Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Nelayan, harap diurus nelayan harap diurus

Koperasi primer, di tanjung pinang belum berhasil meningkatkan kehidupan nelayan, kecuali desa kepeng huluan busung dan lobam laut. gubernur ingin mencari jalan untuk menambah modalnya. (dh)

10 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENANGKAP ikan sudah pasti jadi mata pencarian yang terutama bagi penduduk Kep. Riau yang hampir 450. 000 jiwa itu. Sudah sejak dulu kala. Sampai akhir tahun lalu, tercatat 15.035 orang yang berpredikat nelayan, dan tradisionil pula. Cuma dalam perkara produksi ternyata Kep. Riau belum apa-apa. Boleh jadi, melihat dari 15.000 nelayan cuma mampu menghasilkan tak lebih dari 2.600 ton ikan setahun, maka tak kurang dari Gubernur Riau menurunkan harapan agar keadaan para nelayan ini diperhatikan. Gubernur yang berucap pada saat melantik Firman Eddy SH selaku Bupati Kep. Riau, bulan lalu menganggap bukan sekedar soal nelayan sebagai mata usaha sebagian besar penduduk daerah ini. Tapi lebih dari itu: "Mereka berusaha dengan modal yang terbatas". Dengan itu Gubernur menginginkan agar kehidupan nelayan tradisionil ini lebih ditingkatkan dengan segenap daya. Kredit Cuma bagaimana upaya untuk meningkatkan kehidupan para nelayan inilah yang jadi perkara. Sebab, semenjak ada kisah paket-paket kredit untuk nelayan kecil ini, "belum sepeser pun pernah dirasakan" begitu kata seorang pengurus koperasi Primer di Tanjung Pinang. Ini bukan soal apa-apa, tapi para nelayan itu sendiri yang tak berani menanggung risiko, selain "prosedur kredit itu berbelit-belit" lanjut pengurus itu lagi, Ketakutan para nelayan ini terutama adalah jaminan bagi pengembalian kredit, meskipun mereka ada juga yang tergabung dalam koperasi-koperasi. Cuma pihak koperasi-koperasi perikanan pun, yang umumnya memang bak lambang saja itu, tak pula mampu mengusahakannya. Sebab maklum, nelayan-nelayan yang belum banyak melek huruf itu mana pula tahu perkara tata cara yang boleh ditempuh dalam urusan ini. Jadi tak heran kalau sejak dulu hingga sekarang -- lebih dari 60% armada penangkap ikan itu adalah perahu-perahu layar. Ini belum terbilang perkara alat-alat penangkapan seperti jaring dan sebangsanya, yang bagi para nelayan itu termasuk barang yang sukar diperoleh dan harganyapun aduhai menurut ukuran kantong mereka. Meskipun begitu, hukan pula tak ada koperasi nelayan itu yang memberi harapan. Contohnya koperasi yang disebut KUD, di Kepenghuluan Busung dan Lobam Laut duaduanya di Kecamatan Bintan Utara. Koperasi yang cuma bermodalkan Rp 1000 per anggota pada mulanya itu sekarang sudah mulai memutar modalnya lebih tinggi. Di Busung, yang ketika didirikan menurut M. Rasid, Kepala Desanya cuma berkapital Rp 52.000 itu, sekarang mempunyai omzet lebih dari Rp 300. 000. Ini memberikan bantuan tak kecil bagi warganya. Lebaran kemarin, menurut Rasid itu koperasi sempat membagi-bagi beras untuk para anggota masing-masing 5 Kg sebagai hadiah lebaran. Cuma, pernahkah koperasi ditawari kredit? "Belum" jawab Rasid, dan tak banyak bedanya pula dengan Desa Loban Laut, seperti digambarkan oleh Harun Ys, sang penghulunya. Nah, kedua penghulu (Kepala Kampung) yang kebetulan hadir bersama-sama lain penghulu ketika Firman Eddy dilantik, bukan kepalang besar hati mendengar tutur Gubernurnya. Ini menjadi petunjuk, kalau ada juga nelayan yang sudah patut diberikan jalan untuk menambah modal itu, supaya apa yang dipekik-pekikkan sebagai modernisasi itu terasakan juga manpaatnya. Setidak-tidaknya, dari 8.232 nelayan tetap dan 6.843 nelayan sambilan yang kini ada di Kep. Riau ada pula yang bernasib baik mendapat kredit kapal seperti di Kalbar sana (TEMPO 25 Oktober 75). Nah, di tangan siapa kebijaksanaan itu berada? Sebab kalau mengandalkan PKPI, itu pusat koperasi perikanan, tampaknya tak banyak yang bisa diharapkan untuk membantu urusan anggotanya. Sebab PKPI yang lebih getol mengurus legon lelego ikan ke luar negeri itu sudah lama disorot orang. Malah sudah jadi rahasia umum, kalau sementara para nelayan kecil itu sibuk dengan hajat punya kapal-kapal penangkap yang lumayan, maka ada sementara pejabat-pejabat di PKPI (Tg. Pinang tentunya) yang sempat punya trawl dua tiga buah. Lalu bagaimana pula dengan PT Karya Mina? "Belum banyak dapat diharapkan", begitu tutur seorang pejabat Kep. Riau kepada pembantu TEMPO di Tg. Pinang. Kabarnya sejak diresmikan sampai sekarang Karya Mina masih dalam tarap percobaan terus. Sementara jumlah karyawannya yang beroperasi di laut sedikit demi sedikit mulai kabul, apalagi semenjak berlakunya prinsip bagi hasil. Apakah ini disebabkan Karya Mina keliwat banyak menangkap ikan di laut wallahualam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus