Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ariel Dituntut Lima Tahun
TERDAKWA perkara video porno, Nazril Irham alias Ariel, dituntut lima tahun penjara dalam sidang tertutup di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis pekan lalu. Ariel juga dituntut membayar denda Rp 250 juta atau tiga bulan kurungan.
Jaksa penuntut, Rusmanto, mengatakan Ariel terbukti sebagai pelaku dan pemeran dua video porno. Tindakan itu dinilai menjadi isu nasional yang meresahkan karena tersebar luas melalui Internet dan mudah diakses masyarakat.
Juni tahun lalu, beredar dua video porno Ariel dengan artis Cut Tari dan Luna Maya. Tari membenarkan isi rekaman. Adapun Ariel dan Luna membantah. Jaksa menganggap sikap Ariel itu memberatkan hukuman. Menurut Rusmanto, Ariel juga berbelit-belit memberiketerangan. Mantan vokalis band Peterpan ini dianggap tak mampu menjadi figur publik yang baik. ”Terdakwa tidak menyesali perbuatannya,” kata jaksa.
Ariel menolak menang-gapi tuntutan jaksa. Pengacaranya, O.C. Kaligis, memastikan kliennya tak menerima tuntutan jaksa dan menyiapkan pembelaan dalam sidang berikutnya.
Bahasa Inggris pada Pidato Presiden
PIDATO Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta, Senin pekan lalu, menuai kritik. Presiden menaburkan banyak ungkapan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak perlu. Pada paruh pertama pidato yang berdurasi lebih dari satu jam, tokoh berbahasa Indonesia terbaik 2003 versi Pusat Bahasa ini setidaknya melontarkan 24 kali istilah dalam bahasa Inggris.
Ketika bicara soal pertumbuhan ekonomi, Presiden mengatakan, ”Insya Allah, tahun 2010 ini kita bisa mencapai enam persen, close to six percent.” Wartawan yang meliput acara itu tertawa, membuat seorang anggota Pasukan Pengamanan Presiden membentak mereka. ”Tertawanya kurang keras!” katanya.
Juru bicara Presiden, Teuku Faizasyah, mengatakan tak ada masalah dengan istilah Inggris yang digunakan Yudhoyono. Istilah itu ada kemungkinan bertujuan menekankan maksud tertentu. ”Mungkin ada aksentuasi, harus ada penekanan makna dari penyampaian suatu materi,” katanya.
Tingkat Kepuasan terhadap Presiden Turun
LEMBAGA Survei Indonesia menyatakan kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus menurun. Pada pertengahan 2009, popularitas Yudhoyono mencapai 85 persen, tapi sekarang turun drastis menjadi 63 persen.
”Kepercayaan sempat naik satu persen pada Desember 2010. Tapi secara statistik tetap stagnan dibanding Oktober,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Dodi Ambardi, Kamis pekan lalu. Hasil ini diperoleh berdasarkan survei dan wawancara terhadap 1.200 responden di berbagai wilayah pada 18-30 Desember lalu. Margin kesalahan sekitar 2,9 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Hasil survei juga menunjukkan masyarakat menilai kinerja pemerintah cenderung lebih negatif ketimbang 2009. Terutama bidang penegakan hukum, yang mencapai 61 persen pada Mei 2009, tapi anjlok menjadi 33 persen pada Desember 2010. Adapun kepuasan atas kinerja ekonomi, yang pada Juli 2009 mencapai 56 persen, kini berada di kisaran 30 persen.
Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, membantah kepuasan masyarakat turun drastis. ”Kalaupun ada fluktuasi atau perubahan, ini tentu dalam batasan yang normal, belum ekstrem,” katanya.
Narapidana Dituduh Jadi Bandar Narkotik
BADAN Narkotika Nasional menangkap seorang narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu pekan lalu. Indra Bahadur Tamang alias Bosky alias Kiran, narapidana berkewarganegaraan Nepal, dituduh mengendalikan perdagangan narkotik dari dalam selnya.
Operasi penangkapan dilakukan tim pimpinan Brigadir Jenderal Benny Mamoto, Direktur Narkotika Alami BNN. ”Kiran menghubungkan seorang bandar di India dengan peredaran di Indonesia,” katanya.
Kiran divonis penjara 20 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, juga dalam kasus narkotik, pada 3 Oktober 2002. Ia dipindahkan ke Nusakambangan pada Juni 2007. Menurut Benny, Kiran dibantu Didi Riyanto, petugas Rumah Barang Rampasan Purwokerto, dalam mengendalikan jaringannya. Didi membuka sejumlah rekening atas nama adik dan kawan-kawannya. Rekening-rekening itu kemudian dijadikan sarana lalu lintas keuangan jaringan. Didi ditangkap polisi pada 31 Desember 2010.
Menurut polisi, dengan bantuan Didi, narkotik disalurkan antara lain ke Jakarta, Makassar, Jayapura, Boyolali, Cilacap, Surabaya, dan Palembang. Kiran membantah. ”Saya tidak mau bicara soal ini. Saya tidak tahu mengapa Didi membawa-bawa saya. Saya sudah hampir bebas.”
Pemeriksa Pajak Divonis Bersalah
PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi menghukum tiga pemeriksa pajak Bank Jabar. Ketiganya dinyatakan bersalah menerima suap buat menurunkan kewajiban pajak bank itu pada 2001 dan 2002. ”Ketiga terdakwa terbukti melakukan korupsi bersama-sama,” kata ketua majelis hakim Herdi Agusten dalam sidang, Selasa pekan lalu.
Para terdakwa adalah Roy Yuliandri yang dihukum tiga tahun; Muhammad Yazid (dua tahun); dan Dien Rajana Mulya (satu setengah tahun). Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa, yang meminta para terdakwa diganjar tujuh setengah tahun penjara. Baik jaksa maupun para terdakwa belum memutuskan banding.
Ketiga terdakwa memeriksa kasus kurang bayar pajak Rp 129,29 miliar oleh Bank Jabar pada 2001. Tim menurunkan jumlah itu menjadi Rp 4,97 miliar. Tahun berikutnya, tim juga memangkas kewajiban pajak Rp 51,8 miliar menjadi Rp 7,27 miliar.
Pemasok Senjata Dihukum 10 Tahun
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum sepuluh tahun penjara tiga pemasok senjata peserta pelatihan militer di Bukit Jalin, Jantho, Aceh. Mereka—Tatang Mulyadi, Abdi Tunggal, dan Ahmad Sutrisno—dinyatakan terbukti menjual senjata api untuk keperluan pelatihan kelompok teroris itu.
Tatang dan Abdi adalah petugas Deputi Logistik Markas Besar Kepolisian RI berpangkat brigadir satu. Adapun Ahmad penjual senjata ringan. ”Terdakwa terbukti bersalah dengan tanpa hak menyerahkan senjata api untuk melakukan tindak terorisme,” kata ketua majelis hakim, Tri Widodo.
Pengadilan Negeri Jakarta Barat pekan lalu juga menghukum dua fasilitator pelatihan militer, yakni Yudi Zulfahri dan Agam Fitriady. Yudi dihukum sembilan tahun, sedangkan Agam tujuh tahun. Yudi, lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, direkrut kelompok militan ketika mereka dalam penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo