Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Menjaring Si Miskin Kaya Ilmu

Dua sekolah menyediakan pendidikan bermutu yang gratis untuk kaum duafa. Para siswanya menjuarai sejumlah lomba tingkat daerah dan nasional.

26 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bocah lelaki berbadan kurus itu memelototi aneka foto yang terpampang di majalah dinding Sekolah Menengah Akselerasi Internat (Smart) Ekselensia Indonesia, Bogor, Jawa Barat. Foto-foto itu menggambarkan aneka kegiatan siswa. Ada kegiatan festival, seni budaya, suasana belajar, serta olahraga.

Ahmad Firmansyah, 12 tahun, merupakan salah satu pendaftar ke Smart. ”Saya ingin meringankan beban orang tua,” kata Firman—panggilan akrabnya. Putra ketiga Ny. Sariti yang ibu rumah tangga biasa itu kini duduk di kelas VI SD Negeri Jurang Mangu IV, Pondok Aren, Tangerang, Banten.

Smart bukan sekolah biasa. Sekolah ini menyediakan pendidikan bermutu setingkat SMP dan SMA secara gratis bagi para siswa dari keluarga kesrakat alias duafa. Firman merasa masuk golongan itu.

Ditemui Tempo, Selasa pekan lalu, ia baru saja menyerahkan berkas lamaran. Seragam putih-merah masih melekat di tubuh. Ketika ia duduk, baru ketahuan ritsluiting celana bocah berambut sedikit ikal itu rusak. Agar ritsluiting tak menganga, bagian tengahnya dijepit peniti. Di bagian bawah celana yang pernah sobek ada jahitan tangan dengan benang putih yang beberapa tisikannya menonjol keluar.

Nafkah keluarga Firman sehari-hari ditopang kakak perempuannya, Chomsiyah, yang bekerja sebagai buruh. Tambahan alakadarnya datang dari ayah tiri Firman, Masaid, yang juga seorang buruh.

Dengan penghasilan yang begitu minim, Firman terancam tak bisa melanjutkan sekolah setelah lulus SD nanti. Padahal ia tergolong siswa yang cerdas. Sejak kelas IV ia selalu masuk peringkat lima besar di sekolahnya. Untunglah, ada kenalan guru mengajinya di masjid menyodorkan formulir Smart. Firman pun antusias mengisi. ”Mudah-mudahan nanti lolos,” katanya

Menempati areal seluas dua hektare di Jalan Raya Parung, Bogor, Jawa Barat, sekolah gratis Smart dimulai sejak pertengahan 2004. Didirikan oleh Dompet Dhuafa Republika, sekolah ini menempati bekas sekolah Madania yang pindah lokasi. Untuk mengurus aspek operasional sekolah, Dompet Dhuafa membentuk Lembaga Pengembangan Insani (LPI). ”Tiap tahun, untuk tingkat SMP, kami menerima 35 calon siswa,” kata Sri Nurhidayah, Direktur LPI.

Lantaran dana operasio-nalnya bersumber dari Dompet Dhuafa, wadah yang mengelola zakat, infaq, sedekah, maka calon siswa yang dijaring mesti berasal dari kalangan duafa. Untuk mengukurnya, Sri memiliki rumus: sepertiga kali upah minimum regional daerah asal calon siswa dikalikan jumlah anggota keluarga yang ditanggung. Jika penghasilan keluarga di bawah hasil perhitungan tersebut, maka ia termasuk kategori duafa.

Ambil contoh sebuah keluarga di Jakarta memiliki tanggungan empat orang, termasuk dua anak yang belum bekerja. Upah minimum daerah ini Rp 900 ribu. Walhasil, jika keluarga itu memiliki penghasilan rata-rata bulanan kurang dari Rp 1,2 juta, maka anaknya berhak didaftarkan ke Smart. Untuk memperkuat status duafa, keterangan dari sekolah asal atau pengurus masjid dibutuhkan. Keterangan dari RT/RW tak diminta untuk menghindari birokrasi.

Status duafa saja belum cukup. Masih ada segepok syarat lain. Prestasi akademik calon siswa di sekolah asal, misalnya, mesti di peringkat 1-5 saat di kelas IV-VI. Rata-rata nilai rapor minimal 7, dan tidak ada nilai 5. Jika semua syarat terpenuhi, calon akan diseleksi dengan sistem gugur.

Seleksi masuk Smart, menurut Sri, meliputi tes akademik, psikotes, dan wawancara. Mata pelajaran yang diujikan adalah matematika dan bahasa Indonesia. Psikotes dan wawancara dilakukan untuk mengetahui potensi dan kepribadian calon. Hal ini penting karena siswa bakal masuk asrama. ”Mereka harus sanggup hidup mandiri,” kata Yeti Widiati, psikolog LPI.

Seleksi juga diperlukan karena peminat sekolah ini membludak. Mereka berasal dari Sabang sampai Merauke. Walau begitu, para calon siswa tak perlu berduyun-duyun datang ke Parung. LPI juga melakukan seleksi di daerah-daerah dengan dibantu beberapa mitra. Pada 2004, tercatat 400-an calon siswa yang mendaftarkan diri. Tahun berikutnya sedikit menyusut menjadi 300-an. Tahun lalu kembali meningkat hingga 600-an calon siswa. Padahal, daya tampungnya tetap, cuma 35 siswa per tahun. Walhasil, terjadi persaingan ketat laiknya ujian masuk perguruan tinggi.

Saat ini ada 101 siswa belajar dan tinggal di asrama Smart. Setiap anak rata-rata menerima subsidi bulanan Rp 1,6–2 juta dari LPI. Empat siswa keluar karena ekonomi keluarga sudah membaik, sehingga orang tua merasa anaknya tak pantas bersekolah di situ. ”Mungkin orang tua tersebut malu jika ketahuan anaknya masih sekolah di tempat yang gratis,” kata Sri.

Bak di kawah Candradimuka, siswa Smart digodok dengan kegiatan belajar-mengajar ekstraketat. Menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, porsi sejumlah mata pelajaran dibuat lebih dibanding ketentuan Departemen Pendidikan Nasional. Sains, misalnya, digeber hingga 11 jam pelajaran. Dua kali lipat lebih banyak ketimbang standar Departemen yang cuma 5 jam.

Ada pula laboratorium dengan fasilitas 17 komputer. Seperti di lembaga pendidikan Islam lainnya, siswa Smart juga diwajibkan mengikuti mata pelajaran bahasa Arab dan Al-Quran. Untuk ekstrakurikuler, tersedia aneka kegiatan, mulai dari teater, pramuka, klub sains, bahasa, hingga komputer.

Program belajar yang padat itu sudah membuahkan hasil. Ada sejumlah prestasi yang dicetak siswa-siswi Smart. Salah satunya ditoreh Muhammad Husein, kini siswa kelas III, anak seorang loper koran di Citayam, Bogor, Jawa Barat. Pada 2005, ia menyabet juara III Olimpia-de Sains Nasional (Fisika), Juara I Olimpiade MIPA (Fisika) Tingkat Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bogor. Tahun lalu, ia merebut gelar Juara I Lomba Matematika yang diselenggarakan Jaringan Sekolah Islam Terpadu Koordinator Daerah Bogor.

Prestasi tak kalah membanggakan dicapai Tim Cerdas Cermat Bahasa Inggris. Mereka berhasil menjadi Juara II pada Festival Istiqlal 2006. Saat itu salah satu lawan yang ditekuknya adalah tim sekolah elite Al-Azhar, Kemang Pratama, Bekasi, Jawa Barat. ”Prestasi ini sangat membanggakan,” kata Amru Asykari, kepala sekolah yang juga guru bahasa Inggris. Padahal, mereka cuma berbekal pelajaran di sekolah saja.

Ketatnya jadwal di asrama, bangun pukul 04.00 dan tidur pukul 21.00, menjadi makanan sehari-hari Husein dan teman-temannya. Mereka tak mengeluh karena cuma bisa bertemu keluarga selama tiga pekan pada Januari. ”Di sini saya bisa belajar hidup mandiri,” kata Husein. Pengakuan serupa diucapkan Aji Bagus, yatim piatu asal Solo, Jawa Tengah, yang kini duduk di kelas II SMP Smart.

Masih di Kabupaten Bogor, ada sekolah lain serupa Smart, yaitu SMP/SMA Pambudi Luhur yang didirikan keluarga mantan Kepala Staf Angkatan Udara Rilo Pambudi. Bedanya dengan Smart, sekolah Pambudi Luhur cuma menerima siswa dari kalangan yatim piatu. Setiap tahun sekolah ini menyediakan jatah 20 kursi, namun kursi-kursi gratis itu tak selalu terisi penuh.

Ada saja siswa yang rontok di tengah jalan karena tak tahan dengan ketatnya aturan di asrama. Untuk mengatasi masalah itu, Ny. Rilo Pambudi, pemilik Yayasan Pambudi Luhur, berniat menjalin kerja sama dengan Smart. Pihaknya bersedia menampung siswa berkualitas yang tak bisa masuk ke sekolah itu karena keterbatasan daya tampung.

Bila kerja sama benar-benar terjalin, harapan calon siswa yatim piatu untuk bersekolah gratis bisa direntang ke dua tempat, yaitu di Smart Ekselensia dan SMP Pambudi Luhur.

Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus