RUANG tamu di rumah Ali Sadikin di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, malam itu terasa sempit. Asap rokok dari sekitar 100 hadirin membuat udara pengap. Meski begitu, para tamu tampaknya enggan beranjak. Acara Kamis malam itu memang khusus: syukuran atas pembebasan H.R. Dharsono, yang setelah lima tahun 10 bulan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dibebaskan sebulan yang silam. Yang hadir kebanyakan tokoh tua, sebagian dari kelompok Petisi 50 seperti Jenderal (Purn.) A.H. Nasution, M. Natsir, Sanusi Hardjadinata, dan Hoegeng. Terlihat juga Duta Besar Belanda. Sedangkan Kedubes Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Jerman Barat, India, Filipina, Prancis, dan Australia, mengirim wakilnya. Lalu, selain belasan wartawan dalam negeri, ada 10 media asing yang mengirim wartawannya. Ditambah Ny. Nelly Adam Malik, H.J.C. Princen, Prof. Sarbini Sumawinata, Dr. Sri Edi Swasono, Letjen. (Purn.) Sayidiman, Rosihan Anwar, Mashuri, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Deliar Noer, A. Rahman Tolleng, dan lain-lain. Suasananya cukup meriah. Sebenarnya Ali Sadikin mengundang sejumlah pejabat negara -- termasuk beberapa menteri semua Kepala Staf ABRI, Ketua Umum Golkar dan Parpol, serta pimpinan lembaga tinggi negara. "Ada 300 undangan saya kirimkan. Tapi, yang datang bisa Saudara hitung sendiri," ujarnya. Dugaan M. Natsir, "Mungkin mereka sibuk." Tapi, Menko Polkam Sudomo, Ketua DPR/MPR Kharis Suhud, Wakil Ketua MPR Soeprapto, dan Dirjen Lembaga Pemasyarakatan Baharuddin Lopa, sempat menyampaikan permintaan maaf karena tak bisa hadir. Dari organisasi politik, hanya Ketua Umum Golkar Wahono yang menyatakan berhalangan. Satu-satunya pejabat yang datang hanya Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang) Solihin G.P. Dan sesuatu yang lain daripada yang lain biasanya menarik perhatian, terutama bagi wartawan. "Saya datang sebagai pribadi. Saya ini kan mantan Pasukan Siliwangi. Yang saya temui di sini juga orang-orang Siliwangi. Dan lagi nggak ada larangan kok untuk datang ke sini," katanya. Mungkin karena itu ia bersungut pada A.H. Nasution, "Saya ke sini ini dianggap langka tapi nyata." Nasution cuma terkekeh. Letjen. (Purn.) H.R. Dharsono sendiri datang bersama istri. Wajahnya tampak berseri-seri. Kiriman buket kembang kering dari A.M. Fatwa, yang masih meringkuk di LP Pledang, Bogor, dibawanya pulang. Bunga itu berwarna pucat, dirangkai sederhana dalam vas kecil. Di atas kartu, selain nama pengirim dan alamatnya, tertulis "Selamat bebas merdeka dan keterbukaan bagi Pak Ton". Sejumlah buket kembang lain, termasuk dari Mochtar Lubis yang absen, tampak berjejer di ruang tamu. Dharsono, yang dihukum karena dinyatakan ikut memanaskan suasana hingga mengakibatkan peristiwa peledakan bom di beberapa tempat di Jakarta pada Oktober 1984, sekarang lebih banyak di rumah. "Kegiatan utama Pak Ton yang utama adalah antar-jemput cucu," seloroh Ny. Dharsono. Apakah Pak Ton akan bergabung dengan kelompok Petisi 50? "Yang jelas, jangan sampai membuat pernyataan yang menyebabkan kita masuk bui lagi," ujar Dharsono, yang dibebaskan 14 bulan lebih cepat karena memperoleh remisi. Tampaknya, Dharsono masih betah di rumah. Menurut Media Indonesia, akhir bulan ini dia diundang Foreign Correspondents Club -- organisasi wartawan asing di Singapura -- untuk memberi ceramah. Tapi Dharsono masih pikir-pikir. "Saya ingin melakukan konsolidasi keluarga dulu," katanya. Priyono B. Sumbogo, Sri Pudyastuti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini