Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Terjadi di Ujungpandang ?

Di Ujungpandang timbul kerusuhan, untuk protes terhadap kewajiban memakai helm. Aksi unjuk rasa menimbulkan ketegangan antara perusuh & petugas keamanan. Sejumlah orang sempat ditahan yang berwajib.

7 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI Senin malam pekan ini petugas keamanan masih kelihatan berjaga-jaga di berbagai tempat strategis di Kota Madya Ujungpandang. Apa gerangan yang terjadi? Kepada wartawan di Bina Graha, Senin lalu, Panglima ABRI/Pangkopkamtib Jenderal L.B. Moerdani membenarkan bahwa pada hari Sabtu pekan yang lalu telah terjadi unjuk rasa di Ujungpandang. "Tindakan unjuk rasa itu bukan dilakukan oleh mahasiswa, tapi oleh sekelompok kecil orang yang tak mau menggunakan helm pengaman pada waktu mengendarai sepeda motor." Menurut Pangkopkamtib, mereka bahkan melempari dan membakar sepeda motor petugas kepolisian. "Jadi, petugas terpaksa bertindak lebih tegas," katanya. Ia menjelaskan, orang-orang itu bukan saja keberatan memakai helm tapi juga menentang peraturan yang mengharuskan setiap pengemudi dan pembonceng sepeda motor menggunakan helm pengaman. "Padahal, peraturan itu juga untuk keselamatan mereka," katanya. Ada yang menunggangi peristiwa? "Saya belum tahu," jawab jenderal berbintang empat itu. Sabtu pagi pekan lalu, secara hampir bersamaan sejumlah orang tampak berkumpul di depan kampus Unhas. Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI), IAIN, IKIP, Akop (Akademi Koperasi) dan UMI (Universitas Muslimin Indonesia). Setiap pengendara sepeda motor yang memakai helm mereka setop. Helmnya disita dan dibakar. Kecuali UVRI dan UMI yang berada di tengah kota, kampus-kampus lain itu berserak di pinggiran kota. Tapi gerombolan orang-orang itu seakan sudah bersepakat untuk mengadakan aksi antihelm hari itu. Ada pula kumpulan orang di depan sekolah menengah atas yang turut melakukan aksi yang sama. Menurut sebuah sumber, kejadian dimulai tatkala dua orang pemuda yang berboncengan sepeda motor dicegat polisi di depan kampus IKIP di Jalan Gunungsari, karena yang dibonceng tidak mengenakan helm. Kewajiban mengenakan helm bagi pengendara sepeda motor memang telah dilaksanakan di Ujungpandang, meski buat yang dibonceng masih merupakan anjuran. Antara polisi dan kedua pemuda itu rupanya terjadi ketegangan, yang berlanjut dengan adu fisik. Sejumlah pemuda kemudian melibatkan diri dalam perkelahian, yang tak terhenti meski sebuah mobil unit kepolisian datang untuk meredakan. Ternyata, ada beberapa pemuda yang terluka dan dibawa ke Rumah Sakit Faisal yang terletak di dekat IKIP, untuk dirawat. Berita itu rupanya cepat menyebar ke seluruh kota, hingga muncullah kemudian unjuk rasa tadi. Ketika polisi mencoba menghalangi aksi itu, massa melawan. Turun tangannya sejumlah petugas garnisun berhasil meredakan bentrokan. Namun, masih terjadi kerusuhan secara sporadis sampai tengah malam. Di depan kampus IKIP sebuah mobil sedan tampak terbakar. Di sekitar situ dua sepeda motor polisi juga dibakar perusuh. Sejumlah korban jatuh, sebagian karena terkena peluru nyasar. Keesokan harinya suasana tenang. Pukul 11.00, Minggu siang itu, semua rektor perguruan tinggi di Ujungpandang berkumpul di Kodam VII Wirabuana. Pangdam Mayor Jenderal Nana Narundana dan Kapolda Brigjen Putera Astaman berembuk dengan para rektor. Minggu malam, pernyataan para rektor perguruan tinggi itu bersama Pangdam dan Kapolda disiarkan TVRI Ujungpandang. Isinya: mengimbau para mahasiswa untuk menghentikan gerakan. Tapi esok harinya, massa kembali memenuhi jalan raya. Kali ini mereka bergerak ke gedung DPRD I di Jalan Urip Sumoharjo. Di antara mereka ada yang membawa poster dan spanduk. Isinya mengecam kewajiban mengenakan helm. Ketua DPRD Bempa Mappangara dan wakilnya Halim Bahri menemui delegasi besar itu. Beberapa pimpinan delegasi menyampaikan unek-unek mereka. Keluhan mereka berkisar sekitar keharusan memakai helm, adanya tiga korban jiwa dalam peristiwa sehari sebelumnya, sampai soal peredaran Porkas. Ketika bergerak menuju gedung DPRD barisan tampak tertib. Tapi setelah berkumpul di halaman DPRD, massa mulai melakukan perusakan. Beberapa mobil yang diparkir di sana dibalikkan. Lalu mereka tumpah ke jalan. Massa bertambah banyak dan kian sulit dikendalikan. Di tempat lain, di sekitar kampus UVRI, orang-orang melakukan aksi duduk. Para pejabat setempat tetap berusaha membujuk massa untuk menghentikan perbuatan mereka. Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan Halim Bahri sempat menangis menyaksikan perbuatan anak-anak muda itu. Kabarnya, ada yang sampai hati mengetok kepala pimpinan DPRD itu dari belakang. Menjelang pukul 12.00 siang, massa mulai mengelilingi kota. Mereka memasuki toko-toko dan mengeluarkan semua helm yang dijual di situ. Tumpukan helm itu dibakar. Seperti Sabtu sebelumnya, pengendara sepeda motor tetap kena "razia". "Sekarang sudah bebas helm sampai kiamat," teriak seorang di antara mereka. Kebanyakan orang mengikuti perintah massa: mengendarai sepeda motor tanpa helm. Sejumlah perusuh sempat ditahan. Tapi Pangdam Mayjen Nana Narundana secara bijaksana telah memerintahkan agar mereka dilepaskan tanpa menginap. Panglima juga berjanji akan mengungkapkan "adakah pihak ketiga yang menunggangi peristiwa itu". Sewaktu diperiksa, beberapa pimpinan mahasiswa menyesalkan tindakan rekannya yang terlalu jauh melakukan perusakan secara emosional. Kenapa di Ujungpandang keharusan memakai helm menimbulkan akibat beitu jauh? Sulit untuk mendua. Sejak tahun lalu di Ujungpandang diterapkan kewajiban memakai helm bagi pengendara sepeda motor. Hal yang sama sebetulnya berlaku juga di banyak kota lain. Di Jakarta, misalnya, kewajiban memakai pengaman kepala itu dimulai Agustus 1985, dan dilakukan secara bertahap. Mula-mula di jalan-jalan protokol, kemudian meluas ke jalan lainnya. Pimpinan Polri menargetkan, pada 1990 kewajiban memakai helm untuk pengendara sepeda-motor akan diberlakukan di seluruh Indonesia. Kewajiban memakai helm diberlakukan karena banyaknya korban kecelakaan lalu lintas yang tewas sebab tak mengenakan pelindung kepala. Pada 1972, berdasarkan suatu penelitian, 50% korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal disebabkan oleh luka kepala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus