Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi Tangkap Aktivis Bendera
KEPOLISIAN Daerah Metro Jaya menangkap Mustar Bona Ventura dan Ferdi Simaun, aktivis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera), di sebuah mal di Bandung, Senin pekan lalu. Keduanya dikaitkan dengan pencemaran nama baik sejumlah tokoh, termasuk Edhie Baskoro, putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Hingga Kamis pekan lalu, keduanya masih diperiksa di Polda Metro Jaya. ”Sebelumnya mereka dua kali dipanggil, dan tidak datang,” kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli. ”Jadi, ini bukan penangkapan, melainkan dibawa paksa.”
Polisi menetapkan dua aktivis itu sebagai tersangka setelah memberikan keterangan mengenai aliran dana Bank Century, November lalu. Mereka menduga total dana yang diterima pejabat mencapai Rp 1,8 triliun.
Mustar dan Ferdi dilaporkan ke polisi oleh Edhie Baskoro, Hatta Rajasa, Djoko Suyanto, Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, Zulkarnaen Mallarangeng, dan Hartati Murdaya. Nama-nama itulah yang disebut para aktivis Bendera sebagai penerima dana Bank Century. ”Polisi tak pernah menanyakan data aliran dana yang kami beberkan,” kata Mustar. ”Mereka hanya menanggapi pihak yang melaporkan kami.”
KPK Tahan Bekas Anggota DPR
KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan tiga bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam kasus alih fungsi hutan Pantai Air Telang menjadi Pelabuhan Tanjung Api-api. Tiga bekas anggota Komisi Kehutanan periode 2004-2009 itu adalah Hilman Indra dari Fraksi Bulan Bintang serta Fachri Andi Leluasa dan Azwar Chesputra dari Fraksi Golkar.
Dalam kasus alih fungsi hutan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, itu ketiganya diduga menerima cek perjalanan dan dibagikan ke beberapa anggota Dewan. Cek itu diberikan oleh Direktur Badan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Api-api, Sofyan Rebuin, serta Direktur PT Chandra Tex, Chandra Antonio Tan.
Juru bicara Komisi, Johan Budi S.P., mengatakan Hilman, Fachri, dan Azwar sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak pertengahan Mei lalu. Sebelumnya, pengadilan antikorupsi juga sudah menghukum Sarjan Taher dan Yusuf Erwin Faishal masing-masing empat setengah tahun penjara. ”Ini kasus lama,” kata Johan. ”Berkas sudah lengkap, dan dalam waktu dekat akan menjadi penuntutan.”
KPK Masih Mengecek Harta Hadi Poernomo
Komisi Pemberantasan Korupsi masih mengecek laporan kekayaan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo. ”Datanya masih diverifikasi. Hasilnya nanti akan disampaikan, berapa harta bergerak dan berapa harta tidak bergeraknya,” kata Johan Budi S.P., juru bicara KPK, Kamis lalu.
Sebelumnya, pada 9 Februari lalu, Hadi Poernomo telah menyerahkan daftar kekayaannya ke KPK. Dalam dokumen itu, bekas Direktur Jenderal Pajak ini tercatat menerima banyak hibah sepanjang 1980-an hingga 2004. Hibah itu berupa tanah, apartemen, dan benda berharga. Tanah dan bangunan disebutkan bernilai Rp 9,6 miliar, logam mulia Rp 100 juta, batu mulia Rp 400 juta, barang-barang seni dan antik Rp 1 miliar, dan sebuah tanah dan bangunan di Los Angeles, California, Amerika Serikat, atas nama Melita Setyawati, istri Hadi. Hibah yang demikian luar biasa jumlahnya itulah yang kini dipertanyakan para aktivis antikorupsi.
Dari kantor BPK, Novi R. Palengkahu, juru bicara lembaga ini, menyatakan pihaknya bersedia memberikan penjelasan tentang kejanggalan laporan kekayaan Hadi jika KPK sudah mengeceknya. ”Kami akan terbuka kapan saja untuk dikonfirmasi. Beliau (Hadi Poernomo) terbuka saja,” ujar Novi.
Dugaan Mafia Hukum Asian Agri
SATUAN Tugas Pemberantasan Mafia Hukum menengarai praktek mafia peradilan pada kasus penggelapan pajak PT Asian Agri milik taipan Sukanto Tanoto. Denny Indrayana, Sekretaris Satuan Tugas, mengatakan dugaan mafia itu terlihat dari sangat lambannya proses hukum kasus pidana pajak perkebunan sawit itu.
”Penanganan kasus pencucian uang sangat cepat, sementara penggelapan pajaknya sangat lamban,” kata Denny setelah bertemu terdakwa kasus pencucian uang, Vincentius Amin Sutanto, di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Rabu pekan lalu.
Direktorat Jenderal Pajak sudah mengajukan kasus penggelapan pajak yang ditengarai merugikan negara Rp 1,4 triliun itu sejak April tiga tahun lalu. Senin pekan lalu, Kejaksaan untuk keempat kalinya mengembalikan berkas Direktorat Jenderal Pajak karena dinilai masih perlu dilengkapi.
Proses peradilan penggelapan pajak itu berkebalikan dengan proses hukum Vincentius, bekas petinggi Asian Agri yang membocorkan dugaan praktek curang perusahaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Direktorat Jenderal Pajak. Vincentius dihukum 11 tahun penjara dengan dakwaan pencucian uang.
Yan Apul, kuasa hukum Asian Agri, menyatakan Satgas terlalu cepat mengambil kesimpulan. ”Kami belum pernah diperiksa dan dipanggil, tapi mereka sudah membuat pernyataan seperti itu,” katanya.
Anggota Brimob Tewas Ditembak
ANGGOTA Brigade Mobil, Brigadir Satu Sahrul Mahulau, 23 tahun, tewas ditembak orang tak dikenal di sebuah pompa bensin Alda Chris Papua di Kota Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Senin pekan lalu. Sahrul ditembak sekitar pukul 11.00 WIT, ketika sedang mengawasi pendistribusian bahan bakar minyak.
Tiba-tiba datang dua orang tak dikenal, yang langsung menembakkan peluru ke leher hingga tembus ke bahu kirinya. Senjata SS1 milik Sahrul juga dirampas. Menurut seorang pegawai pompa bensin, Erin, dua penembak melarikan diri ke arah Kampung Yalinggua, Kota Lama, Papua.
Setelah diotopsi di Rumah Sakit Polri Bhayangkara Kotaraja, Kota Jayapura, jenazah Sahrul diterbangkan dengan pesawat Yajasi yang dicarter oleh pemerintah daerah Puncak Jaya. Pasukan gabungan TNI-Kepolisian RI segera mengejar kelompok penyerang.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Agus Rianto menyatakan belum bisa mengidentifikasi kelompok penyerang. ”Belum ada yang tertangkap,” katanya, Senin pekan lalu.
Skandal Tiket Departemen Luar Negeri
MENTERI Luar Negeri Marty Natalegawa dianggap melindungi para petinggi yang diduga terlibat penggelembungan tiket perjalanan pejabat di Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri. Menurut Koordinator Investigasi Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto, ada upaya membantut keterlibatan pejabat hanya pada level menengah.
”Kementerian itu menganggap kasus ini pelanggaran administrasi semata, bukan korupsi,” kata Agus, Jumat pekan lalu. Dalam hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri yang dikirim ke Kejaksaan Agung, pada 4 Februari, disebutkan ada pelanggaran selama 2008-2009 yang berakibat merugikan negara Rp 20 miliar. Dalam testimoni Kepala Sub-Bagian Administrasi dan Pembayaran Perjalanan Dinas Ade Sudirman disebutkan ia diperintahkan atasannya, Ade Wismar, beberapa kali mengirim uang untuk pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri. Marty Natalegawa membantah telah menutup-nutupi kasus ini. ”Justru kami lapor terus ke Kejaksaan Agung,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo