DI negeri ini banyak hal bisa menjadi misteri, termasuk kondisi kesehatan pejabat atau mantan pejabat. Salah satu misteri yang belum terpecahkan adalah kondisi kesehatan Wali Kota Surabaya, Sunarto Sumoprawiro. Gubernur Jawa Timur Imam Utomo sendiri Rabu pekan lalu mengaku belum mendapat informasi mengenai status kesehatan anak buahnya itu.
Agak ganjil, memang. Namun, yang lebih ganjil lagi, gubernur tidak mengambil tindakan apa pun terhadap Sunarto agar menjelaskan penyakitnya. Tentu Imam punya alasan untuk itu, meskipun Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno telah menginstruksikan dibentuknya tim dokter khusus dari RSUD Dr. Soetomo untuk meminta penjelasan tim dokter yang merawat Sunarto di Australia sejak Oktober lalu. ”Kalau memang dia tidak mau memberitahukan apa penyakitnya, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Itu memang hak dia,” ujar Imam.
Dalam kasus ini, Imam ber-tameng pada sistem otonomi daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah No. 22/1999, kata Imam, sebagai wakil pemerintah pusat di daerah ia tidak punya kewenangan untuk memaksa wali kota. ”Ini kan zamannya otonomi,” dia menegaskan.
Yang bisa dilakukannya adalah menanyakan sampai kapan Sunarto di luar negeri. Informasi itulah yang sedang ditunggu-tunggu Imam. Namun, lagi-lagi sebuah keganjilan, ia tidak memberi batas waktu untuk menjelaskan. ”Pokoknya secepatnyalah,” dia be-retorika. ”Wewenang saya sebatas mencari informasi mengenai berapa lama Wali Kota Sunarto tidak bisa menjalankan tugasnya, dan kemudian melaporkannya kepada Mendagri,” kata dia.
DPRD Surabaya juga bersikap serupa terhadap pejabat itu. Pimpinan DPRD Kota Surabaya sebenarnya telah mengunjungi Sunarto, yang dirawat di Austin Medical and Repatriation Center, Melbourne, Australia—dengan menghabiskan dana sampai Rp 150 juta. Hasilnya? DPRD bahkan terkesan menutup-nutupi kondisi sebenarnya kesehatan wali kota itu. Satu pihak bilang sehat, pihak lain omong sakit.
Terakhir, ketika Menteri Hari Sabarno telah menyetujui penunjukan Wakil Wali Kota Surabaya, Bambang Dwi Hartono, untuk melaksanakan semua tugas dan wewenang wali kota selama Sunarto sakit, DPRD malah ngotot mempertahankan Sunarto. ”Ini karena Ketua DPRD Surabaya tak mau posisi wali kota digantikan oleh wakil wali kota,” kata Saleh Mukadar, anggota FPDI DPRD Jawa Timur.
Yang menjadi pertanyaan, sampai kapan keterombang-ambingan ini terus berlangsung dan tugas-tugas kepemerintahannya ditelantarkan. Semakin lama kesehatan Sunarto menjadi misteri, semakin lama ketidakpastian pelaksana tugas kepemerintahan di sana, semakin banyak pula pekerjaan yang menumpuk. Padahal, di Surabaya, banyak hal yang harus diselesaikan, terutama yang menyangkut kepentingan rakyat.
I G.G.M. Adi, Johan Budi, Mustafa Ismail, dan Tempo News Room
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini