Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mereka Di Hutan Jorong

Perda kal-sel no.8 thn'74, penebangan kayu secara tradisional dinyatakan liar & terlarang. penduduk di kec. jorong yang hidup dari penebangan kayu ulin ditangkap untuk mengamankan hph pt. hutan kintap.(dh)

21 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KECAMATAN Jorong terletak 105 Km dari Banjarmasin, masih terbilang wilayah Kabupaten Tanah Laut. Secara tradisionil sekitar 80% penduduknya hidup dengan menebang dan menjual kayu. Terutama kayu ulin alias kayu besi. Sisanya berladang. Tak heran jika sebagian areal kecamatan ini dengan cepat menjadi gundul, penuh lalang dan savana. Akhirnya hanya tinggal 5 desa lagi yang masih menyimpan kayu yang dapat ditebangi. Yaitu desa-desa Jorong Asam-Asam, Kintap, Riam Adungan dan Sungai Cuka. Dan ternyata sejak beberapa tahun belakangan ini, HPEI areal hutan di kawasan 5 desa itu telah dikuasai PT Hutan Kintap, usaha patungan Inhutani dengan perusahaan Korea Kodeco. Sejak Pemda Kalimantan Selatan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 8 tahun 1974 semua penebangan kayu secara tradisionil itu dinyatakan liar dan terlarang. Namun apa boleh buat. Karena hidup sebagai penebang kayu sudah mereka warisi dari nenek moyang, Perda itu tak dihiraukan. Lebih-lebih lagi karena pasaran kayu ulin tetap laris karena sifatnya yang awet, tahan panas dan tahan hujan. Berhari-hari, bahkan berbulan-bulan mereka mengeram dalam hutan menebangi kayu demi kayu. Kampung-kampung sepi. Sehingga tak heran jika para lintah darat makin gemuk dengan mensuplai kebutuhall mereka di dalam hutan. Maka para penebang itupun mulai dijerat ijon. Lebih dari itu, sawah ladang pun makin sepi dari penggarapan penduduk. Camat Jorong, Hamdi BA sendiri mengeluh akan hal ini. Sebab, kata Hamdi, sebagai penebang nasib meIeka taklah mujur. Lebih-lebih dengan adanya ijon itu tadi. Tapi ajakan Hamdi agar warganya tak semata-mata menggantungkan periuk dari penebangan kayu, rupanya tak begitu dihiraukan. "Sebenarnya dengan mengerjakan sawah mereka akan mendapat penghasilan lebih lumayan," ucap Hamdi lagi. Di antara 2.000 hektar sawah rancah yang ada di kecamatan ini hanya sekitar 800 hektar saja yang diga rap pemiliknya. 13.000 Jiwa Bahkan Bank Rakyat Indonesia yang dengan susah payah didirikan di desa Jorong, tampaknya percuma saja. Meskipun dengan BRI ini semula Hamdi bermaksud agar penduduk mulai tertarik bertani dengan menyediakan kredit bimas. Maksud camat, warganya boleh saja sekali-sekali masuk hutan, tapi sawah rancah tetap digarap. Sebab, tutur Hamdi, jika suatu ketika beras tak dapat masuk ke sini, orang tak akan bisa makan nasi. Terbukti tahun 1960 penduduk Desa Jorong pernah kelaparan, gara-gara beras tak dapat diangkut ke sana. Karena itu hampir semua penduduk Kecamatan Jorong telkejut ketika akhir Desember lalu pihak kepolisian mengadakan razia dan menangkap para penebang kayu liar. Sepuluh orang ditahan. Sekitar 4.000 M3 kayu ulin hasil penebangan liar yang sudah tertumpuk di dalam hutan disita. Menurut dugaan? razia itu dilakukan untuk mengamankan HPH PT Hutan Kintap yang kabarnya awal tahun ini akan mulai melakukan penebangan. Kayu ulin sendiri sebenarnya tak diekspor. Tapi tak mustahil penebang-penebang liar dengan rakus juga memotong pohon-pohon yang masih kecil sehingga dapat merusak kelestarian hutan yang menjadi tanggung jawab pemilik HPH tadi. Maka gelisahlah warga Jorong dengan adanya penangkapan penangkapan tadi. Mudah dimaklumi. Karena ini berarti menyangkut hampir seluruh hidup penduduk kecamatan yang 13.000 jiwa lebih itu. Mereka merasa hendak dibunuh secara pelan-pelan akibat adanya razia tadi. Berpaling ke sawah rancah? Ini tentu makan waktu sebab sekarang ini saja mereka masih belum bebas dari hutang ijon. Akibat lanjutan razia terhadap penebang-penebang liar itu adalah mulai sepinya wantilan-wantilan penggergajian ulin di Banjarmasin, Gambut. Ketak Hanyar dan Martapura yang bahan bakunya sebagian besar berasal dari daerah Jorong. Bahkan beberapa pengusaha wantilan di Martapura memperkirakan usaha-usaha penggergajian akan tutup jika ulin dari Jorong tetapdilarang keluar. Dan sampai minggu kedua bulan ini, pihak kepolisian masih terus melakukan razia di hutan-hutan sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus