak, kampus terpecah di 6 tempat, membina 54 perguruan tinggi swasta di jawa barat. (pdk)

25 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNIVERSITAS Pajajaran, yang di awal Orde Baru mendapat julukan "unpes" alias universitas pesta, Sabtu ini genap 25 tahun. Dan seperti ingin membuktikan bahwa mereka tidak hanya bisa berpesta, sekali ini diwisuda 1.195 sarjana baru dari 11 fakultas. Angka itu cukup produktif (10% lebih dari hampir 12.000 mahasiswa Unpad kini) bila dibandingkan dengan target nasional yang hanya mencantumkan angka 8%. Berangkat dengan empat fakultas (Hukum dan Pengetahuan Kemasyarahtan, Kedokteran, Ekonomi, Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dengan sekitar 1.800 mahasiswa, sejak awal universitas ini sudah mendapat kepercayaan besar. Januari 1958, baru 3 « bulan berdiri, Unpad ditugasi menyelenggarakan konperensi antar universitas seluruh Indonesia. Dan tahun itu juga universitas ini diminta membantu Universitas Andalas, adang, yang waktu itu hampir rak bisa berjalan. Sejumlah tenaga pengajar Unpad kemudian memberi kuliah pula di ladang. Tapi memang baru pada periode Prof. R.S. Soeriaatmadja (1966-1973), ektor ke-4, ada rencana pembinaan akademis yang jelas. Toh, program pembinaan tiga tahun yang diletakkan oleh Soeriaatmaja belum tampak betul hasilnya. Bahkan rencana pengembangan lima tahun yang diresmikan oleh rektor ke-5 (1973-1974), Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmldja Menlu sekarang, baru tcrasa hasilnya pada 1979. Misalnya, hingga 1978 lulusan Unpad tiap tahunnya belum melebihi 5,6%. Baru sejak 199 ada peningkatan sedikit demi sedikit dan tahun ini angka itu menjadi 10% lebih . Kuncinya? "Sifat keteladanan," kata Prof. Dr. Hindersah Wiraatmadja, rektor ke-6. Maka sejak dua tahun lalu dosen Unpad pun diabsen, walaupun belum merata di semua fakultas, kata Dr. Harsono, Kepala Biro Perencanaan. Dan sanksinya pun tidak jelas, tapi ada hasilnya. Sebelumnya di universitas ini dikenal dua sebutan dosen: Dosen luar biasa dan dosen (yang) biasa di luar. Tapi jangan ditanya hal kualitas para lulusan. Rektor Hindersah sendiri belum tahu tolok ukurnya, meskipun dalam Dies Natalis ke-18, 1975, ia menyatakan bahwa lulusan Unpad "cukup memuaskan". Selama 25 tahun ini Unpad jelas telah meluluskan 48 doktor--separuhnya dalam lima tahun terakhir. Terbanyak adalah doktor Fakultas Pertanian (22 orang). Staf pengajar Unpad sendiri kini berjumlah lebih dari 1.250--di antaranya 55 doktor. Dari hasil 200 penelitian oleh kalanan Unpad, karya yang paling unik datang dari Fak. Ekonomi. Fakultas yang kini dipimpin oleh Yuyun Wirasasmita ini pernah meneliti sektor informal mnlai penjual sayur keliling, pengrajin sepatu sampai pedagang kaki lima. Bekerja sama dengan Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan sebuah yayasan dari Jerman, mereka pernah pula (tahun 1979) menyelenggarakan seminar tentang sektor informal itu. Yang menonjol berkembang adalah Fak. Pertanian. Di Desa Arjasari, Kecamatan Banjaran, fakultas ini mempunyai (200 ha tanah) Pusat Latihan Penyuluhan Terpadu. Tahun ini 210 pesertanya. "Lulus dari latihan itu, mereka ditanggung bisa membimbing petani jenis apa pun," ujar Dr. Harsono. Di sana diajarkan segala macam ketrampilan bidang pertanian, juga manajemen. MASUK dalam kelompok Proyek Perintis I, Unpad memang tidak mandek. Perpustakaannya -- dengan gaya bangunan Skandinavia yang banyak menggunakan kaca, termasuk sebagian atapnya-- kini mempunyai koleksi hampir 56 ribu buku. Rata-rata 600 mahasiswa datang ke situ setiap hari. Tapi perpustakaan ini hanya dikelola 26 karyawan. "Kurang sekali itu," tutur Sledarminto, kepala perpustakaannya. Keadaan laboratorium rupanya memadai. "Di Unpad fasilitas lengkap,' kata Andries Justriandries, mahasiswa Biologi. Inisiatif yang dipandang bermanfaat selalu didukung universitas. Kemah Kerja Mahasiswa, misalnya, mereka bina sejak tiga tahun lalu. Lewat wadah ini mahasiswa Unpad antara lain ikut memperbaiki saluran air sepanjan 160 km, dan membantu menanggulangi musibah Galunggung. "Kami mendapat bantuan universitas," kata ketuanya, Teguh, mahasiswa Fak. Publisistik. Dan kini Unpad bertugas membina 54 perguruan tinggi swasta di Jawa Barat. "Ini memusingkan," kata Rektor Hindersah, yang berakhir masa jabatannya tahun ini. "Pernah ada permintaan akan 73 dosen untuk Fak. Pertanian. Terang saya tolak. Habis, Unpad hanya punya 142 dosen Fak. Pertanian." Dari sekian banyak (10.700-an) alumnusnya, Ilsa Sri Laraswati saja yang menolak pelantikan "yang mahal ini". Sekarang bekerja di Kanwil Dep. Keshatan Jawa Barat, dr. Ilsa dulu berpendapat, bahwa toga dan sebagainya mahal harganya. "Tapi tahun 1977 itu saya hanya menyuarakan pendapat temanteman." Kini toga di sana tidak usah dibeli, cukup disewa saja. Tapi Unpad pekan ini belum utuh. Sebelas fakultasnya masih terpisah di enam tempat di Bandung. Ada rencananya membuka kampus baru di Jatina ngor, 20 km arah timur Bandung. Di sana sudah tersedia tanah 75 ha.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus