MENANGKAP ikan sudah pasti jadi mata pencarian yang terutama
bagi penduduk Kep. Riau yang hampir 450. 000 jiwa itu. Sudah
sejak dulu kala. Sampai akhir tahun lalu, tercatat 15.035 orang
yang berpredikat nelayan, dan tradisionil pula. Cuma dalam
perkara produksi ternyata Kep. Riau belum apa-apa. Boleh jadi,
melihat dari 15.000 nelayan cuma mampu menghasilkan tak lebih
dari 2.600 ton ikan setahun, maka tak kurang dari Gubernur Riau
menurunkan harapan agar keadaan para nelayan ini diperhatikan.
Gubernur yang berucap pada saat melantik Firman Eddy SH selaku
Bupati Kep. Riau, bulan lalu menganggap bukan sekedar soal
nelayan sebagai mata usaha sebagian besar penduduk daerah ini.
Tapi lebih dari itu: "Mereka berusaha dengan modal yang
terbatas". Dengan itu Gubernur menginginkan agar kehidupan
nelayan tradisionil ini lebih ditingkatkan dengan segenap daya.
Kredit
Cuma bagaimana upaya untuk meningkatkan kehidupan para nelayan
inilah yang jadi perkara. Sebab, semenjak ada kisah paket-paket
kredit untuk nelayan kecil ini, "belum sepeser pun pernah
dirasakan" begitu kata seorang pengurus koperasi Primer di
Tanjung Pinang. Ini bukan soal apa-apa, tapi para nelayan itu
sendiri yang tak berani menanggung risiko, selain "prosedur
kredit itu berbelit-belit" lanjut pengurus itu lagi, Ketakutan
para nelayan ini terutama adalah jaminan bagi pengembalian
kredit, meskipun mereka ada juga yang tergabung dalam
koperasi-koperasi. Cuma pihak koperasi-koperasi perikanan pun,
yang umumnya memang bak lambang saja itu, tak pula mampu
mengusahakannya. Sebab maklum, nelayan-nelayan yang belum banyak
melek huruf itu mana pula tahu perkara tata cara yang boleh
ditempuh dalam urusan ini. Jadi tak heran kalau sejak dulu
hingga sekarang -- lebih dari 60% armada penangkap ikan itu
adalah perahu-perahu layar. Ini belum terbilang perkara
alat-alat penangkapan seperti jaring dan sebangsanya, yang bagi
para nelayan itu termasuk barang yang sukar diperoleh dan
harganyapun aduhai menurut ukuran kantong mereka. Meskipun
begitu, hukan pula tak ada koperasi nelayan itu yang memberi
harapan. Contohnya koperasi yang disebut KUD, di Kepenghuluan
Busung dan Lobam Laut duaduanya di Kecamatan Bintan Utara.
Koperasi yang cuma bermodalkan Rp 1000 per anggota pada mulanya
itu sekarang sudah mulai memutar modalnya lebih tinggi. Di
Busung, yang ketika didirikan menurut M. Rasid, Kepala Desanya
cuma berkapital Rp 52.000 itu, sekarang mempunyai omzet lebih
dari Rp 300. 000. Ini memberikan bantuan tak kecil bagi
warganya. Lebaran kemarin, menurut Rasid itu koperasi sempat
membagi-bagi beras untuk para anggota masing-masing 5 Kg sebagai
hadiah lebaran. Cuma, pernahkah koperasi ditawari kredit?
"Belum" jawab Rasid, dan tak banyak bedanya pula dengan Desa
Loban Laut, seperti digambarkan oleh Harun Ys, sang penghulunya.
Nah, kedua penghulu (Kepala Kampung) yang kebetulan hadir
bersama-sama lain penghulu ketika Firman Eddy dilantik, bukan
kepalang besar hati mendengar tutur Gubernurnya. Ini menjadi
petunjuk, kalau ada juga nelayan yang sudah patut diberikan
jalan untuk menambah modal itu, supaya apa yang dipekik-pekikkan
sebagai modernisasi itu terasakan juga manpaatnya.
Setidak-tidaknya, dari 8.232 nelayan tetap dan 6.843 nelayan
sambilan yang kini ada di Kep. Riau ada pula yang bernasib baik
mendapat kredit kapal seperti di Kalbar sana (TEMPO 25 Oktober
75). Nah, di tangan siapa kebijaksanaan itu berada?
Sebab kalau mengandalkan PKPI, itu pusat koperasi perikanan,
tampaknya tak banyak yang bisa diharapkan untuk membantu urusan
anggotanya. Sebab PKPI yang lebih getol mengurus legon lelego
ikan ke luar negeri itu sudah lama disorot orang. Malah sudah
jadi rahasia umum, kalau sementara para nelayan kecil itu sibuk
dengan hajat punya kapal-kapal penangkap yang lumayan, maka ada
sementara pejabat-pejabat di PKPI (Tg. Pinang tentunya) yang
sempat punya trawl dua tiga buah. Lalu bagaimana pula dengan PT
Karya Mina? "Belum banyak dapat diharapkan", begitu tutur
seorang pejabat Kep. Riau kepada pembantu TEMPO di Tg. Pinang.
Kabarnya sejak diresmikan sampai sekarang Karya Mina masih
dalam tarap percobaan terus. Sementara jumlah karyawannya yang
beroperasi di laut sedikit demi sedikit mulai kabul, apalagi
semenjak berlakunya prinsip bagi hasil. Apakah ini disebabkan
Karya Mina keliwat banyak menangkap ikan di laut wallahualam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini