Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Sejumlah anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi pendidikan, mencecar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim ihwal pembentukan tim atau organisasi bayangan di tubuh Kementerian. Dalam rapat kerja Komisi X DPR kemarin, anggota Dewan menilai Nadiem bergerak sendiri tanpa ada kejelasan mengenai program yang dilakoni tim tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, menyebutkan frasa tim atau organisasi bayangan (shadow organization) yang disampaikan Nadiem dalam forum resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 19 September lalu sangat berlebihan. Selain itu, pembentukan tim tersebut terkesan merendahkan sumber daya manusia Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). "Perlu ada penjelasan resmi ke Komisi X perihal peran, fungsi, dan anggarannya dalam Kemendikbudristek," kata Abdul Fikri, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agenda rapat kemarin sedianya membahas penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kemendikbudristek 2023. Penyesuaian RKA dilakukan berdasarkan hasil pembahasan dengan Badan Anggaran DPR. Namun, dalam beberapa hari terakhir, pembentukan tim bayangan oleh Nadiem kadung bikin heboh. Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan tengah mengaudit masalah tim bayangan tersebut dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).
Sebelumnya, Menteri Nadiem mengungkap keberadaan tim bayangan itu dalam forum United Nations Transforming Education Summit di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Senin pekan lalu. Saat itu, ia mengatakan tim ini beranggotakan 400 orang yang berasal dari berbagai latar belakang profesi, dari manajer produk, software engineer, hingga data scientist. Menurut Nadiem, tugas utama tim ini adalah membantu kementerian yang dipimpinnya mendesain produk pendidikan. Tim ini juga akan dimintai bantuan untuk memvalidasi kebijakan melalui survei terhadap guru.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Komisi X DPR mempersoalkan keberadaan tim bayangan Nadiem tersebut lantaran merasa tak pernah tahu ataupun dilibatkan dalam pembahasan pembentukannya. Abdul Fikri Faqih mendesak Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek mengaudit sejauh mana sistem kerja dan peran tim bayangan tersebut, terutama ihwal penggunaan dan pertanggungjawaban anggarannya. "Ini karena dalam statement Nadiem bahwa ketua tim shadow ini setara dengan direktur jenderal," kata politikus dari Partai Keadilan Sejahtera itu.
Dalam rapat kerja Komisi X kemarin, Nadiem sebenarnya telah mengklarifikasi sejumlah pernyataannya dalam forum PBB ihwal tim khusus tersebut. Ia pun mengaku keliru menyebut tim itu sebagai shadow organization. "Yang saya maksudkan itu sebenarnya organisasi ini adalah mirroring terhadap kementerian kami," kata Nadiem, kemarin. Dia menjelaskan, maksud dari mirroring adalah setiap direktorat jenderal di Kemendikbudristek dapat menggunakan tim tersebut untuk membantu mengimplementasikan kebijakan lewat penggunaan platform teknologi.
Menurut Nadiem, terobosan yang ia lakukan lewat tim khusus ini mendapat apresiasi dari perwakilan negara lain. "Inovasi yang sangat dihormati negara lain adalah cara birokrasi kami, cara aparatur sipil negara yang hebat dalam Kemdikbudristek," kata dia. "Kami tidak memperlakukan mereka sebagai vendor, walaupun secara kontraktual sudah jelas bahwa mereka vendor."
Namun penjelasan pendiri dan mantan Chief Operating Officer PT Aplikasi Karya Anak Bangsa—operator Gojek—tersebut tak memuaskan anggota Dewan. Anggota Komisi X DPR, Djohar Arifin Husin, mempertanyakan dasar hukum, sumber pendanaan, hingga ada-tidaknya kajian pembentukan tim itu. Seperti halnya anggota Komisi X DPR lainnya, politikus Partai Gerindra itu menyatakan tak pernah tau adanya tim khusus tersebut.
"Apa yang disampaikan di PBB hebat, tapi apa bisa diikuti? Indonesia begitu luas. Beribu pulau, dan teknologi informasi kita belum mampu jaringannya. Masih banyak sekolah atapnya bocor. Mau ikut tingkat dunia, apa mungkin?" kata Djohar.
Keraguan yang sama juga diungkapkan anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru. Ia mempertanyakan pernyataan Nadiem yang menyebutkan sejumlah posisi di tim khusus ini memiliki kewenangan yang setara dengan direktur jenderal. "Apabila itu benar, menurut kami, ini sudah menyalahi susunan organisasi tata kerja dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara," kata Ratih.
Anggota Komisi X DPR, Ratih Megasari Singkarru. Dpr.go.id/Devi/nvl
Hampir semua anggota Komisi X yang bertanya dalam rapat ikut mengungkit masalah pembentukan tim bayangan di Kemendikbudristek. Mereka menyoroti kebijakan Kementerian yang berpotensi memperpanjang berbagai kegaduhan yang muncul pada setiap kebijakan baru Menteri Nadiem. "Saya khawatir ada gejolak nanti di dunia pendidikan karena stakeholder sudah lelah. Belum selesai episode ini, ada episode lain," kata Djohar.
Kegaduhan belum lama ini muncul seiring dengan usulan pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Disusun oleh Kemendikbudristek, draf RUU Sisdiknas dinilai sarat dengan pasal bermasalah. Draf RUU Sisdiknas dianggap menggerus hak-hak para pendidik, berpotensi menjadikan kampus sebagai ladang komersialisasi pendidikan, serta mengabaikan pembuatan cetak biru pendidikan di masa depan yang lebih penting. Munculnya kegaduhan ini mendorong Badan Legislasi DPR menolak masuknya RUU Sisdiknas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
Rapat kerja Komisi X DPR dan Menteri Nadiem kemarin ditutup dengan persetujuan atas pagu definitif Kemendikbudristek dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 sebesar Rp 80,22 triliun. Sekretariat Jenderal dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi akan menjadi pelaksana anggaran terbesar, masing-masing Rp 34,04 triliun dan Rp 29,3 triliun. Adapun berdasarkan program, anggaran terbesar akan dialokasikan untuk pendidikan tinggi dan dukungan manajemen masing-masing RP 31,52 triliun dan Rp 19,83 triliun.
Namun dalam kesimpulan juga tercatat bahwa Komisi X DPR menekankan agar Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek mengevaluasi program prioritas periode 2020-2022. Kajian ihwal evaluasi tersebut harus disampaikan kepada Komisi X paling lambat 15 Desember 2022. Kementerian juga diminta menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dan catatan rapat yang disampaikan anggota DPR paling lambat 3 Oktober mendatang.
Direktur Utusan Khusus tentang Pendidikan Vox Point Indonesia, Indra Charismiadji, menilai keberadaan tim khusus ini berpotensi melanggar banyak regulasi. Bukan hanya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yang mengatur struktur organisasi dan tata kerja (SOTK), juga berpotensi diterabas. "Terlepas mau dikatakan dia (caranya) out of the box, tapi apa yang dilakukan sangat berpotensi melanggar (regulasi-regulasi) itu," kata Indra, kemarin.
Indra juga menyoroti langkah Menteri Nadiem yang mengambil para profesional untuk mengisi tim bayangan tersebut. Dia menilai langkah tersebut menunjukkan bahwa Nadiem gagal menjalankan tugasnya sebagai menteri, terutama dalam mengembangkan SDM Kemendikbudristek. "Kalau dia enggak bisa membangun SDM di kementeriannya sendiri, apa mungkin dia membangun SDM se-Indonesia? Itu yang menurut saya penting dan jadi concern utama," ucap Indra.
EGI ADYATAMA | AVIT HIDAYAT | TIMOTHY NATHANIEL (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo