PEMBUATAN Waduk Wonogiri baru mulai. Mungkin 1981 nanti baru
selesai. Tapi pemindahan penduduk dari desa-desa yang kelak akan
digenangi air waduk, ternyata belum selesai juga. Dan mereka
mulai gelisah. Soalnya sebagian besar uang ganti rugi (rumah dan
tanah) yang diterima warga desa-desa itu sudah menipis,
sementara rencana pemindahan mereka ke Proyek Transmigrasi Rimbo
Bujang (Jambi) belum juga terujud.
Tak kurang dari 4.000 KK harus dipindah dari kawasan yang akan
terkena proyek waduk tadi. Seperdua dari jumla1l itu telah
ditransmirasikan ke Sitiung (Sumatera Barat). Sisanya semula
akan diberangkatkan ke Rimbo Bujang dalam tahun 1977/1978 ini.
Tapi ternyata tertunda-tunda juga. "Padahal kami di sini sudah
siap berangkat sejak sebulan yang lalu," tutur Poncogati, Lurah
Desa Jitakharjo, Kecamatan Wuryantoro.
Warga desa Jitakharjo termasuk di antara hampir 2.000 KK yang
belum juga diberangkatkan. Semua mereka sudah menerima ganti
rugi sebesar Rp 28 per MÿFD untu k tanah tegalan dan Rp 112
per MÿFD untuk tanah pekarangan. Dari ganti rugi itu 70% di
antaranya harus didepositokan dan tak boleh diambil sebelum
setahun, 20% mereka terima dalam bentuk tabanas dan sisanya
(10%) dibayarkan tunai. Sambil menunggu keberangkatan itu
mereka telah menggerogoti uang tunai maupun tabanas. Dan
sekarang jumlah uang itu semakin tipis.
Di Kecamatan Wuryantoro ada 8 buah desa yang warganya harus
dipindah -- sebab sekitar 65% hingga 75% kawasan kecamatan ini
akan terendam air waduk. Poncogati, Lurah Desa Jitakharjo
(salal satu dari 8 desa tadi) pertengahan bulan lalu
mengungkapkan kegelisahan warganya di hadapan Menteri Muda
Transmigrasi, Martono. Menteri menjanjikan mereka akan
diberangkatkan ke proyek transmigrasi Rimbo Bujang kira-kira
Oktober tahun ini. "Kalau bisa bulan Juli ini juga, sebab bulan
Oktober sudah tipis sekali" pinta Poncogati. Maksudnya
persediaan uang dari ganti rugi mereka sudah hampir habis jika
harus menunggu sampai Oktober. Martono berjanji begitu karena
Oktober nanti desa itu sudah akan terbenam yaitu pada saat
Bengawan Solo mulai dibendung.
Semangat menyala-nyala untuk meninggalkan kampung kelahiran itu
tentu saja karena masing-masing warga sldah merasa tak memiliki
apa-apa lagi. Rumah yang masih mereka tempati sekarang sudah
dibeli lunas oleh orang lain. Tinggal diangkat begitu mereka
berangkat. Dan meskipun ada beberapa di antaranya yang masih
menanami tanah yang bukan milik mereka lagi, taklah dikerjakan
dengan sepenuh hati.
Tapi di atas semua itu rencana kcpindahan ke Rimbo Bujang taklah
diterima oleh warga Wonogiri dengan sepenuh hati. "Umpamanya di
sini tidak akan tergenang, kami pilih di sini saja, karena di
sini sudah cukup" tutur Kebayan Desa Krapyak (Jitakharjo),
Martorejo, kepada Syahril Chili dari TEMPO.
Barangkali karena enggan berpisah jauh dengan kampung kelahiran
itulah, maka tak semua warga desa yang akan terkena waduk itu
mendaftarkan diri untuk ditransmigrasikan. Sebagian mereka
mencoba kehidupan baru di desa-desa yang tak jauh letaknya dari
kampung kelahiran semula. Misalnya dari 520 KK warga Desa
Jitakharjo, 120 KK di antaranya memilih pindah ke desa tetangga
dan tak mau bertransmigrasi. Tapi karena persediaan uang mereka
makin tipis setelah membeli sebidang tanah -- namun tak cukup
untuk mendirikan rumah dan hidup sebelum memetik hasil tanah --
akhirnya mereka merubah niat dan mendaftarkan diri untuk
ditransmigrasikan.
Penundaan keberangkatan para calon transmigran itu tampaknya
semata-mata karena persiapan di Rimbo Bujang belum cukup rapi
untuk menerima mereka. Untung bahwa mereka terdiri dari calon
yang memang sudah siap dan bertekad untuk pindah. Jika tidak,
dapat mematahkan selera mereka untuk meninggalkan kampung
halaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini