Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg DPR) Ahmad Irawan mengatakan Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk menggunakan mekanisme denda damai dalam menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut, kata dia, telah diatur pada Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, di mana Jaksa Agung dapat menggunakan mekanisme denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Wewenangnya sudah jelas, dan kita juga tahu merugikan perekonomian negara merupakan salah satu unsur atau inti delik dari perbuatan korupsi," kata Ahmad dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Jumat, 27 Desember 2024.
Menurut Ahmad, dalam upaya tersebut penting bagi pemerintah untuk menyesuaikan isi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan perkembangan dan arah politik hukum yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto yang menitik beratkan pada pemulihan aset.
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, tindak pidana yang merugikan perekonomian negara dalam penalaran wajar tidak hanya melingkupi perkara di bidang pajak atau kepabeanan.
"Korupsi juga merugikan perekonomian negara," ujar Ahmad.
Adapun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan penggunaan denda damai untuk pengampunan koruptor sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Kejaksaan yang terbaru hanya berlaku untuk perkara tindak pidana ekonomi.
Memang, kata Harli, Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Kejaksaan memberikan Jaksa Agung wewenang untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara menggunakan mekanisme denda damai.
Akan tetapi, mekanisme denda damai tak bisa diterapkan terhadap perkara tindak pidana korupsi karena memiliki acuan Undang-Undang yang berbeda.
Harli menjelaskan, penggunaan mekanisme denda damai sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) huruf k, dapat digunakan pada Undang-Undang sektoral yang merugikan perekonomian negara dan termasuk dalam tindak pidana ekonomi, misalnya tindak pidana kepabeanan, cukai dan lainnya.
"Sedangkan penyelesaian tipikor mengacu pada Undang-Undang Tipikor, Pasal 2, 3 dan seterusnya," kata Harli.
Wacana penggunaan denda damai sebagai mekanisme pemberian pengampunan koruptor ini, sebelumnya disampaikan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebagai tanggapan pidato Presiden Prabowo yang berkeinginan memberikan pengampunan bagi koruptor yang mengembalikan kerugian negara.
Andi mengatakan, Jaksa Agung memiliki wewenang untuk memberikan pengampunan melalui mekanisme denda damai pada koruptor. Sebab, Undang-Undang Kejaksaan terbaru memberikan ruang pada Jaksa Agung untuk melakukan hal tersebut.
"Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan untuk memberikan pengampunan," ujar Andi.
Sebelumnya, saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Presiden Prabowo Subianto mengatakan ingin memberikan kesempatan kepada koruptor untuk bertaubat.
Menurut Prabowo, para koruptor yang mengembalikan uang atau kerugian negara akan diberikan pengampunan oleh pemerintah, dan tidak akan dipublikasikan identitasnya ke hadapan publik.
"Kami beri kesempatan dikembalikan korupsinya supaya enggak ketahuan," kata Prabowo, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Rabu, 18 Desember 2024.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Soal Pengampunan Koruptor, Kejaksaan Agung: Denda Damai untuk Perkara Pidana Ekonomi