Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Menunggu Pebisnis dari Kampus

Beberapa pengusaha beken mendirikan universitas untuk mencetak pengusaha. Stok pengusaha sangat tipis.

7 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gedung baru tujuh lantai itu menjulang gagah di Pusat Bisnis Citra Raya, daerah elite baru di bagian barat Kota Surabaya, Jawa Timur. Warga Kota Pahlawan menggembar-gemborkan kawasan itu sebagai ”The Singapore of Surabaya”.

Di gedung jangkung itulah Univer-sitas Ciputra akan berkampus. Resmi-nya, kampus yang menyandang nama peng-usaha properti beken itu akan di-resmikan 26 Agustus mendatang. Mahasiswa angkatan pertama akan menjalani masa orientasi pada 22 Agustus nanti. Sedangkan perkuliahan akan dimulai awal September.

Tahun ini, Universitas Ciputra membuka lima program perkuliahan: ma-na-jemen bisnis internasional, industri- pariwisata dan manajemen hotel, tek-no-logi informasi, desain komunikasi visual, dan desain interior. Berbeda dengan universitas kebanyakan, universitas ini mematok cita-cita mulia: mencetak pengusaha.

”Kami tidak mencetak orang yang se-telah lulus dari sini mencari lowongan ke sana kemari,” ujar Direktur Operasio-nal Universitas Ciputra, Margiman. Me-reka pun tak berharap para alumni- melamar di kelompok usaha Ciputra. ”Tujuan kami kan mencetak entrepreneur,” katanya.

Para pendiri dan pimpinan Universi-tas Ciputra prihatin lantaran tipisnya- stok pengusaha di negeri ini. ”Dari se-kitar 220 juta jiwa penduduk, jumlah orang yang benar-benar menjadi peng-usaha hanya 400 ribu orang atau sekitar 0,18 persen,” ujar Direktur Akademis Universitas Ciputra, Yohannes Somawiharja. Padahal, menurut dia, suatu negara dikatakan makmur jika setidaknya 2 persen dari total penduduknya adalah pengusaha.

Agar mahasiswa memahami dunia bis-nis secara nyata, mata kuliah praktek- ja-di kewajiban. Dengan membayar uang ma-suk Rp 5 juta - 20 juta dan iuran Rp 5 juta per semester, mahasiswa jurusan ma-najemen bisnis internasional bisa be-lajar dan langsung berlatih di perusa-haan-perusahaan kelompok usaha Ci-putra.

Langkah Grup Ciputra di Surabaya di-ikuti kelompok usaha Bakrie di Jakarta. Mereka mendirikan Bakrie Business School, yang berkampus di GOR Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan. Awal September menda-tang kampus ini akan mulai menggelar perkuliahan.

Bakrie Business School, menurut direktur eksekutifnya, Imbang Jaya Mang-kuto, punya ambisi menggaet mahasis-wa yang menyukai kuliah di luar ne-geri. Sejauh ini sudah ada 35 mahasis-wa men-daftar di program manajemen. Hingga menyelesaikan level strata 1, tiap mahasiswa cuma mengeluarkan Rp 31 juta.

Berbeda dengan Ciputra, Kelompok- Bakrie akan mengambil para lulusan ter-baik sekolahnya. ”Bakrie punya kepen-tingan untuk mendapat pasokan tenaga-tenaga terbaik,” kata Imbang.

Dalam skala lebih kecil, Entrepreneur- University yang didirikan Presiden Direktur Grup Primagama, Purdi E. Chandra, empat tahun silam juga termasuk sekolah untuk mencetak pengusaha. Di kampus ini perkuliahan cuma berlang-sung tiga bulan, dengan pertemuan se-kali dalam sepekan. Mahasiswa lebih- banyak didorong untuk berdiskusi me-mecahkan masalah bisnis.

Kendati bisa disebut sebagai fenome-na menggembirakan, pendirian kampus- untuk para calon pebisnis ini punya ca-tatan kritis. Djamaludin Ancok, staf pengajar di Program Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada (UGM) dan guru besar Fakultas Psikologi UGM, menengarai langkah mendirikan kampus lebih untuk mendongkrak citra para pebisnis besar.

”Mereka ingin menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap sektor pendidikan,” kata pria yang pernah mengajar work science di University College of Borax, Swedia, dan di University of Innsbruck, Austria, tersebut. Ihwal mutu ma-sih perlu dipertanyakan dan dibuktikan lebih lanjut. Motif lainnya, pendidikan saat ini merupakan lahan bisnis yang menggiurkan.

Djamaludin menyampaikan saran agar mutu tetap terjaga. Agar calon pe-bisnis mendapat ilmu bisnis yang lengkap, Djamaludin menganjurkan agar sekolah pengusaha itu jangan hanya berfokus pada mencekoki mahasiswa dengan prak-tek. ”Harus ada cantelan teorinya,” katanya. Biar komplet.

Purwani D. Prabandari, Sunudyantoro, Sunariyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus