Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

30 November 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPK Desak Kejaksaan Tolak Kasus Novel

KOMISI Pemberantasan Korupsi akan melobi Kejaksaan Agung agar menolak kasus penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Upaya ini dilakukan komisi antikorupsi terkait dengan rencana Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI melakukan pelimpahan tahap kedua kasus Novel ke Kejaksaan.

Menurut Wakil Ketua KPK Zulkarnain, penyidikan kasus yang menjerat Novel pernah tidak diteruskan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kasus ini dibuka kembali tidak lama setelah KPK menetapkan calon Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan kepemilikan rekening gendut, Januari lalu. "Perkara itu muncul dalam situasi yang tidak normal," ujar Zulkarnain, pekan lalu. "Saya harapkan dihentikan."

Senin pekan lalu, Novel dipanggil Bareskrim terkait dengan upaya pelimpahan tahap kedua kasus itu ke Kejaksaan. Karena tengah melakukan umrah, Novel tidak bisa memenuhi panggilan itu. "Akan kami panggil kembali," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Carlo Tewu.

Pelaksana tugas Ketua KPK, Johan Budi S.P., mengatakan pimpinan KPK sudah mengirimkan surat kepada Bareskrim Polri perihal ibadah umrah Novel. Pengacara Novel, Saor Siagian, mengatakan kliennya berkomitmen tetap menjalani proses hukum kendati kasus itu terang-benderang merupakan upaya kriminalisasi. "Klien saya akan mengikuti proses ini secara terhormat," ucap Saor.

Bareskrim menetapkan Novel sebagai tersangka penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet, Mulyadi Jawani alias Aan, yang terjadi pada 2004. Novel saat itu menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkulu.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan tak bisa langsung mengambil keputusan apakah akan melanjutkan perkara Novel hingga ke tahap penuntutan. "Jangan sekarang memutuskan. Belum waktunya. Takutnya nanti menimbulkan hiruk-pikuk," ujarnya.

Janggal Sejak Awal

  • Brigadir Yogi Hariyanto, anggota reserse kriminal Kepolisian Daerah Bengkulu, melaporkan Novel Baswedan ke Polda Bengkulu pada 1 Oktober 2012 dengan laporan model A, padahal ia tidak mengetahui atau melihat langsung peristiwa yang terjadi.

  • Laporan model A adalah laporan polisi yang dibuat oleh polisi yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.
    - Novel dijerat dengan sangkaan Pasal 351 ayat 1 dan 3, tapi dasar penangkapan dan penahanannya Pasal 351 ayat 2 dan Pasal 442 jo Pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Pasal 351 ayat 1 dan 3 KUHP tentang penganiayaan dan penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

  • Pasal 351 ayat 2 dan Pasal 422 jo Pasal 52 KUHP tentang perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
    - Polisi mengaku membidik Novel atas laporan penganiayaan yang menewaskan Mulyan Johan.

  • Keluarga Mulyan tidak pernah membuat laporan untuk menuntut keadilan kepada polisi.

Ganti Rugi Korban Salah Tangkap Naik

PEMERINTAH sepakat merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang ganti rugi korban salah tangkap dan peradilan sesat oleh aparat penegak hukum. Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly, revisi peraturan itu tinggal diteken Presiden Joko Widodo dan akan diumumkan pada 10 Desember mendatang atau bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Internasional. "PP ini sudah lebih dari 30 tahun belum diubah," kata Yasonna, Selasa pekan lalu. Poin penting revisi ini adalah kenaikan besaran angka ganti rugi yang akan diterima korban atau keluarganya.

Menurut Yasonna, korban salah tangkap nanti akan mendapat ganti rugi mulai Rp 500 ribu sampai Rp 100 juta, sebelumnya mulai Rp 5.000 hingga Rp 1 juta. Bagi korban yang menderita luka berat, ganti ruginya Rp 25-100 juta. Ganti rugi sebelumnya mulai Rp 5.000 hingga Rp 3 juta. Adapun untuk korban yang meninggal, ganti ruginya dinaikkan menjadi Rp 50-600 juta, sebelumnya ganti rugi mulai Rp 5.000 sampai Rp 3 juta.

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengapresiasi kebijakan itu. Namun, menurut salah satu pengacara LBH Jakarta, Johanes Gea, pemerintah seharusnya tidak membatasi syarat pengajuan ganti rugi maksimal tiga bulan sejak keputusan berkekuatan hukum tetap. Selain itu, kata dia, ganti rugi hanya bagi tersangka, terdakwa, dan terpidana. "Padahal banyak sekali korban kekerasan saat masih berstatus saksi," ujarnya.


Kongres HMI Ricuh

PELAKSANAAN Kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Indonesia di Pekanbaru, Riau, pada 22-26 November lalu diwarnai kericuhan sejumlah kadernya. Dua hari sebelum pelaksanaan kongres dengan anggaran Rp 7 miliar itu, ratusan kader HMI wilayah Indonesia timur mengamuk karena panitia tidak menyediakan penginapan dan jatah makan untuk mereka.

Selain merusak Gelanggang Olahraga Remaja Pekanbaru, yang menjadi lokasi kongres, massa memblokade jalan di depan arena kongres dengan membakar ban serta merusak fasilitas umum dan mobil polisi. Delapan kader HMI ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi karena membawa senjata tajam dan anak panah. "Perselisihan karena mereka meminta pelayanan," kata Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Pekanbaru Ajun Komisaris Besar Sugeng Putut Wicaksono, Senin pekan lalu.

Aksi anarkistis ini membuat kesal Lembaga Adat Melayu Riau. "Perbuatan mereka tidak beradat. Rombongan liar sama dengan lanun," ujar Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau Al Azhar. Pemerintah Riau sendiri mengucurkan dana Rp 3 miliar untuk kongres ini. Setelah peristiwa itu, Pengurus Besar HMI meminta maaf. "Ini di luar kontrol kami," kata Ketua Umum HMI Muhammad Arief Mursyid.


Polemik Pembelian Helikopter Presiden

RENCANA Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara membeli tiga helikopter AW101 buatan AgustaWestland, produsen helikopter Inggris yang bermarkas di Italia, untuk kendaraan blusukan Presiden Joko Widodo dikecam. Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso mengatakan pembelian itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Industri Pertahanan, yang mewajibkan keterlibatan industri nasional dalam pengadaan alat pertahanan dari luar negeri. "Apakah tidak bisa menyertakan industri dalam negeri?" kata Budi, Selasa pekan lalu.

Senin pekan lalu, TNI Angkatan Udara mengumumkan rencana pembelian helikopter AW101 sebagai pengganti Super Puma, yang telah berumur 25 tahun. Satu unit AW101 akan tiba di Tanah Air pada 2016, menyusul dua unit lainnya pada 2017. Pembelian helikopter seharga US$ 55 juta per unit itu disokong pagu anggaran 2016-2019 senilai total US$ 440 juta. Selain untuk presiden, helikopter itu akan digunakan sebagai kendaraan wakil presiden dan tamu negara.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna menyatakan pengadaan AW101 telah melalui kajian mendalam. Soal klaim PT Dirgantara Indonesia mampu memasok helikopter sejenis, menurut Agus, "Saya ini Komisaris Utama PTDI. Kira-kira saya tahu enggak dalamnya PTDI?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus