KABAR angin berembus di Desa Tempurejo dan sekitarnya: konon, sejumlah penduduk desa yang terletak di Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, itu terlibat G-30-S/PKI. Nama-nama mereka kabarnya tercantum dalam sebuah dokumen PKI yang beberapa pekan lalu ditemukan di desa itu. Banyak orang yang gelisah. Memang benar, pada 27 September yang lalu, secara kebetulan sejumlah buruh bangunan menemukan dokumen PKI di sebuah gedung tua peninggalan Belanda. Pangdam V Brawijaya, Mayor Jenderal Sugeng Subroto, menegaskan kepada TEMPO, Jumat pekan lalu, bahwa dokumen yang ditemukan itu "otentik". Dokumen berasal dari hasil sebuah rapat partai PKI sebelum gerakan 30 September 1965, seperti yang banyak dibicarakan penduduk Tempurejo. Tapi buruh yang menemukan tak perlu dicurigai. Mereka tak ditangkap ataupun ditahan. "Bukankah tindakan melaporkan ini adalah maksud baik mereka?" ujar Panglima. Memang, orang-orang yang menemukan dokumen itu terus gelisah. Mereka khawatir dikait-kaitkan dengan barang temuan. "Demi Tuhan, saya tidak sengaja membongkar kotak besi itu," kata Muassan, salah seorang di antaranya. Pada hari itu, Muassan bersama dua temannya sesama buruh harian di perkebunan PTP XXVI Glontongan mendapat perintah dari mandor kebun untuk membongkar sebuah bangunan tua di perkebunan karet dan kopi, yang terletak 26 km di sebelah barat daya Jember itu. Gedung tua itu dulunya rumah dinas administratur kebun yang sudah berdiri sejak zaman Belanda. Sekitar empat tahun yang lalu, kompleks perumahan para pembesar kebun ini dikosongkan. Satu per satu gedung tua tadi dibongkar. Tegel dan batu batanya dimanfaatkan oleh perkebunan untuk pembangunan gedung baru. Tiba-tiba, Muassan, 25 tahun, merasa kesulitan membongkar salah satu bagian dari dinding gedung. "Temboknya alot seperti terbuat dari besi," kata Muassan kepada TEMPO. Rupanya, ada semacam brankas tertanam di tembok. Dengan bantuan dua temannya, Salam dan Kusyanto, Muassan berhasil mengeluarkan dua lemari besi. Mandor Ruslan, atasan ketiga buruh itu, lantas menyuruh bongkar lemari besi itu. Muassan dan teman-temannya menduga kotak besi itu berisi barang berharga. Mereka sepakat, bila kotak berisi uang akan dibagi bersama, tapi bila isinya senjata api atau barang terlarang lainnya mesti diserahkan pada polisi. Kotak besi berukuran 20 x 40 cm, tebal 7 cm, dan yang satu lagi, lebih kecil, dikeluarkan dari tembok. Lalu Salam membongkarnya dengan menggunakan sebuah gancu. "Alaaah, isinya cuma kertas," teriak Muassan kecewa. Sekalipun buta huruf, Kusyanto membawa kertas temuan itu ke rumahnya. Di tengah jalan dia bertemu Djamaludin, temannya. Djamaludin meminta empat lembar kertas usang itu, untuk dibuat layang-layang. Sebelum sempat jadi layang-layang, kertas itu dilihat oleh Sutjipto, tetangga Djamaludin. Pemuda tetangga ini tamatan SMA dan dia terperanjat sewaktu melihat ada tulisan "surat rahasia" di salah satu kertas. Setelah membaca, kata Sutjipto kemudian kepada TEMPO, "Isinya adalah rahasia PKI." Segera Sutjipto mengajak Djamaludin melapor ke Koramil Tempurejo. Koramil bertindak cepat. Semua surat disita, juga yang ada di tangan Kusyanto atau masih tercecer di gedung tua. Lokasi penemuan juga diamankan. Laporan peristiwa sampai ke Kodam Brawijaya, yang segera menurunkan tim ke tempat kejadian. Yang disebut dokumen PKI itu berupa sebuah surat yang diketik di atas kertas tipis, dorslag, ukuran kuarto. Kertas itu terlihat kusam dan huruf-hurufnya agak kabur, sebab merupakan turunan dari surat turunan. Surat bernomor 007/stens.WD.151065/RHS itu ditandatangani oleh Lukman. Isinya: * Partai Indonesia dan Partindo adalah batu loncatan bagi Partai Komunis Indonesia dan Partai Indonesia adalah untuk alat menghancurkan partai lawan. * Berusaha merebut kedudukan penting dalam badan pemerintahan dengan jalan menjatuhkan mereka pejabat dari partai lawan dan berusaha mencari kesalahan mereka ltu. * Memilih wanita Gerwani yang berparas cantik guna melemahkan pemuda-pemuda dari partai lawan (PNI dan NU), karena dengan paras dan wajah yang cantik mereka akan tertarik. * Menghancurkan 7 (tujuh) bahan makanan pokok dengan istilah 7 (tujuh) SETAN DESA guna melumpuhkan pemerintah, sebab jika rakyat telah melarat, dengan mudah dimasuki faham PKI, secara mutlak pula mereka dimasukkan dalam komunikasi. * Tetap melaksanakan aksi sepihak karena aksi sepihak adalah alat untuk menghancurkan instansi-instansi pemerintah (di tempat yang instansinya bukan orang-orang PKI) dengan alasan guna melancarkan landreform. * Tetap berusaha melenyapkan Pancasila. Ingat PKI harus mempunyai kementerian sendiri. Isi dokumen yang disebutkan sebagai hasil keputusan Kongres Agustus 1964, di Buluagung, kawasan selatan Malang, Jawa Timur, itu, menurut Mayjen Sugeng Subroto, "Isinya bukan suatu hal yang baru lagi bagi kita. Hanya barang lama, sehingga tak perlu gelisah. Yang penting, semua pihak harus waspada. Namun, kewaspadaan itu tetaplah harus manusiawi." Bersama dokumen memang ada sejumlah surat lain. Misalnya faktur sumbangan wajib istimewa kendaraan bermotor Dwi Komando Rakyat, daftar THR (tunjangan Lebaran) karyawan PPN Karet XXVI (nama perkebunan itu sebelumnya) yang memuat 17 nama orang tertanggal 31 Desember 1965, dan surat daftar perincian kerja 1964 Dewan Perusahaan Perkebunan atas nama empat orang bertanggal 15 Januari 1966. Melihat surat terakhir ini, bisa diduga, berkas disimpan setelah meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Menurut Panglima, surat-surat yang berkaitan dengan urusan perkebunan dan yang memuat banyak nama tadi tak ada hubungannya dengan dokumen. Sehingga nama yang tertera di sana, meski di antaranya ada yang masih hidup dan bisa dikenali, tak boleh langsung dituduh terlibat PKI. "Ini gawat, bisa menjatuhkan nama orang banyak," ujar Sugeng Subroto. Sebegitu jauh, belum ada yang ditangkap, meski Laksusda Jawa Timur terus melakukan penyelidikan. Misalnya, siapa Lukman, penanda tangan dokumen itu, masih dilacak. "Dia itu masih misterius," kata Panglima. Amran Nasution (Jakarta), M. Baharun, Wahyu Muryadi (Jawa Timur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini