Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Menunda kelaparan

Nelayan di danau jempang di kaki pegunungan mera tus, kutai, diharuskan mempergunakan pukat berukuran mata 8,5 cm. dinas perikanan kalimantan timur melakukan pengerukan dengan membuat alur. (dh)

10 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMDA Kutai akhir menunda pelaksanaan Peraturan Daerahnya bernomor 8/67. Sebab dikhawatirkan akan lebih mencekik leher ribuan nelayan di sekitar danau Jempang. PD itu mengharuskan nelayan meninggalkan pukat berukuran mata 4,5 cm (yang dipergunakan selama ini) dan kemudian menggantinya dengan pukat bemkuran mata 8,5 cm. Seperti diketahui PD tersebut mendapat tantangan keras dari nelayan di kaki pegunungan Meratus itu di samping dipandang oleh Camat Jempang, Bakrie Syahranie sebagai tidak menopang usaha peningkatan produksi. Terhadap bermacam reaksi itu Bupati Kutai Drs Ahmad Dahlan mengatakan pada sebuah konferensi pers: Saya perhatikan dan pertimbangkan" ujarnya. Sampai di sini agaknya Bupati Dahlan sebelumnya kurang mendapt laporan yang jujur dari stafnya. Bahkan PD itu telah sempat dimanfaatkan oleh "oknum-oknum" di sana untuk memeras para nelayan dengan menyodorkan izin khusus penggunaan pukat lama disertai pembayaran tentu saja. Ini diakui oleh para nelayan kpada TEMPO sembari menunjukkan bukti secarik kertas. Namun syukurlah. "Bahaya kelaparan" seperti diistilahkan para nelayan di sana, tidak jadi menerkam mereka. Bahkan prospek hari depan mereka oleh dikata lebih cerah, karena Dinas Perikanan Kaltim melakukan pengerukan danau terbesar dan terkaya di Kaltim itu. Sebagaimana danau Tempe yang kaya ikan di Sulawesi itu, danau Jempang dengan luas 15.000 Km2 ini juga semakin dangkal saja. Ini tentu merisaukan. Apalagi di sekitarnya terbilang padat penduduk. Begadang Akan hal pengerukan ini memang tidak semua pihak bisa optimis. Apalagi, seperti diakui oleh Mas'ud Badak, pimpinan proyek pengerukan tersebut, "peralatannya tidak memadai dengan proyek yang digarap". Hanya dengan sebuah kapal keruk berdaya buang 40 m3/jam jelas bukan apa-apa dibanding luas danau. Karena itu tidak mengherankan bila pengerukan tersebut hanya ditargetkan untuk membuat alur di beberapa tempat. Katakanlah membuat sungai di dalam danau. Pembuatan alur atau "sungai" itu menurut Mas'ud baru dirasakan kegunaannya pada musim-musim kering. Selama ini, apabila musim kemarau datang, danau Jempang menjadi kering dan semua ikan yang terkurung di tengah mati kepanasan. "Dengan aluralur ini kalau musim kemarau datang ikan bisa lari ke sungai Mahakam" ujar Mas'ud. Dengan demikian populasi ikan yang selama ini disinyalir berkurang. bisa dikendalikan. Di samping itu, kapal-kapal kecil milik penduduk sekitar danau bisa pula memanfaatkan alur ini, sebagai jalan darurat. Pada tahun-tahun yang lalu, ketika musim kering tiba, penduduk harus berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk bisa berhubungan dengan kampung lain. Itu kalau pengerukan memperoleh sukses. Kalau tidak, Dinas Perikanan akan menelan pil pahit dari masyarakat danau Jampang. Sebab belakangan ini mereka sudah mulai meragukan kemampuan kapal keruk berharga Rp 23,5 juta itu. "Lebih banyak begadang dari pada bekerja" begitu ucap penduduk menyindir 12 orang karyawan pengerukan yang setiap bulan mendapat droping uang Rp 400.000 itu. Terhadap sindiran ini Mas'ud menangkis dengan alasan teknis. Kami hanya bisa bekerja kalau kedalaman air sekitar 2 sampai 3,5 meter. Lebih dalam atau lebih dangkal dari itu tidak bisa" katanya. Jelasnya Mas'ud membenarkan bahwa dalam waktu satu tahun dipergunakan untuk pengerukan selama 7 bulan. Selebihnya "terpaksa nganggur" karena alasan teknis tadi atau kerusakan mesin. Sebab, di samping yang dikeruk berupa tanah liat nan keras, di dasar danau itu banyak sisasisa tonggak kayu dan banyak pula rumput PKI-nya. 'Rumput PKI" ini diberi nama begitu oleh masyarakat karena susah mematikannya dan cepat berkembang biak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus