Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ledakan di Markas Brimob
LEDAKAN dahsyat menghancurkan ruang simulasi penjinakan bom di Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Rabu dini hari pekan lalu. ”Suaranya terdengar hingga radius 5 kilometer,” kata Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Sulistyo Ishaq.
Sempat terjadi kebakaran, yang dapat dipadamkan satu jam kemudian. Tak ada korban jiwa atau luka dalam peristiwa itu, meski jarak tempat kejadian dengan asrama Brimob hanya belasan meter. Menurut Ishaq, ledakan diduga berasal dari bahan peledak alat peraga.
Kepala Departemen Fisika Pusat Laboratorium dan Forensik Mabes Polri, Komisaris Besar Riharto, mengatakan di ruang simulasi terdapat beberapa bahan peledak yang menjadi barang bukti sejumlah kasus. Barang bukti itu akan dimusnahkan setelah ada keputusan dari pengadilan. Ada dugaan, ledakan berasal dari kebakaran akibat perubahan suhu atau hubungan pendek arus listrik. Polisi memastikan tak ada unsur sabotase.
Tersangka Kasus Pemadam Kebakaran Ditangkap
KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap Hengky Samuel Daud, tersangka kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran pada 2002-2004, Jumat pekan lalu. Direktur Utama PT Istana Sarana Raya ini dibekuk tanpa perlawanan di rumah mewahnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, pukul 22.15.
Setelah diperiksa kesehatannya di kantor Komisi, Hengky diberangkatkan ke rumah tahanan Polda Metro Jaya pukul 02.30 dini hari. Rekanan beberapa kepala daerah di seluruh Indonesia yang ikut mengadakan proyek mobil pemadam kebakaran tipe V80 ASM berkapasitas 8.000 liter ini juga dikenal dekat dengan mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka dua tahun lalu, Hengky, yang merupakan kunci kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di 11 provinsi di Indonesia, hilang bak ditelan bumi. Akibat kelakuan Hengky dan tersangka lainnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi, yang sudah dibui, negara dirugikan lebih dari Rp 30 miliar.
Televisi Menolak Iklan Mega-Pro
SEJUMLAH stasiun televisi menolak menayangkan empat dari tujuh seri iklan kampanye nasional pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto. Padahal Lembaga Sensor Film meloloskannya. Empat seri tersebut berjudul Bangkrut, Mencintai, Harga, dan Pekerjaan.
”Ini bagi saya tidak adil,” kata Prabowo di Jakarta, Rabu pekan lalu. Menurut Prabowo, iklannya berdasarkan realitas. Anggota tim kampanye nasional Mega-Prabowo, Ganjar Pranowo, mencurigai adanya keberpihakan sejumlah media terhadap pasangan calon presiden-wakil presiden tertentu.
Menurut Ganjar, sikap bias dan ”main mata” itu yang menyebabkan iklan kampanye Mega-Prabowo ditolak. "Tim kami sudah punya peta afiliasi media," kata Ganjar. Mereka mengancam akan melaporkan hal itu ke Komisi Penyiaran Indonesia.
Kepala Penelitian dan Pengembangan SCTV, Iskandar Siahaan, mengaku tak tahu alasan medianya menolak iklan Mega-Prabowo. "Kalau di redaksi, selalu ada bentengnya agar tetap independen. Tapi, soal iklan, saya tidak tahu."
Empat Setengah Tahun untuk Iqbal
MANTAN Komisioner Komisi Pengawas Persaing an Usaha, Muhammad Iqbal, divonis empat setengah tahun penjara. Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, delapan tahun penjara. ”Terdakwa terbukti melanggar Pasal 12-b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Edward Pattinasarani, ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ketika membacakan putusan, Selasa pekan lalu.
Iqbal menerima ”hadiah” dari mantan Direktur PT First Media, Billy Sindoro. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menangkapnya pada 16 September 2008 di Hotel Aryadhuta, dengan barang bukti Rp 500 juta dari Billy. Uang itu sebagai ucapan terima kasih memenuhi permintaan Billy dalam putusan kasus monopoli hak siar Liga Inggris tahun 2007.
Anggota majelis hakim, Sofyaldi, mengajukan dissenting opinion. Menurut dia, putusan Komisi Pengawas terhadap kasus sengketa hak siar liga Inggris merupakan putusan bulat dan hasil permufakatan komisioner Komisi lainnya. Menanggapi putusan itu, Iqbal menyatakan akan mengajukan banding. ”Ada secercah sinar dengan adanya dissenting opinion," katanya.
Direktur Utama First Mujur Diperiksa
KOMISI Pemberantasan Korupsi memeriksa Direktur Utama PT First Mujur Plantation and Industry, Hidayat Lukman, Kamis pekan lalu. Juru bicara Komisi, Johan Budi S.P., mengatakan Lukman dipanggil sebagai saksi dalam pengembangan penyidikan kasus suap cek perjalanan pemilihan Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, pada 2004.
Sebelumnya, Komisi telah menetapkan cegah dan tangkal pada Lukman, Andy Kasih, Direktur Utama PT Bank Artha Graha Internasional Tbk., dan Budi Santoso, Direktur Keuangan First Mujur. ”Hingga saat ini masih dicekal,” ujar Johan. Namun, kata Johan, Lukman tak dapat meneruskan pemeriksaan karena sakit. ”Kondisinya kurang sehat, sehingga minta diundur," kata Johan.
Kasus aliran dana cek perjalanan ini pertama kali diungkapkan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Agus Condro. Kini Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan empat mantan anggota Komisi Keuangan Dewan periode 1999-2004 sebagai tersangka. Mereka adalah Dudhie Makmun Muron (anggota Frasi PDI Perjuangan), Hamka Yandhu (Partai Golkar), Endin Soefihara (Partai Persatuan Pembangunan), dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri).
Polisi Tutup Kasus Yudhoyono
MARKAS Besar Kepolisian mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan untuk kasus dugaan pelanggaran kampanye pemilihan presiden oleh pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. "Penyidik berkesimpulan bukan tindak pidana pemilu," kata Direktur I Keamanan Transnasional Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Brigadir Jenderal Bachtiar Tambunan, di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Badan Pengawas Pemilihan Umum mengaku kecewa atas keputusan polisi. ”Kami mengajukan bukti lengkap, jadi apa alasannya?” kata anggota Badan Pengawas, Wahida Suaib, Rabu pekan lalu. Bukti yang diajukan antara lain cakram digital rekaman pelaksanaan acara silaturahmi di Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, yang diperoleh dari Komisi Penyiaran Indonesia. Badan Pengawas menuding SBY-Boediono berkampanye di luar jadwal.
Wahida memastikan pihaknya tidak akan menyerah. ”Kami akan menyampaikannya (penutupan kasus ini) ke Komisi II (bidang pemerintahan dan pemilihan umum) dan Komisi III (bidang hukum) Dewan Perwakilan Rakyat,” katanya. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji, menyatakan siap dipanggil Dewan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo