Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DPR Gulirkan Angket KPK
DEWAN Perwakilan Rakyat akhirnya menggelindingkan hak angket atau hak untuk melakukan penyelidikan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rapat paripurna pada Jumat pekan lalu. Menurut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, langkah selanjutnya adalah membentuk panitia khusus sejumlah 30 anggota DPR dari 10 fraksi.
Menurut Fahri, pembentukan panitia khusus hak angket KPK itu akan ditentukan pada 18 Mei nanti seusai anggota Dewan kembali masuk setelah masa reses. "Fraksi akan mengirimkan anggotanya, jika dipenuhi proses penyidikan akan berjalan," katanya Jumat pekan lalu.
DPR beralasan, hak angket diajukan karena ingin meminta rekaman pemeriksaan politikus Hanura, Miryam S. Haryani, yang mengaku ditekan oleh enam anggota Komisi Hukum. DPR juga mempersoalkan kelebihan gaji pegawai KPK, belanja Direktorat Informasi dan Data, pembayaran belanja perjalanan dinas, honor Deputi Penindakan, hingga perencanaan gedung KPK.
Hanya dua fraksi, yakni Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa, yang menolak angket karena menganggap bisa melemahkan pemberantasan korupsi. Sedangkan Gerindra meminta pengambilan sikap ditunda pada 18 Mei. Tapi, karena Fahri langsung mengetukkan palu untuk menyetujui hak angket, Gerindra walk out.
Ihwal tindakannya yang cepat-cepat mengetukkan palu ketika ada peserta rapat yang sedang mengajukan interupsi, Fahri mengatakan, "Mayoritas setuju, hanya tiga fraksi yang menolak." Menurut anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, semua fraksi sebenarnya setuju. "Jangan munafik dalam politik," ucapnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya tidak bisa menyerahkan rekaman kepada DPR. "Yang bisa memerintahkan hanya pengadilan," ujarnya.
Pengusul Hak Angket
Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana mengatakan fraksinya setuju menggulirkan hak angket karena ingin mengetahui kebenaran adanya tekanan Sekretaris Jenderal Hanura Sarifuddin Sudding terhadap Miryam Haryani, koleganya yang terbelit kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). "Tidak ada melemahkan. Ini mencari tahu kebenaran," ujarnya. Selain Dadang, berikut 25 orang yang meneken usul hak angket.
Fraksi Hanura
1. Djoni Rolindrawan
2. Dossy Iskandar
3. Samsudin Siregar
4. Frans Agung Mula Putra
5. Farid Alfauzi
6. Ferry Kase
Fraksi Gerindra
7. Desmond Junaidi Mahesa
Fraksi Golkar
8. Syaiful Bahri Ruray
9. Agun Gunandjar
10.Endang Srikarti
11.Ridwan Bae
12.Noor Achmad
13.Anton Sihombing
14.Muhammad Nur Purnamasidi
15.Nawafie Saleh
16.Ahmad Zacky Siradj
17.Adies Kadir
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
18.Arsul Sani
Fraksi Partai Amanat Nasional
19.Daeng Muhammad
Fraksi PDI Perjuangan
20.Masinton Pasaribu
21.Eddy Wijaya Kusuma
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
22.Fahri Hamzah
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
23.Rohani Vanath
Fraksi NasDem
24. Taufiqulhadi
25. Ahmad Sahroni
Miryam Haryani Buron
KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Miryam S. Haryani, sebagai buron. Politikus Hanura itu tidak sekali pun memenuhi panggilan KPK setelah dijadikan tersangka pemberian kesaksian palsu dalam sidang dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP). "Jika ada yang memberikan perlindungan, kami ingatkan hal tersebut memiliki risiko hukum," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Kamis pekan lalu.
Setelah menjadikan Miryam tersangka pada 5 April lalu, penyidik KPK dua kali mengirim surat panggilan pemeriksaan kepadanya pada 13 dan 18 April lalu. Pada dua panggilan itu, Miryam mangkir dan meminta penjadwalan pemeriksaan pada 26 April lalu.
KPK telah mengirim surat keterangan daftar pencarian orang alias buron atas Miryam Haryani kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul, perintah untuk mencari dan menangkap tersangka pemberian kesaksian palsu, Miryam Haryani, disebarkan ke semua kepolisian daerah hingga tingkat kepolisian sektor.
Kretek Terpental dari UU Kebudayaan
DEWAN Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kebudayaan menjadi undang-undang. Dalam rapat paripurna pada Kamis pekan lalu, rancangan ini disahkan tanpa ada protes dari anggota Dewan dengan nama baru: Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan.
Pembahasan undang-undang ini dimulai sejak April tahun lalu. Awalnya, draf mengundang protes karena mencantumkan frasa kretek sebagai warisan kebudayaan. Seiring dengan perubahan beberapa hal, termasuk terpentalnya poin tentang kretek, draf pun berganti nama dari Rancangan Undang-Undang Kebudayaan menjadi Rancangan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan.
Undang-undang ini terdiri atas 61 pasal. Salah satu isinya penyusunan strategi kebudayaan dan rencana induk pemajuan kebudayaan.
Ratifikasi Ekstradisi Mentok di Senayan
PEMBAHASAN Rancangan Undang-Undang Pengesahan Kerja Sama Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura mandek di Dewan Perwakilan Rakyat sejak perjanjian kedua negara ditandatangani 10 tahun silam.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Delmawati mengatakan saat ini draf perjanjian itu sudah disetor ke DPR. "Kami masih menunggu," kata Delmawati, Rabu pekan lalu.
Dalam perjanjian ekstradisi tersebut diatur bahwa terpidana yang telah berganti kewarganegaraan tetap bisa dipulangkan ke negara asal. Ada 31 jenis kejahatan yang diatur, antara lain terorisme, korupsi, penyuapan, pemalsuan uang, dan perbankan. Perjanjian ini berlaku surut selama 15 tahun.
Fahd Tersangka Korupsi Al-Quran
KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan Fahd El Fouz Arafiq pada Jumat pekan lalu. Sehari sebelumnya, KPK menetapkan Ketua Angkatan Muda Partai Golkar tersebut sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan Al-Quran. "Ditahan hingga 20 hari ke depan," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Fahd menjadi tersangka korupsi dua proyek pengadaan barang di Kementerian Agama selama 2011-2012. Pertama, proyek pengadaan salinan Al-Quran senilai Rp 82 miliar. Kedua, pengadaan alat laboratorium madrasah sanawiah sebesar Rp 31 miliar. Dia diduga ikut cawe-cawe agar pejabat Kementerian Agama memenangkan PT Batu Karya Mas, titipannya. Dari perusahaan itu, Fahd diduga menerima komisi senilai Rp 3,41 miliar.
Perkara ini telah menjerat bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, Zulkarnaen Djabar, dan putranya, Dendy Prasetya. Keduanya menerima duit Rp 14,39 miliar dari perusahaan rekanan sebagai tanda terima kasih karena meloloskan anggaran proyek di DPR. Bapak dan anak itu dibui masing-masing 15 dan 8 tahun penjara. Fahd memprotes penahanannya. "Baru pemeriksaan pertama kok langsung ditahan?" ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo